prolog: a dandelion.

118 7 9
                                        


Memejamkan mata, Sasa menghirup napas dalam dan menghembuskannya perlahan

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.

Memejamkan mata, Sasa menghirup napas dalam dan menghembuskannya perlahan. Upaya untuk menenangkan diri, begitu yang kakaknya selalu katakan. Dengan mata terpejam, ia dapat merasakan indranya yang lain semakin kuat. Aroma chamomile yang bercampur dengan aroma kayu mengisi indra penciumannya. Percakapan di sekitar yang sebelumnya menjadi latarbelakang musik baginya, kini terdengar jelas di telinganya. Ia juga dapat merasakan kehadiran seseorang yang baru datang, berdiri tepat di belakangnya.

Ia membuka mata. Sepasang mata menyapanya dari pantulan cermin. Ia tersenyum, membuat orang yang berdiri di belakangnya ikut tersenyum. Orang itu meletakkan kedua tangannya di pundaknya.

"Gugup, ya?"

Sasa mengangguk.

"Wajar, kok. Aku juga selalu kayak gitu, padahal udah sering tampil di panggung," ucapnya, mencoba menenangkan Sasa. "Tapi kalau udah di atas panggung, rasa gugup itu hilang. Percaya, deh,"

"Aku tahu," balas Sasa sambil berdiri, bertepatan dengan kakaknya yang masuk ke dalam ruangan dengan kamera kesayangannya.

"Sasa, Bintang, foto dulu sini," ucap sang kakak.

Mendengar perintah itu, Bintang langsung meletakkan tangannya pada pundak Sasa. Merangkul Sasa dan tersenyum lebar pada kamera. Sasa melirik Bintang sekilas sebelum ikut tersenyum.

Bintang melepaskan rangkulannya setelah sesi foto selesai.

"Giliran lo, Kak Radit," kata Bintang sambil melangkah mendekati Radit dan mengambil kameranya. "Foto sama Sasa,"

Pasangan kakak adik itu pun langsung berpose di depan kamera. Setelah berfoto, Radit menatap Sasa dengan tatapan takjub, seolah tak percaya melihat penampilan adiknya sekarang. Sasa baru saja akan berkomentar pada kakaknya ketika kakaknya itu memeluknya erat.

"Aku senang banget hari ini, Sa," ucap Radit pelan. "Aku bangga sama kamu,"

"Aku juga," balas Sasa dengan suara tercekat.

Perkataan Radit membuatnya ingin menangis. Ia juga bangga pada dirinya sendiri.

"Papa datang, Sa," kata Radit lagi, mengeratkan pelukannya. "Papa mau lihat kamu,"

Mendengar ucapan kakaknya, air matanya turun seketika. Kalimat itu mungkin terdengar sederhana bagi sebagian orang. Namun baginya, kalimat itu sangat berarti.

"Udah, aku cuma mau bilang itu," Radit melepaskan pelukannya. "Ayo, Bin. Kita nggak bisa lama-lama di sini,"

Bintang yang semula memperhatikan mereka dari jauh, melangkah mendekati mereka. Ia menghapus air mata Sasa ketika berdiri di hadapannya.

"You will do your best," bisik Bintang sambil memeluk Sasa. "Good luck,"

***

Tidak lama setelah Bintang dan Radit pergi, ia mendengar namanya dipanggil. Degup jantungnya menjadi semakin kencang sampai ia sendiri bisa mendengarnya. Salah satu staf acara masuk ke dalam ruangan dan memberinya kode untuk segera naik ke atas panggung. Ia mengangguk.

querencia [1]Место, где живут истории. Откройте их для себя