-25-

1K 106 18
                                    

Azri tidak lelah untuk mencari Ghania, kemana ia pergi? Kenapa secepat ini? Apa sudah dari jauh-jauh hari gadisnya telah merencanakan aksi kabur-kaburannya itu.

Sungguh ironi, Azri yang begitu mencintai Ghania dan Ghania yang selalu berusaha lepas darinya. Azri sadar, pria itu banyak kekurangannya. Ia tidak normal, ia suka darah, ia mungkin bisa dicap sebagai psikopat gila yang mencintai gadis normal seperti Ghania. Apa salahnya? Jikalau Azri nekat memerintahkan beberapa orang untuk membunuh si peluka dari gadisnya. Tidak lain, semata-mata hanya untuk memberi balasan.

Dan Ghania tidak menyukai Azri yang begitu.

Deg!

Benar, gadis normal mana yang mau menerima kelakuan prianya yang melenceng dari tindakan wajar seorang manusia. Azri pun telah melanggar aturannya sebagai mahluk ciptaan-Nya. Azri sungguh pria penuh dosa.

"Ada kabar baik." Tiba-tiba Suha menyeletuk, sedikit mengalihkan lamunan Azri. Evano menoleh, Suha duduk di kursi penumpang bagian belakang.

"Apa itu?" tanya Evano penasaran.

Suha menunjukan layar ponselnya. Tertera di sana terdapat pesan dengan beberapa deretan kata yang membuat Evano, membelakakan matanya. Tak urung ia menepuk bahu Azri di sampingnya, kelewat semangat.

Azri berdecak, sebelum mengeluarkan tanduknya Evano segera berkata, "Mama lo, udah sadar."

"Hah! Mama Emy? Mama Kak Azri kah?"

Ups

Evano menyengir ke arah sahabatnya, mulut Evano itu sudah seperti mercon yang sukanya meledak-meledak, tak tau tempat dan situasi pula.

Mobil yang Azri kendarai, sengaja di berhentikan di pinggir jalan. Ia melongok ke belakang, tangannya terulur ke arah Suha sebelum akhirnya di tampik Evano.

"Lo mau ngapa dah gitu-gitu sama Suha," protesnya.

Azri memijit pelipisnya pusing.

Sebelum terjadi pertengkaran Suha menengahi, "Ka Azri mau liat pesan yang Papa dari Kaka kirimin ke aku, kamu suka salah sangka gitu deh. Gak waras memang." Suha jadi kesal.

Kening Evano makin mengerut dalam, Papa dari Azri, beliau Bertoldi?

"Dan sejak kapan pula kamu punya nomor ponselnya Om Berto, kamu mau sama yang udah kelewat matang."

Astaga!

A & G

"Jangan melamun terus." Teguran itu sontak menyadarkan Ghania dari lamunannya. Gadis itu tersenyum kikuk ke arah seorang wanita, yang wajahnya sudah seperti duplikat dari Ibunya saja. Kenyataannya memang begitu.

"Maaf." Ghania menunduk setelahnya.

Fina menghembuskan napasnya pelan, ia menarik kursi lalu duduk disana. Berhadapan dengan Ghania, pemandangan kebun yang ada di samping jendela menjadi bonus dan penyegar sendiri bagi Ghania, dan mungkin juga Fina.

"Apa ada masalah? Kenapa kamu datang ke sini kalau ada sesuatu saja, kenapa tidak setiap hari saja?"

Ghania tergagap, bingung untuk menjawabnya. Fina tertawa, tangannya mengelus kedua tangan Ghania yang saling terkepal di atas meja.

"Tante hanya bercanda."

"Ah, ya," kikuk Ghania. Tante Fina dengan selera humornya, kadang keduanya suka beda frekuensi. Ghania suka bingung karenannya.

"Jadi, kenapa?" tanya Fina lagi, penasaran.

Ghania berdehem. "Sebelumnya aku minta maaf karena jarang mengunjungi tante dan juga tiba-tiba dateng ke sini tanpa pemberitahuan terlebih dulu. Kedua, Tante benar aku lagi ada masalah."

Tattoes? No Problem Or Problem [2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang