14;

361 52 0
                                    

Taeyong masuk ke dalam mobil setelah selesai beli pecel lele di dekat rumah sakit. Asalnya mau langsung pulang, tapi baru ingat di rumah gak ada apa-apa selain ayam yang tadi dibeli Yeji. Taeyong juga pikir itu pasti udah habis. Terlebih setelah tau kalau ada Heejin di rumah, jadilah mampir beli sebentar.

Dilihatlah Seulgi yang masih lemas menyender ke tempat duduknya, dengan tatapan yang gak fokus keluar jendela. Taeyong reflek mengelus tangan kanan Seulgi.

"Sayang, jangan terlalu dipikirin dong. Santai aja ya?" ucap Taeyong lembut.

Seulgi menoleh, lalu membalas dengan tersenyum sebentar.

"Aku gak yakin bisa santai. Tenang aja rasanya susah banget tau."

"Ya udah jangan dibawa pikiran banget. Anak-anak bakal ngerti kok, mereka udah pada besar. Kita kasih tau perlahan aja, gak perlu langsung," balas Taeyong mencoba menenangkan.

Diusap lagi punggung tangan sang istri dengan lembut. Terlihat rasa khawatir dari raut wajah Taeyong maupun Seulgi. Karena bagaimanapun, kehamilan Seulgi kali ini benar-benar tidak terprediksi dan direncanakan.

Udah lima belas tahun lamanya Seulgi gak hamil, dan jarak waktu itu cukup panjang. Juga umur Seulgi yang udah masuk kepala empat, makanya Seulgi gak berpikir sampai kesana.

Kalau ditanya kaget atau ngga, tentu saja keduanya kaget.

Gak dipungkiri rasa senang itu ada, karena hadirnya anggota keluarga baru yang bisa menambah ramai rumah nantinya. Udah kebayang di pikiran Seulgi gimana ramainya nanti kalau rumah berisik suara tangis bayi.

Tapi Seulgi juga khawatir, karena terakhir kali ngobrol tentang hal ini sama anak-anak, mereka lumayan menentang keberadaan anggota keluarga Lee yang baru. Bayi maksudnya.

Seulgi masih inget banget Yeji yang ngeluh kalau punya adik itu gak rame, apalagi kayak Wonyoung. Anaknya cerewet, nyebelin, manja, dan baperan. Terlebih karena usianya yang masih muda, Yeji pun jadi tampungan kelabilan Wonyoung setelah Seulgi tentunya.

Seulgi cuma takut anak-anaknya gak bisa menerima keberadaan bayi dalam perutnya ini. Takut kalau mereka malah membenci dia. Takut juga kalau anak-anaknya nanti melakukan sesuatu yang kurang baik.

Yeji yang sibuk sama organisasinya, Hwall yang sibuk mengurus tugas-tugasnya, juga Wonyoung yang stress karena sebentar lagi ujian akhir dan turnamen basketnya.

Kalau tau bakal punya adik baru di saat ini, dan mereka gak suka. Gimana kalau nanti mereka gak bisa mengurus urusan mereka dengan baik. Kegiatan mereka jadi terganggu. Takut nanti jadi beban pikiran untuk mereka. Seulgi gak mau.

Seulgi gak punya bayangan bagaimana reaksi mereka. Tapi dia udah berprasangka buruk kalau anak-anaknya kemungkinan besar kurang suka. Kaget lah pasti.

"Pikiran aneh-anehnya distop dulu ya, kita pulang. Oke?" kata Taeyong yang membuat Seulgi keluar dari pikiran lamunannya. Seulgi mengangguk pelan sembari tersenyum.

Hari ini, akhirnya turnamen yang Wonyoung omongin dari kemarin berlangsung. Setelah gak ikut semifinal karena sakit—Pelatih gak bolehin ikut, tapi ini sebenernya Taeyong turun tangan sih—akhirnya ikut juga kali ini. Anaknya gak habis-habis latihan dari minggu kemarin.

Sekeluarga udah kumpul dekat indoor, kecuali Yeji karna anaknya masih sama Yeonjun. Jisung juga ikut tapi nyusul karena nyamperin teman-temannya dulu.

Pokoknya ini tim hore Wonyoung banyak banget. Sekampung. Untung Jinyoung sama Jisoo gak ikutan nonton. Untung juga sebangsa kakak ipar gak nonton.

"Tadi Papa nganterin Adek sampai mana?" tanya Seulgi.

HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang