#15

118 12 0
                                    

"Jadi, pelampiasan itukan sakit.! Tapi tenang, itu tidak membahayakan. Yang bahaya itu, kalau yang seseorang yang melampiaskannya akhirnya suka sama yang dijadikan pelampiasannya. Nah, itu namanya jatuh ketiban Tangga pula."

.

.

.

.


"Loh? Kamu gak dijemput Abe.?" Tanya Ari melihat Aleya yang sudah rapi.

"Kami lagi ada masalah Pa." balas Aleya. Bella tersenyum miring mendengarnya.

"Kamu memang gak pantas bersanding dengan Abe. Abe terlalu sempurna untuk kamu yang hanya seorang bayangan." Timpal Bella. Aleya tak menghiraukannya, ia hanya tersenyum. Baginya ini adalah sapaan pagi dari Bella, bukan ucapan pedas.

"Kalau gitu, Al berangkat." Pamit Aleya.

"Naik apa.?" Tanya Wanda. Wanda memang sudah menetap di Jakarta bersama mereka.

"Dijemput teman."

"Oh, si Angga.?" Tanya Wanda. Wanda tau Angga dari Abe, beberapa waktu lalu Abe sempat bercerita mengenai Angga.

Aleya menghampiri Angga yang sudah berada di dalam mobil. Angga memang menawarkan dirinya sebagai tukang ojek dan supir untuk Aleya selama Abe dan Aleya dalam keadaan tidak akur.

"Ga, kamu udah beneran gak suka sama aku-kan.?" Tanya Aleya. Ia khawatir akan timbul berita yang tidak tidak, terlebih saat ini Abe dan dirinya tidak berada di zona baik.

"Ini perasaan aku aja atau gimana sih.? Kamu gak percaya sama aku.?" Tanya Angga. Sejak kemari Aleya terus menanyakan hal tersebut.

"Bukan gitu, aku Cuma gak mau, desasdesus anak kampus itu dibesar besarkan."

"Kita jemput Rara dulu. Supaya kamu percaya, kalau aku dan Rara itu pacaran." Sudah seminggu Angga dan Rara resmi pacaran. Maka, dari itu Aleya semakin takut. Takut jika Angga masih menyukainya dan menggunakan Rara sebagai pelampiasannya.

Jadi, pelampiasan itukan sakit.! Tapi tenang, itu tidak membahayakan. Yang bahaya itu, kalau yang seseorang yang melampiaskannya akhirnya suka sama yang dijadikan pelampiasannya. Nah, itu namanya jatuh ketiban Tangga pula.

***

Hari ini, Aleya dan teman teman angkatannya sudah siap untuk berangkat ke tempat bakti social yang berada di daerah puncak.

Sudah terparkir empat bus yang siap mengangkut mereka semua. Aleya juga mendapatkan kabar, bahwa akan ada relawan dari beberapa rumah sakit yang akan menyumbang tenaga medis. Entah, ini hanya feeling atau apa.

Menempuh perjalanan Jakarta - Puncak dalam waktu dua jam cukup melelahkan bagi Aleya. Sesampai dilokasi, semuanya langsung mengeluarkan barang bawaan mereka dan menyimpannya di posko.

Aleya merasa begitu bahagia mengikuti camp bakti sosial yang diadakan hari ini. Sebab ini adalah kali pertama Aleya mengikuti acara camp seperti ini. Sejak meninggalkan memasuki pendidikan Sekolah Dasar, Aleya lebih memilih untuk home schooling dan berakhir tidak memiliki teman.

***

Siangnya, Aleya akan terjun langsung ke medan bencana bersama Amanda. Ia dan Amanda hanya membawa beberapa anti septic didalam ransel medisnya dan beberapa makanan yang nantinya akan ia berikan kepada korban.

"Aleya." Sapa wanita yang Aleya kenali. Wanita itu kini tengah melepaskan snelli-nya dan menggantungnya di pundaknya.

"Kamu ikut bakti social?" tanya Liora.

"Udah liat masih aja nanya." Bukan Aleya yang menjawab, melainkan Amanda. "Al, aku ke posko duluan yah." Pamit Amanda meninggalkan keduanya. Aleya cukuptau jika hubungan Aleya dan dokter yang menjadi pembimbing skripsinya itu tidak cukup baik. 

"Makasih yah." Ucap Liora membuak percakapan mereka. "Makasih sudah memberi jarak antar kamu dan Abe, dengan begitu saya sedikit punya kesempatan untuk membuktikan ke Abe bahwa saya pantas untuk dia." Ingin rasanya Aleya menarik mulut Liora dan mencabik cabik wajah cantik dokter senior dihadapannya itu.

"Kalau begitu semangat berjuang. Aku harap Abe mampu melihat kehadiran kamu. Meski aku yakin. Kamu itu gak akan pernah dapat lirikan Abe." Balas Aleya.

Aleya tak suka Liora yang selalu mengejar-ngejar Abe. Ia tidak suka Liora yang selalu menggunakan Eyang untuk mencuri perhatian Abe. Pernahkah? Aleya mengatakan bahwa ia mencintai Abe? Kali ini Aleya mengakuinya. Seminggu tak bertemu Abe membuatnya menyadari bahwa ia memilih Abe.

"Kita lihat saja. Aku yakin dengan sebuah pepatah." Liora member jedah "Perasaan itu tumbuh karena terbiasa. Maka dari itu, aku akan membuat Abe terbiasa tanpa kamu."

Aleya tersenyum miris, pepaah itu tepat mengenainya. Ia terlalu biasa hidup dengan bayang bayang Elina. Hingga, ia bisa larut dalam pesona dan perlakuan Abe kepadanya.

"Yasudah, saya duluan yah, dokter Liora." Ucap Aleya. Sebelum benar benar menghilang dari sisi Liora. Aleya berhenti sejenak ketika bahunya bersentuhan dengan bahu Liora.

"Lain kali kalau ke tempat gini, jangan pakai high heels, yah. Kasian high heelsnya rusak." Sindir Aleya.

****

Seminggu di puncak memberi kenangan tersendiri untuk Aleya. Ia belajar berbagi dan makan seadanya. Seminggu disini, sama artinya dengan seminggu itu ia habiskan bersama Angga. Angga memang mempunyai lebel sebagai pacar Rara. Namun, lebel itu tak lagi berlaku saat ini.

"Kamu bisa berdiri.?" Tanya Angga. Saat melewati hutan tadi, Aleya tak sengaja terperangkap dengan jebakan hewan buas milik masyarakat sekitar. Hingga kakinya menjadi memar dan mati rasa.

"Bisa kok. Santai aja." Ucap Aleya. Ia dibantu oleh Rara dan Amanda yang berada disebelah kanan dan kirinya.

"Warga sini, kasih jebakan apasih. Aku jadi curiga jangan jangan mereka pada jago buat racun lagi." Gumam Amanda. Ia memang heran, entah apa yang digunakan warga sekitar untuk menangkap hewan buas itu.

"Masih sakit.?" Tanya Rara. Rara ikut prihatin dengan keadaan kaki Aleya yang memar dan mati rasa itu. sebenarnya, ia khawatir jika kaki Aleya sampai kenapa napa.

"Ga, kamu gendong Al aja deh. Kasian." Kini Rara membuka suara. Setelah bujukan dari Amanda dan Rara akhirnya Aleya mengalah dan naik ke punggung Angga. Selama perjalanan Aleya terus bertanya pada Rara.

"Ra, kamu gak marahkan.?"

"Ra, gak apa apa nih.? Nanti aku dikirain pelakor lagi."

Sesampai di posko, Aleya langsung mendapatkan perawatan dari beberapa dokter. Ternyata obat yang dimaksud sebagai perangkap hewan itu adalah obat bius dalam dosis tak terkontrol.

"Ini gimana sih.! Gimana kalau racunnya bukan kena kaki kamu. Tapi, kejilat atau ketelan." Amanda tak henti hentinya mengomel.

"Heran deh! Yang kena itukan Aleya, kok kamu yang ribut." Ketus Angga. Sejak tadi, Amanda tak henti hentinya mengomel.

"Iya, tapi, gimana kalau dia sampai tewas gara gara kelebihan dosis gitu. Heran deh, padahal racunnya Cuma keinjek. Kok bisa? Racunnya mempan." Amanda lagi lagi mendumel. Angga dan Rara hanya mampu menggeleng melihat Amanda yang cerewetnya gak ketulungan.

"Ra, kamu gak marahkan? Maaf yah, sampai harus repotin kamu sama Angga sampai segitunya."

"It,s okay kak. Aku gak masalah."

***


Croire ABTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang