Part 4

4 1 0
                                    

"Kakak!" teriak Nada sambil mengetuk pintu kamarku berulang kali. "Makan dulu, nanti kalau kakak kelaparan gimana? Kakak belum makan dari pagi sampai malam gini emang nggak lapar?"

Aku hanya diam tanpa merespon Nada.

Seharian ini aku mengurung diri di dalam kamar. Percuma saja bukan jika beramai-ramai namun tetap saja tidak ada yang mengerti sama sekali, lebih baik sendiri. Toh yang bakalan mengerti diri sendiri ya hanya diri kita sendiri, bukan orang lain.

"Makanannya aku taruh di depan pintu, ambil sendiri ya," ucap Nada diikuti suara langkah yang semakin menjauh.

Aku bangkit dari dudukku dan melangkah membuka pintu, terdapat nampan berisikan roti bakar, nasi rawon, segelas air putih, dan segelas susu. Aku mengambil nampan tersebut dan kembali masuk ke dalam kamar, mengunci pintu kamar rapat-rapat. Aku menghembuskan nafasku kasar, menaruh nampan di atas meja belajar dan duduk di kursi belajar sambil memandangi nampan makanan.

Terdengar pintu terketuk.

"Kak, mama mau ngobrol sama kakak, boleh ya?" ucap mama. "Mama nggak bakalan ngerti apa yang kamu rasain kalau kamu nggak cerita. Sini cerita sama mama."

"Mama nggak bakalan ngerti apa yang aku rasain, kalaupun aku cerita ke mama semua yang udah terlewat nggak bakalan bisa balik lagi, nggak akan bisa ngerubah apa-apa," teriakku dengan keras. "Aku nggak mau diganggu ma, aku pengen sendiri."

Aku beralih duduk di depan pianoku. Pikiranku berkelana mengingat masa lalu, sosok lelaki special itu kembali memenuhi pikiranku, aku terdiam dan memejamkan kedua mataku sejenak. Jariku mulai menari di atas tuts-tuts piano dan menyanyikan salah satu lagu Yura.

Dialog dini hari
Kepada diriku sendiri
Tak bisa ku tertidur lagi
Melayang pikirku tak pasti

Dialog dini hari
Resah gelisah mengiringi
Berharap ada yang mengerti
Berharap kau ada di sini

Tenang, tenang yang tak kunjung datang
Menanti-nanti cahaya-Mu, beri aku petunjuk-Mu
Tenang, tenang, oh, datanglah tenang hari ini

Emosiku meluap, air mataku tak bisa kutahan untuk tidak keluar. Aku menghentikan permainan pianoku. Selama 6 tahun aku suka memainkan piano, baru kali ini aku memainkan piano dengan emosi yang meluap-luap seperti ini, dengan air mata yang tak bisa kutahan untuk tidak keluar. Aku terisak beberapa saat hingga dering ponselku membuyarkanku. Aku beranjak dari tempatku, mengambil ponselku yang berada di atas laci. Beberapa pesan masuk dari nomor yang tak kukenal.

081235XXXXXX

Gue Farel

Gue tau saat lo baca pesan dari gue lo pasti kesel, marah atau mungkin benci

Gue minta maaf karena udah datang di hidup lo dan bikin lo kesel

Tapi lo harus tau, gue nggak punya niat jahat, gue bener-bener punya niat baik dan tulus buat ngedeketin lo, ngedeketin lo buat gue jadiin temen

Gue nggak tau apa masalah lo, apa yang lagi lo rasain sampai-sampai terjadi hal kayak kemarin, hal yang nggak pernah gue sangka-sangka akan terjadi

Tapi gue berharap gue bisa jadi temen lo dan bisa jadi tempat buat lo cerita

Gue butuh ngobrol sama lo, besok gue ke rumah lo ya?

Semoga lo mau nerima kedatangan gue

"Gila!" Aku tertawa miris setelah membaca pesan tersebut. Kutidurkan tubuhku dan mencoba untuk terlelap.

***

Jangan lupa vote, komen, dan share 

Sampai jumpa di part selanjutnya <3

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 04, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ikhlas Yang Tak SempurnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang