05

1.3K 190 11
                                    

Kayla

Apa saya mimpi?

Tidak, saya jelas sedang tidak bermimpi.

Saya benar-benar sedang duduk di depan Kak Arga. Kak Arga yang saya kenal dari kehebohan Dina tentang sebuah band. Tidak pernah sedikit pun terpikirkan oleh saya tentang kebetulan seperti ini. Menurut saya, kebetulan ini terlalu mengerikan. Siapa sangka, Kak Arga itu anaknya Om Pandu, sahabat Ayah semasa sekolah dulu yang baru ia temui lagi semenjak reuni sekolahnya beberapa bulan lalu.

"Kamu itu, bukannya yang kemarin ya? Yang ngintipin temennya,"

"Eh? A—aku enggak ngintip..."

"Hahahaha. Iya, iya. Enggak ngintip tapi enggak sengaja lihat, 'kan?"

Saya mengangguk lalu menundukkan kepala tapi diam-diam melirik Kak Arga. Senyum Kak Arga itu memang benar-benar menular. Buktinya, saya tanpa sadar tersenyum lagi.

"Om Ridwan-nya inget sih. Tapi enggak inget pernah ketemu kamu waktu kecil." ucapnya lagi.

"Iya, aku juga, Kak."

Sepi menyeruak di antara saya dan Kak Arga. Tidak ada satu pun dari kami yang kembali membuka konversasi. Saya melirik Kak Arga, lelaki itu sedang menyeruput minumannya dalam diam.

Sementara Ayah sedang sibuk berbincang bersama Om Pandu dan beberapa orang teman mereka. Bunda juga tidak kelihatan. Duh, sejujurnya saya ingin pulang saja. Walau saya sesenang itu bertemu dengan Kak Arga, tapi tetap saja saya merasa bingung harus melakukan apa jika ditempatkan dalam situasi yang seperti ini.

"Arga!"

Saya ikut mendongakkan kepala saat seseorang meneriaki nama Kak Arga. Oh, ternyata itu teman-teman satu band -nya—The Devil's Talk dan juga... Seorang perempuan.

"Hai, lo pada dateng." sahut Kak Arga sembari memeluk satu persatu teman-temannya. Namun, pelukan terakhir yang ia berikan kepada perempuan itu terlihat berbeda.

"Turut berduka atas meninggalnya Nenek lo ya, Ga. Enggak nyangka banget deh. Kemarin kayaknya gue baru dibikinin opor ayam sama Nenek lo." Saya ingat siapa nama orang ini—kalau tidak salah namanya Kak Manuel alias Kak El—anggota The Devil's Talk yang Dina sukai.

"Iya, iya, bener. Baru kemarin Nenek lo suruh kita main ke rumah." Kalau yang ini, namanya Kak Ben. Wah, saya sedikit salut kepada diri sendiri karena hafal nama mereka.

Lalu yang terakhir ada Kak Cetta—drummer-nya The Devil's Talk. Lelaki itu menepuk pelan pundak Kak Arga. "Sabar ya, Ga. Kita tahu lo sedeket apa sama Nenek lo."

"Thanks, guys." balas Kak Arga sambil tersenyum lega.

"Ga," saya menoleh ke arah perempuan itu—yang sejak tadi berdiri di samping Kak Arga. "Aku boleh ke dalem?"

Kak Arga tercenung beberapa saat sebelum akhirnya menganggukkan kepala, "Kalian semua masuk aja. Salamin Mama."

"Cetta, lo ikutan ngaji kali, males banget." ujar Kak Ben.

"Astagfirullah, ini gue mau masuk!"

Saya melihat bagaimana Kak Arga terkekeh pelan melihat kelakuan teman-temannya. Saya sudah bilang kan kalau senyumnya itu menular? Saya tidak akan pernah bosan untuk mengatakan itu karena senyumnya memang berbahaya. Namun, sosok perempuan yang tampak sangat dekat dengan Kak Arga itu membuat atensi saya kembali beralih ke arah-nya. Dia adalah pacarnya Kak Arga, yang saya lihat di Instagram Kak Arga kemarin.

"Eh, Kayla?"

Saya tersentak kaget saat Kak Arga tiba-tiba saja menyebut nama saya. Yang menatap saya saat ini bukan hanya Kak Arga—tapi juga teman-temannya, termasuk perempuan itu.

Will HeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang