Twenty Three

4.4K 676 30
                                    

Aku merapihkan alkes yang pihak rumah sakit bawa dari Bandung padahal kami baru saja tiba di Cijantung, tapi karena dijalan tadi sangat macet jadilah kami para staff rumah sakit harus cepat beres beres dan tak sempat untuk istirahat sejenak. Setelah semuanya rapih akhirnya kami bisa duduk sejenak untuk sekedar meluruskan pinggang yang pegal sembari menunggu para tentara datang ke aula yang lumayan luas ini

Lima belas menit kemudian para tentara datang dan langsung mengisi data diri lalu menunggu giliran untuk menjalani serangkai tes terlebih dahulu, tes yang pertama yaitu pengukuran tinggi badan dan berat badan, yang kedua adalah pengecekan golongan darah dan yang ketiga adalah pengecekan tekanan darah.
Kebetulan aku menjadi dokter yang akan mengambil darah pendonor bersama mbak Yuna dan beberapa dokter lainnya, sedangkan mbak Hani akan menjadi petugas yang mengukur tinggi badan serta berat badan pendonor

Aku jadi ingat saat pertama kali menyelenggarakan acara donor darah waktu di SMA dulu, waktu itu donor darah menjadi program kerja rutin PMR di sekolah ku. Sehari sebelum acara dimulai biasanya aku dan teman teman ku akan berkeliling kelas untuk mensosialisasikan mengenai penting nya untuk donor darah, selain itu kami juga memberi tahu apa saja persyaratan untuk menjadi pendonor seperti harus berusia 17 tahun, berat badan minimal 47 kilogram,  bagi wanita tidak sedang haid, hamil atau menyusui,  tidur yang cukup selama 8 jam dan lain lainnya
Ah aku jadi rindu masa SMA ku

Salah satu tentara menghampiriku dengan nampan kecil yang berisikan labu yang berisi 450 miligram, setelah dia duduk di bangku yang disediakan oleh staff rumah sakit aku pun memberi alkohol pada lengan kanan nya sesekali mengajak ngobrol tentara itu agar tubuhnya rileks saat ku tusukan jarum

" Jadi bapak baru lulus dari taruna sebulan yang lalu? " Tanyaku saat tentara dihadapanku ini beres bercerita.

"Iya dok alhamdulillah saya bisa lulus, pengorbanan saya sangat besar untuk masuk pasukan khusus ini, bahkan saat masih berada di pendidikan saya rasa akan mati di tengah jalan. Tapi alhamdulillah Allah berbaik hati menolong saya untuk mengabdi pada negara" Jawab tentara didepanku dengan rasa penuh haru

" Wah puji Tuhan ya pak, memang seberat itu ya? " Tanyaku lagi.

"Ya gitu deh mbak berat banget" Mendengar jawaban dari tentara dihadapanku ini membuatku jadi rindu banyak Yuta dan papa. Apa mereka akan hadir hari ini?

Akhirnya pengambilan darah sebanyak 45 miligram pun telah usai kini aku menunggu pendonor berikutnya di panggil sembari merapihkan kembali alkes yang sedikit berantakan, tiba tiba saja ada nampannampan yang berisikan labu dihadapanku, aku yang sedang membungkuk pun sontak mendongak

"Hallo, long time no see dokter" Sapa tentara dihadapanku itu, senyumnya yang seperti kelinci itu menyambut pandangan ku

"Lettu Doyoung? "

"Eyy bu dokter biasa aja kali mukanya" Lettu Doyoung langsung duduk dikursi pendonor.

Dengan muka judulnya dia menyodorkan lengan kanannya

Suasana langsung canggung seketika, aku tahu kalau Lettu Doyoung ini irit bicara tapi kan harusnya dia tanya tanya kabarku untuk basa basi lah ini dia malah bermain HP mengacuhkanku yang menunggu labunya terisi cukup

Akhirnya lima belas menit berlalu aku dapat melepas kan jarum yang tertancap di lengan kanan Lettu Doyoung, langsung saja ia menggerakan tangannya untuk mengatasi kesemutan.

"Oh iya, dokter ada yang kangen katanya" Ucapnya setelah bangkit dari kursi lalu pergi keluar aula


--

Jam menunjukan angka sepuluh dan masih banyak lagi tentara yang sedang mengantri untuk mendonorkan darahnya padahal kami hanya disini sampai jam dua belas siang karena darah harus segera dibekukan.

Mataku ditutup oleh seseorang dari belakang, dari aroma tubuhnya sih aku sudah hapal ini siapa. Orang yang ku tunggu kepulangannya ya siapa lagi kalau bukan bang Yuta

"Bang, gue hapal ini elu" Ketusku

Bang Yuta tertawa lalu duduk dihadapanku "Adik maniss sedot darah abang dong" Canda nya dengan nada yang menjijikan

"Bang jangan bertingkah ya! " Ancam ku lalu mengoleskan alkohol setelah memasangkan tensi ke lengan nya.

Aku heran kenapa bang Yuta mau donor darah ya padahal sedari kecil dia paling takut sama jarum suntik makannya dia masuk militer dan menolak masuk kedokteran, bahkan waktu kecil dia pernah berteriak kencang sekali saat mau disuntik karena kena typus .

Saatku masukan jarum ke tangannya terlihat muka bang Yuta yang sedikit pucat bahkan tangan nya menegang karena ketakukan

"Bang rileks okey, kalo abang tegang gini jarum nya gak bisa nembus bang" Ucapku, sebenarnya aku ingin tertawa melihat ekspresi bang Yuta sekarang tapi karena situasi tak mendukung akhirnya aku menahan tawaku

Ah kalau papa liat bang Yuta yang takut begini pasti akan papa tertawa kan
Sesekali aku mengajak bang Yuta untuk bercanda yah berharap mengurangi rasa takutnya itu tapi bang Yuta malah menanggapi candaan ku dengan serius bahkan dia menegurku untuk tidak mengajak nya bercanda

"Bang santai ih dibilangin nanti makin kerasa sakitnya" Tegur ku

Hadeuh di antara semua pendonor kenapa bang Yuta yang paling ribet sih, untung kakak sendiri!

"Dek sebelum pulang di panggil papa ke taman yang di depan ya, abang udah izin kok sama pak Retno tadi kalau pinjam kamu dulu sebentar" Bang Yuta menggerakan lengannya seperti sedang mengangkat barbel lalu pergi ke luar aula

Gak bang Yuta gak Lettu Doyoung main pergi aja sembarangan .

Hari semakin siang tak terasa kini sudah jam makan siang tapi sebelum pergi makan kami semua sepakat untuk membereskan dulu alkes dan memasukan nya ke dalam mobil lalu membantu ibu persit yang sedari tadi menyiapkan makan siang untuk para tentara dan kami para tim unit donor darah
Ah rasanya aku jadi membayang kan bagaimana kalau aku bisa menjadi istri pilihan negara, pasti aku akan cocok dengan balutan seragam berwarna hijau itu dan mengobrol bersama ibu persit lainnya. Ugh rasanya halu itu kegiatan yang paling nikmat ya

Baru saja aku akan mengambil piring yang sudah tersusun rapih eh malah ada panggilan masuk dari bang Yuta emang ya bang Yuta itu adalah makhluk yang paling seneng gangguin adikknya. Dengan terpaksa ku simpan kembali piring yang baru saja ku ambil lalu keluar dari aula untuk menjawab panggilan dari bang Yuta

"Halo" Sapaku ketus

"Adekku yang cantik ke taman sekarang ya" Ucapnya dengan nada bicara yang dibuat semanis mungkin, bukannya tergoda aku malah ingin menyuntiknya saja dengan racun, apa dia tidak tahu kalau adiknya ini sedang lapar?

"Abang sayang, biarin gue makan dulu ya" Bujuk ku dengan nada bicara yang sama dibuat semanis mungkin

"Ck! Kagak ada makan makan dulu lama tau cepet ah gue tunggu"

Dengan seenak nya bang Yuta malah memutuskan panggilan teleponnya
Aku menghela napas mencoba membuat dinding kesabaranku menebal akhirnya dengan langkah gontai aku menghampiri pak Retno untuk izin sebentar.

Dari kejauhan dapat kulihat sosok lelaki dengan balutan seragam loreng loreng pasti bang Yuta sudah menungguku dari tadi, tapi kalau diperhatikan lagi laki laki itu malah sedikit berbeda dari bang Yuta bahkan postur tubuh nya pun sangat berbeda. Apa aku salah orang? Atau salah tempat?

"Bang Yuta? " Panggil ku pelan padahal sedari tadi aku sudah berencana untuk memaki bang Yuta ketika dia sudah ada dihadapanku

Laki laki tersebut berbalik mengahadapku karena kebetulan tadi posisinya membelakangiku, dengan senyumnya yang manis dia menyambutku tapi senyuman itu malah membuat jantungku berpacu lebih cepat

"Kapten Jaehyun? "








TBC

hayolohh kapten ketemu sama dokter, kira kira ngajak balikan gak ya?
Jangan lupa vomment, terimakasih dan selamat membaca💚💚💚
--skii

Mas JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang