Aku ingat terakhir kali aku mengunjungi ruangan temaram karena bunyi yang begitu mengganggu, itu terdengar seperti geraman akan tetapi samar.
Karena sifat penasaran yang mendarah daging di tiap manusia, aku pun menengok apa yang terjadi di tempat itu dan aku menyesal. Sangat.
Di sana aku melihat punggung wanita dengan rambut berantakan yang memang membelakangiku sedang makan bongkahan besar sesuatu. Mencoba melihat lebih jelas akupun mendekat dengan mengendap. Aku melihat... Kepala?
Kepala itu hanya kepala! Tanpa tubuh! Seperti memang dilepas paksa. Anggota tubuh yang lainnya terpisah hanya sebelah, seperti seluruh lengan kiri dan telapak kaki sampai betis. Sedangkan bagian perut sudah tak beraturan karena dimakan dengan brutal oleh wanita sinting itu.
Tubuhku bergetar, kakiku seketika lemas. Aku mundur ke belakang dan malah tersandung sesuatu, dan—astaga! Itu pistol, sepertinya milik tubuh korban yang terkapar itu.
Ketika pandangan mataku kembali fokus ke depan wanita itu sudah menatapku dengan tatapan tajam, kuku-kuku jarinya terlihat kotor, tidak terawat dan berdarah. Bukan hanya jari—tangan, mulut, dan bahkan bajunya kotor oleh darah dan juga debu-debu tanah.
Matanya kosong namun tajam seperti dirasuki sesuatu. Gawat! aku harus kabu–
Wanita itu sudah menarik kakiku dan dengan reflek akupun menendang-nendang wajahnya karena cara berjalannya merangkak. "P–pergi!"
Kucoba meraih pistol disekitar dengan panik, begitu dapat aku mengarahkan benda yang baru seumur hidup aku gunakan. Mencoba menarik pelatuk mencontoh sesuai yang ada di layar lebar. "Menjauhlah! Atauku tembak tepat di kepala sialanmu itu."
Wanita itu malah menyeringai, kurasa dia memang benar sinting. Segera aku mengangkat pistol itu keatas dan—
Dor!
Tembakan itu membuat cekalannya melemah, segera kutendang dia dan berdiri dengan pistol mengacung pasti kearahnya. Dia terlihat marah, merangkak dengan perlahan. Mode siagaku menyala dengan terang sekarang ini.
Tiba-tiba dia menuju tembok dan mulai merangkak di sana seperti cicak. Gelap sekali, dirinya jadi tidak terlihat. Namun geraman itu kembali, oh tidak! Itu tepat di atasku.
Sekejap aku berlari menuju saat aku pertama kali masuk. Dalam hati mengharap ada seseorang yang kebetulan lewat dan menolong, meski itu terasa tidak mungkin. Geraman itu mendekat seperti nya dia merangkak dengan cepat di atas dan itu tidak bagus untukku. Tapi aku terus saja berlari sampai lorong itu ada diujung jalan keluar.
Setitik cahaya yang perlahan membesar membentuk jalan keluar, semakin dekat. Segera kupercepat lariku namun sebelum sampai dirinya menjatuhkan diri di depanku. Kenapa bisa? Atau lebih tepat sejak kapan?
Posisi jatuhnya yg sama seperti dia merangkak sebelumnya sepertinya telah mematahkan beberapa tulang rusuk karena terdengar bunyi patahan selain bedebum itu. Anehnya dia tetap bisa merangkak kearahku.
Segera aku mundur perlahan dan mengarahkan pistolku padanya.
"Aku benar-benar tidak segan untuk menembak kepala sialanmu itu saat ini jika kau tak segera menyingkir," peringatku padanya dan dia malah tertawa dengan lengkingan menyakitkan telinga. Seakan tak akan lebih buruk dengan gema yang memantulkan suara lengkingan itu.
Pistol yang kutodongkan itu bergetar dan suara tembakan terdengar, karena aku tidak berani melihat kearahnya. Ketika perlahan penglihatanku terbuka menghadapnya, tembakan itu terkena bahunya tapi nampak tak kesakitan karena itu segeralah kutembak kembali dan mengenai punggung.
Dia tetap berjalan walau sebenarnya sempat ambruk, lalu tembakan terakhir—
Dor
Tepat mengenai pusat kepalanya, tubuhnya limbung. Sejenak kulihat tatapan yang sangat berbeda dari sebelumnya, sayu. Rasa bersalah ku menyeruak saat itu juga dan tetesan air mata tak terbendung bercampur keringat yang mengucur saat berlari.
Tapi karena takut aku segera berlari dari sana, dan di trotoar aku melihat ada telepon umum. Segera ku hubungi polisi dan jangan lupakan pistol itu yang aku pegang dengan erat.
"Di terowongan dekat jembatan, a-aku mendengar s-suara tembakan. Sepertinya telah terjadi pembunuhan di sana."
"Dengan siapa–"
Pip
Aku segera keluar dari sana dan pulang, berusaha melupakan kejadian buruk itu. Pistol itu kusimpan dalam jasku.
Sebulan kemudian aku tetap menjalani kehidupanku yang biasa ini dengan tenang, kecuali tentang ruang temaram gelap nan pengap. Aku akan langsung pingsan jika saja sendirian pada saat-saat itu terjadi.
Nasib pistol itu? Dia aku kubur di belakang rumah langsung ketika pulang. Dan saat itu polisi datang menanyakan tasku karena ada di TKP. Aku berdalih bahwa tasku dicuri saat itu, untunglah tidak ada kamera pengawas di daerah itu. Aku aman dan hanya menjadi saksi saat itu.
Entahlah kalian menganggapku seperti apa, yang jelas kejadian ini adalah yang terburuk dalam hidupku dan aku bersyukur masih hidup hingga saat ini. Dan aku tidak akan mengulangi hal yang sama, mungkin saja.
Karena pada saat aku berangkat ketempat kerja terdapat jalur kuning polisi dengan banyak masa disertai suara sirine polisi dan ambulan yang bertabrakan.
Ketika aku bertanya pada salah satu masa di sana, terjadi kasus serupa dengan sebulan yang lalu. Tubuhku langsung kaku saat itu.
Apakah ini akan terus berlanjut?
———
ehe,
KAMU SEDANG MEMBACA
scary telling
RandomUrban, creepy, nightmare, psycho Buat seru-seruan aja, Semoga suka:)