Aku Malas

59 7 2
                                    

Kata malas biasanya berkaitan dengan sifat atau watak manusia yang hobi rebahan, iye nggak?

Tapi cerita hidup yang hari ini gue tulis untuk pembaca, mungkin akan sedikit merubah cara pandang kita tentang sesuatu yang nggak kita ketauhi.

Waktu gue nyusun kisah seseorang yang satu ini, tiba-tiba gue inget tentang kisah yang ada dalam surat Al-Kahfi (Okey, mungkin gue terlalu lebay) dimana saat itu Nabi Musa kurang bersabar terhadap apa yang dilakukan oleh Nabi Khidir dikarenakan ketidak tahuannya.

Perkenalkan, nama tokoh yang kali ini gue angkat kisahnya adalah Nira (Nama samara tentunya) dia seorang gadis berumur 26 tahun yang tinggal bersama Ibu dan adiknya. Ayah? Tokoh kali ini tidak ingin membicarakan kemana perginya sang ayah. Dia anak kedua dari 3 bersaudara, kakak pertamanya sudah menikah dan tinggal dengan suaminya.

Dia wanita dewasa yang bekerja disalah satu perusahaan swasta di kota. Dia bukan wanita yang rajin ataupun ulet, dia hanya wanita biasa (itu yang dia definisikan tentang dirinya) yang kadang bisa merasa malas, jengah dan lain sebagainya.

"Hampir 4 tahun aku bekerja disini kak, dan selama itupula aku mencoba memberikan sedikit pundi-pundi rupiah yang aku dapatkan untuk membantu perekonomian keluarga."

Keluargnya bukan berasal dari keluarga yang berada, dan bisa dibilang jika mereka merupakan pendatang di kotanya. Tapi itu tidak membuat mereka berkecil hati, karena mau kembali ke kampung halaman ibunyapun itu bukanlah solusi, sebab ibunya memang sudah tidak memiliki siapa-siap. Beliau merupakan anak tunggal dikeluarganya.

"Selama 4 tahun aku bekerja, selama itupula aku tidak bisa mengendarai sepeda motor kak, jadi selama ini yang mengatar atau menjemputku adalah ibuku, karena adik lelakiku masih dibawah umur."

Nira menceritakan alasannya tidak menggunakan angkutan umum/ gojek dikarenakan penghasilan yang dia terima sudah sangat pas-pasan untuk makan dia dan keluarganya.

"Aduh, aku suka pengen nangis kalo inget hal ini. Bahkan ke temen-temen, sahabat atau ibuku pun aku nggak berani cerita kak."

"Suatu saat ibuku juga pernah bertanya mengapa aku tidak belajar menggunakan sepeda motor, tapi pertanyaan itu aku jawab dengan candaan kak, aku bilang, bahwa aku tidak perlu belajar membawa sepeda motor, karena kelak  aku akan langsung belajar membawa mobil."

Nira menambahkan jika dia merasa berdosa karena sudah membohongi ibunya. Teman-teman kerja sampai sahabatnya pun sering mengejek dan memperoloknya.

"Bukan salah mereka sih kak, kalo ngatain aku pemalas, penakut, atau durhaka ke ibuku, karena ya manusia mana juga yang kayak aku ya kak? Diumur yang udah tua gini masih aja ngerepotin orangtuanya."

Nira bercerita jika ada teman kerja, sahabat, bahkan kakak perempuannya yang bertanya mengapa tidak belajar membawa sepeda motor sendiri, dia sering menjawab takut atau malas.

"Dan kakak pasti tau bagaimana reaksi mereka saat mendengar jawabanku kan? Banyak dari mereka menghakimiku, mengataiku dan mengejekku. Padahal ada satu hal yang nggak mereka tau. Aku memutuskan untuk tidak belajar mengendarai sepeda motor, karena agar sepeda motor yang kubeli dari hasil keringatku, bisa digunakan juga oleh ibu untuk berjualan atau untuk mengantar adikku ke Sekolah, sebab kami hanya memiliki satu sepeda motor. Aku takut, jika aku sudah bisa menggendarai sepeda motor, ibuku tidak akan bisa lagi membawa motorku untuk berjualan atau mengantar adikku sekolah dengan leluasa, aku takut ibu akan merasa sungkan padaku. Aku hanya punya ibu, maka aku akan menggunakan segala cara untuk menjaga perasaannya."

Nira menambahkan jika dia sangat mengenal ibunya, ibunya adalah sosok yang tegar, kuat dan paling tidak mau merepotkan anak-anaknya.

"Aku ingin selamanya sedekat ini dengan ibu kak, karena sepanjang perjalanan pulang pergi bekerja, aku selalu menghabiskan waktu sambil mengobrol dengan ibu. Aku takut, ketika aku sudah bisa mengendarai sepeda motor sendiri, ibu akan menyuruhku untuk membawa motor ke tempat kerja, takut jika ibuku akhirnya memutuskan untuk berjualan sambil berjalan kaki, takut ibu tidak mempunyai cukup uang untuk membekali adikku sekolah menggunakan angkutan umum."

Nira menjelaskan jika dia tau dengan pasti, jika ibunya mungkin lelah terus-terusan mengantar jemput dirinya, tapi yang dia yakini, lelahnya sang ibu hari ini, tidak akan lebih melelahkan saat ibunya memutuskan untuk berjualan sambil berjalan kaki.

"Biarlah kak, ibuku hanya lelah pada raganya, asal hatinya tidak lelah terus-terusan merasa sungkan dan tak enak padaku. Semoga lelahnya ibu hari ini, bisa menjadi tabungan pahala dihadapan-Nya. Dan biarlah, sabarnya aku hari ini atas olok-olokan mahluk, bisa menjadi tabunganku di akhirat kelak, sebab aku ini bukanlah hamba-Nya yang benar-benar taat, kak."

Dengan iseng, gue pun bertanya, mengapa dia tidak memutuskan untuk mengambil motor ke deler/ lising. Dan Nira menjawab, jika dia takut akan ancaman yang Allah berikan kepada manusa-manusia yang masih mengambil riba.

Gue nggak tau, apakah pembaca bisa mendapatkan satu poin penting dari cerita ini, sepertihalnya yang gue dapatkan.

Tapi memang, kita-gue maksudnya-yang lebih sering nggak tau apa-apa, terbatas,lemah justru lebih vokal dalam menghakimi, menilai, mengkorekai hidup seseorang.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 09, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

THE ART OF LIFEWhere stories live. Discover now