Fake (2)

1.5K 197 2
                                    

David duduk berdampingan dengan Irene sedangkan Vincent duduk di depannya masih memasang tatapan mematikan yang ia tunjukkan sejak ia datang.

Ralat, sejak ia dipaksa datang.

Di ruangan itu hanya ada mereka bertiga.

"Apa kau mendengar semua percakapan kami tadi?" tanya David.

"Ya. Apa itu alasan kenapa kau menyuruh orang untuk menyeretku ke sini?" balas Vincent bertanya.

"Apa kau tidak mengenalku?" Irene mulai ikut bertanya.

Vincent meliriknya sebentar. "Tidak. Kau siapa?"

Tawa hambar Irene membuat suasana semakin tidak jelas. "Apa kau tidak punya tv dirumah?"

"Apa aku harus menjawab itu?"

"Baiklah aku pergi sekarang. Kau, urus dia. Aku ada ada jadwal syuting" ucap Irene kepada David sebelum ia melangkah pergi darisana.

"Kau tampak sangat angkuh, tuan penjual ayam" ucap David. "Aku tidak ingin mengambil resiko dengan melepasmu begitu saja. Aku juga tidak ingin mengancam atau berbuat hal bodoh lainnya. Kau, harus bekerja denganku. Hanya dengan itu caraku bisa menjamin kau tidak membuka mulut pada siapapun"

"Aku tidak tertarik. Aku sudah bekerja." Vincent masih mempertahankan cara berbicaranya.

"Mungkin sepuluh menit lagi kau akan kehilangan pekerjaanmu" ucap David lalu tertawa kecil meremehkan Vincent.

Benar, tak lama kemudian handphone Vincent berdering.

"Halo"

"Yak! Kau kemana saja?! Apa kau sedang bermain-main denganku? Ada banyak pesanan ayam dan kau bahkan tidak perduli!"

"Aku sedang mel --"

"Kau dipecat! Kembalikan motor dan jaketmu besok"

Vincent melirik ke arah David yang sudah memasang senyum jahatnya. Ia tahu, ini bukan kebetulan.

"Apa kau masih tidak butuh pekerjaan? Aku akan memberi gajimu 3 kali lebih besar dari sebelumnya. Aku sedang berbaik hati" David yakin Vincent tidak akan menolak.

"Aku harus pulang sekarang"

Baru saja Vincent berdiri dari kursinya, handphonenya kembali berdering.

"Ayah, kau dimana? Aku sendirian dirumah. Aku sangat lapar tapi sepertinya tidak ada makanan di sini. Ayah pulang sekarang, yah"

----------

"Apa ayah kehilangan pekerjaan?" tanya Aeri sambil makan ayam gorengnya.

"Emmm tidak. Ayah hanya mengganti pekerjaan"

"Benarkah? Apa ayah tetap punya motor?"

Vincent membersihkan pinggiran mulut Aeri yang dipenuhi saos. Dia lalu memberi potongan ayam lainnya saat melihat ayam Aeri telah habis.

"Ayah mungkin akan membawa mobil"

"Benarkah?" Aeri menatapnya dengan mata berbinar.

"Iyaa tapi mobil itu bukan punya ayah"

"Jadi pekerjaan baru ayah apa?"

"Bodyguard dan sopir, mungkin"

"Hebat!" Aeri mengacungkan jari jempolnya yang mungil, membuat Vincent tertawa gemas.

Ditempat lain..

"Cut!"

Syuting hari ini berakhir, membuat Irene menghela nafasnya pelan. Akhirnya dia bisa pulang setelah dari sore sampai tengah malam di tempat ini membuatnya benar-benar bosan.

Manajer Irene datang untuk memberikan selimut kepada wanita itu.

"Pakai ini. Kau bisa flu"

"Terimakasih. Apa kau membawa mobilku?"

"Yap. Sesuai yang kau bilang tadi pagi"

"Kalau begitu aku akan menyetir sendiri. Kau langsung pulang saja"

"Tapi, kau lelah. Aku khawatir kau tidak bisa fokus mengemudi"

"Tenang saja. Aku pulang sekarang"

Irene mengembalikan selimut yang sempat ia gunakan. Ia menuju mobilnya penuh semangat.

Tak jauh dari lokasi syutingnya ada pantai yang sangat menarik perhatiannya. Irene memutuskan untuk singgah di pantai itu.

Ia memarkir mobilnya, keluar dari sana sambil membawa sebotol soju.

Menarik yang Irene maksud ialah tak ada siapapun disana. Ia butuh saat-saat seperti ini. Bisa menikmati dunia luar tanpa ada dan tanpa perlu memikirkan siapapun.

Me time.

Seteguk, dua teguk, Irene meminum soju itu tanpa henti.

Dalam hati ia kembali bertanya pada dirinya sendiri.

Apakah ia bahagia?

Tak menemukan jawaban, Irene tersenyum masam lalu kembali meneguk minumannya.

Semua orang di negara itu mengira Irene bahagia dengan hidupnya yang sempurna.

Irene sendiri bahkan tidak tahu bahagia itu seperti apa, dan alasan mengapa ia harus bahagia.

Harta melimpah, itu memang membuatnya bahagia tapi tak jarang ia bingung untuk apa ia memiliki semua itu.

Saat hendak ingin meneguk kembali minumannya, Irene tak sengaja melihat cincin pernikahannya. Begitu berkilau dengan taburan berlian murni.

Air mata mulai berjatuhan dari mata sayupnya dan secepat kilat ia menyekanya.

"Apa aku bisa bahagia?" gumamnya.

----------

Apdet lagi ini.

Semoga semuanya sehat-sehat.

Jangan lupa bahagia.

Love,
Mel.

Vice Versa (COMPLETE) ✅✅Where stories live. Discover now