-26-

1.1K 126 39
                                    

Vote dulu sebelum komentar. Tembus 40 vote hoho, up cepet. Apasih, ini pembalasan 'cring!'

"Ghania tunggu!"

"Iya?" Ghania menghentikan langkahnya sejenak, ia menoleh dan langsung berhadapan dengan Fina yang napasnya tersenggal-senggal sehabis mengejar ponkannya, jangan lupakan ekspresi yang terlihat ... cemas itu.

Ada apa?

"Ada seseorang yang tengah mencarimu." Setelah mengatur deru napasnya yang agak memburu, Fina akhirnya bisa berbicara juga.

Kening Ghania mengerut. "Tante, Ghania kan udah pernah bilang. Kalau ada yang nyariin bilang Ghania ngga ada di sini."

Ghania mencoba masa bodoh, ia hendak melanjutkan langkahnya, menyusul Neru yang ternyata juga berhenti berjalan, Neru menunggunya tak jauh di sana.

"Tunggu Ghania." Suara tante Fina merendah, beliau mencekal lengan Ghania hingga mau tak mau membuat Ghania kembali berpaling ke arahnya.

Sejenak, Ghania dapat melihat jelas raut serius dari tantenya. Tante yang bisanya melontarkan candaan, kini tampak berbeda. Masih meninggalkan kesan hangatnya, namun juga tegas secara bersamaan.

Baiklah, sepertinya ini memang penting dan Ghania mengangguk menurut. Kembali memasuki rumah dengan di dampingi Tante Fina di sebelahnya. Tanpa sadar, Ghania telah meninggalkan Neru yang salah tingkah dan ragu untuk melanjutkan langkah.

Jantung Ghania, tolong selamatkan jantung Ghania yang sepertinya hendak lepas dari tempatnya. Saat pertama kali melihatnya, Ghania sungguh mengaga tidak percaya.

Beliau berada di sini, tersenyum teduh seperti biasanya terhadap Ghania. Ghania kikuk, salah tingkah dan sebagainya. Tentu saja, banyak pertanyaan yang bercokol di benak Ghania.

Darimana beliau tau tentang keberadaan Ghania, di sini? Kira-kira seperti itu lah salah satunya.

"Apa Papa menganggu waktu sibukmu, Ghania?" Ah dengarlah, Ghania semakin merasa tidak enak.

Ghania menggeleng. "Engga kok, Pa." ia masih terus menundukan kepalanya. Enggan untuk sekedar mendongkak. Sebab di depannya ada sosok Bertoldi, beliau dengan tenanganya kini tengah mengajak Ghania berbicara, hanya berdua. Atau lebih mengarah ke introgasi ya?

"Maaf Papa datang tiba-tiba tanpa memberitahukan kamu terlebih dahulu. Soalnya, Ghania juga susah di hubungi, sepertinya memang benar-benar sibuk ya?"

Lidah Ghania kelu untuk berbicara, tapi ia harus bisa mengatakannya. Ghania mendongkak meras tidak sopan. Saat seseorang berbicara denganmu, kamu harus menatapnya agar orang itu merasa kamu menghargainya. Begitulah yang Ghania tahu.

"Harusnya, Ghania yang meminta maaf pada Papa dan mungkin pada semuanya. Maaf telah membuat kalian cemas." Setelahnya, Ghania kembali menunduk penuh sesal.

Bertoldi mengangguk tenang, beliau setia menatap Ghania yang duduk gelisah di depannya. Bertoldi tersenyum miring melihatnya.

"Begitu ya, sukur kalau kamu sudah sadar duluan."

Deg!

Perkataan bagai silet itu, menohok relung hati Ghania.

Beliau mendesah pelan, kembali melanjutkan perkataannya yang terjeda, "Jika kamu belum bisa menerimanya bagaimana kamu bisa merubahnya---

"Maksud Papa," sela Ghania. Sungguh tidak sopan.

Ghania spontan menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Kenapa ia jadi kelepasan begini.

Bertoldi terkekeh, mungkin Ghania terkejut atas pembicaraan yang tiba-tiba ini.

"Maksud Papa, jangan pernah lari dari masalah. Jika kamu menginginkan dia berubah. Terima dia dahulu. Papa yakin Azri pasti selalu memiliki alasan kenapa ia suka bertindak bodoh seperti itu. Ghania, jika kamu masih memiliki sedikit rasa dan cinta besar terhadap Azri, jika pergi tolong berpamitan kepadanya, terlebih lagi pada kedua orang tuamu yang pastinya tengah menangis cemas karenamu."

Tattoes? No Problem Or Problem [2]Where stories live. Discover now