5

190 10 4
                                    

Pict ; perpustakaan pribadi George.

enjoy

Demi apapun, jika ada yang mendengar detak jantung Iliandra tolong berpura-pura tidak mendengarnya. Jantung gadis itu benar-benar berdetak kencang tanpa bisa dikendalikan, sementara badannya kaku dengan posisi duduk formal menghadap depan.

Iliandra, gadis malang itu tengah duduk diantara dua pria yang tidak terlalu dia kenali. Posisi Iliandra yang berada di antara mereka berdua membuat gadis itu terdiam untuk waktu yang lama ditambah aroma parfum dan deru nafas yang begitu dekat membuat gadis itu terdiam kaku..

Kini mereka didalam perjalanan menuju rumah George dengan seorang pria berjas hitam sebagai supir didepan dan dua pria serta satu wanita di kursi penumpang, ini gila, bayangkan betapa dekatnya mereka satu sama lain. Iliandra sebenarnya ingin duduk didepan namun Matthew tidak menginginkan itu, entah kenapa.

"Kau bisa menyandarkan punggungmu pada sandaran jika kau mau, badanmu bisa patah jika duduk seperti itu, rumah George masih jauh dan kau tau itu" Matthew memberi saran.

"Tidak, terima kasih" Jawab Iliandra, gadis itu tersenyum kaku sejenak kearah matthew.

Matthew tertawa keras "Hey, bisakah kau lebih santai?" Ucapnya "George tidak akan memakanmu" tambah pria itu dengan nada menggoda membuat George menatapnya tajam sementara Iliandra tersenyum tipis.

————

Hembusan angin sore menerpa wajah Iliandra, pelan. Sprei putih yang digantung tidak jauh di hadapannya berkibar seirama dengan anak rambut gadis itu. Gadis itu tersenyum karena selesai mencuci dan menjemur sprei bekas tumpahan bubur di kasur George. Sebenarnya Iliandra curiga tumpahan bubur itu bukan disebabkan oleh dirinya, bagaimana tidak tumpahan bubur di atas kasur george benar-benar seperti baru, tidak ada bau busuk yang keluar seperti ucapan temannya itu, mana mungkin tumpahan bubur yang sudah jatuh hampir dua hari tidak berbau sama sekali, aneh. Tetapi gadis itu mecoba untuk tidak perduli, anggap saja dia membalas budi karena diberikan bubur dan juga susu.

Iliandra tersenyum, menatap tempat jemuran pakaian yang terlihat begitu indah kemudian melangkah masuk kedalam mansion megah milik pangeran tampan George, rumah ini begitu megah sampai-sampai Iliandra tersesat ketika dia mencari tempat jemuran beruntung sekarang dia sudah sedikit hafal.

Langkah iIliandra pelan, matanya bergerak melihat keindahan arsitektur rumah ini sesekali berdecak kagum disaat matanya tanpa sengaja melihat lukisan-lukisan besar disepanjang lorong yang dia lewati namun tidak bertahan lama karena setelah itu langkah pelan gadis itu mendadak berhenti. Tepat diujung lorong seorang pria dengan tatapan tajam tersenyum miring kearahnya, hanya sebentar karena setelah itu dia berlari menghilang diikuti suara barang pecah, kaki gadis itu otomatis berlari ketempat pria tersebut namun nihil yang gadis itu lihat hanya pecahan piring-piring antik yang berserakan dilantai.

Iliandra mengangkat kepalanya dan betapa terkejut gadis itu ketika pria yang tadi menatapnya kini berlari kearahnya seperti menemukan mangsa. Gadis itu mendadak panik, matanya membulat sempurna dan sialnya dia tetap diam, kakinya seperti tidak sanggup membawa gadis itu menjauh dari tempat tersebut. Pria itu berhenti sejenak tidak jauh dari hadapan Iliandra, smirk mengerikan kembali muncul diwajahnya sebelum tangannya dengan sigap mengkokang senjatanya dan mengarahkan tepat dipelipis gadis itu.

keringat dingin mengucur deras dipelipis Iliandra "Apa mau-mu?" tanya gadis itu gemetar, kakinya dengan perlahan mundur kebelakang sembari menatap awas pria itu yang kini melangkah maju kedepan.

"Ikut denganku!" Jawabnya dingin sembari tangannya menarik pelatuk. "Kau tahu betul jika kau menolak saat ini juga kau mati?" Tambah lelaki itu kemudian tertawa, tertawa besar sekali.

Lidah Ilindra kelu, ingin gadis itu menjawab tetapi tubuhnya yang menggigil ketakutan membuat dia hanya bisa terdiam, satu-satunya hal yang bisa gadis itu lakukan sekarang adalah menutup kedua bola matanya erat.

Langkah kaki perlahan mendekat kearahnya diiringi tawa memekakan membuat debaran jantung gadis itu semakin menggila, Iliandra menutup matanya semakin erat, sangat erat sampai tidak menyadari beberapa orang berjas hitam kini sudah mengepung tempat tersebut.

"Tolong jangan mendekat, tolong" Ujarnya pelan, air mata perlahan mengalir melalui sela-sela matanya. Dalam hati gadis itu berdoa, meminta pengampunan atas semua dosanya waktu hidup, mungkin sudah saatnya dia bertobat.

Setedik kemudian, seperti puncak dari debaran jantungnya, jantung gadis itu hampir meledak, suara tembakan beserta teriakan bergema di seluruh ruangan. Pria itu kini sudah jatuh dengan posisi berlutut dihadapan Iliandra sementara pistolnya tergeletak tak berdaya dilantai. Tidak jauh dari tempatnya berada seorang pria berjas dengan senyum kemenangan memandangnya remeh. Suara tembakan tadi berasal dari pistol pria tersebut sementara pria berjas dibelakangnya menembak tanpa suara—sungguh mengesankan. Sebelum pria itu kembali bergerak, pria berjas lainnya sudah lebih dulu mengunci kedua tanggannya.

"Jangan biarkan dia mati!" Ujar Matthew dingin. Tidak ada yang tahu darimana Matthew datang yang mereka tahu pria itu tiba-tiba sudah berjalan pelan melewati Iliandra menuju pria yang sudah tertunduk lemas dilantai.

"Abraham Ainsley menyuruhmu?" Tebak matthew dengan sorot mata jenaka, pria itu tertawa sinis kemudian melanjutkan "Wah dia bermain terlalu cepat, aku terkejut" tambah Matthew dengan nada suara yang dibuat-buat. Sementara pria yang ditanya hanya terdiam membiarkan sorot mata penuh amarahnya menancap kedua bola mata Matthew. "Kau harus tetap hidup bukan?" Matthew kembali bersuara, kakinya dia tekuk dengan begini Matthew bisa langsung melihat pria itu tanpa harus menunduk "Keluargamu, ah ya.. Silvia, dia masih membutuhkan ayah".

Seperti tersambar petir, kedua bola mata pria itu terbuka lebar menatap matthew penuh amarah sembari memberontak mencoba melepaskan tangannya dari pria berjas yang berada tepat dibelakangnya. "Jangan pernah kau coba menyentuh anakku!" Dia berteriak "Dia terlalu suci untuk disentuh manusia-manusia iblis seperti kalian" tambahnya. Tawa matthew semakin besar, pria itu berdiri dari duduknya, memasukan kedua tangannya didalam saku celana "Kau sendiri bekerja untuk iblis, lalu apa bedanya kau dengan kami?" Matthew menunduk memandang remeh pria tersebut "Ikuti perintahku dan kupastikan semua keluargamu selamat". Setelah mengucap itu matthew menegakkan kembali tubuhnya, memberi isyarat pada bawahannya untuk mengatur pria itu sementara dia berlalu pergi dengan siulan pelan dari mulutnya.

Tidak jauh dari tempat pria itu dan Iliandra berada seorang perempuan berambut pendek melangkah mendekat sembari memakai jas hitam yang sebelumnnya bertengger rapi di tangannya. "Jangan khawatir..." Ujarnya ketika dia sudah berdiri dibelakang tubuh Iliandra, tangan wanita itu menyentuh pelan bahu Iliandra yang bergetar "...semua musuhmu mencintaimu"

—tobecontinue—

ANTARA DENDAM DAN CINTAWhere stories live. Discover now