6. Fix

14.1K 2K 313
                                    

Kedua manusia berbaju rapih itu sudah berkali-kali menarik napas. Namun sampai detik ini belum berani untuk membuka pintu ruang rawat yang terpampang di depan mereka. Setelah sempat menghubungi orangtua Youngbae, menanyai letak kamar rawat itu.

"Kita harus bisa menghadapinya." Lirih Youngbae, yang memberanikan diri menarik knop pintu berwarna putih bersih itu.

Hati keduanya terasa sangat diremas ketika melihat bagaimana mengenaskannya keadaan Rosé saat ini. Anak yang tak pernah mereka pikirkan, dan saat terluka begini mereka cukup tersakiti.

"Tuan, Nyonya?" Minjae yang semula duduk di samping ranjang Rosé segera bangkit dengan terkejut. Membungkuk hormat pada kedua majikannya itu.

"Siapa yang datang, Bi?" tanya Rosé yang memang tak bisa menoleh kemana pun karena lehernya masih disangga oleh cervical collar.

"Ini Appa dan Eomma, Rosé-ya." Sahut Youngbae gugup. Takut sekali jika anak itu tak menginginkan keberadaan orangtuanya.

"Ah kalian. Aku kira kalian menunggu kematianku dulu baru ingin datang." Jawab Rosé yang membuat Youngbae dan Tiffany semakin merasa tercekik oleh rasa bersalah.

"Rosé, kami--"

"Oh. Ada keajaiban dunia yang sedang terjadi disini ternyata," ujaran itu membuat Youngbae dan Tiffany menatap ke arah pintu. Dimana Lalice berdiri dengan wajah datar bersama seorang pria di belakangnya.

"Salahkah kami jika datang kesini untuk melihat keadaan Rosé?" tanya Tiffany pada kedua anaknya yang sangat jelas menampakkan sebuah penolakan.

Dia dan suaminya sudah bertekad untuk menjadi orangtua yang pantas. Namun sikap penolakan yang ditunjukkan secara terang-terangan oleh Rosé dan Lalice membuat hatinya memanas. Padahal, untuk mendapatkan kemauan itu butuh waktu yang panjang untuk Tiffany maupun Youngbae.

"Kalian tidak salah, jika datang sedari awal." Jawab Lalice menusuk. Masih jelas diingatannya ketika sang kembaran berada dalam ambang kematian, kedua orangtua mereka bahkan tidak menghubunginya untuk mencari tahu perihal keadaan Rosé.

Tiffany menunduk, dengan tangan meremas lengan suaminya. Dia benar-benar kalah telak. Sikap buruk wanita itu memang sepertinya tak bisa ditoleransi lagi.

"Apakah terlalu sulit untuk menjadi orangtua yang baik? Bahkan kami tidak pernah meminta hal berat. Kami hanya ingin keberadaan kalian." Suara Lalice menggema di ruangan itu. Membuat seluruh penguni disana tersentak kaget. Lalice si pendiam, kini mulai mengeluarkan semua amarah yang sedari dulu dia tahan.

"Kemarin...." Lalice menggantungkan kalimatnya. Meremas kuat-kuat tangannya hingga memerah.

"Kemarin aku menyadari, betapa sialnya kami lahir di keluarga terhormat seperti kalian." Mata gadis berponi itu berkilat marah, dengan warna berangsur memerah menahan tangis.

"Aku bahkan hampir gila melihat fakta bahwa Rosé ingin meninggalkanku. Tapi kalian? Bahkan jika dia mati sekalipun aku bertaruh kertas-kertas kesayangan kalian tetap lebih penting." Suara Lalice mulai serak karena terus berteriak pada orangtuanya. Benar-benar mengeluarkan semua yang menumpuk di dalam batin.

"Lalice, kendalikan emosimu." Jung Minjae berusaha menegur Lalice dengan pandangan khawatir. Terlebih melihat napas anak itu yang mulai memburu.

"Tidak. Biarkan mereka sadar betapa buruknya mereka." Sentak Lalice yang tak mengalihkan pandangannya kemanapun selain pada orangtuanya.

"Lalice," Youngbae melirih, sembari melangkah mendekati Lalice. Dan tanpa bisa diduga oleh siapapun, lelaki itu berlutut di hadapan anaknya sendiri. Membuat semua orang terkejut.

Hold, Hug, and Understand ✔Où les histoires vivent. Découvrez maintenant