4--Nikah?

532K 41.4K 10.1K
                                    


Hening, itu yang terjadi disini kali ini. Dara langsung mengusap air matanya kasar setelah bell masuk berbunyi nyaring, satu dua anak mulai masuk kekelas.

Banyak dari mereka yang mengernyit bungung saat melihat Bara dan Dara yang berhadapan.

Bara mencengkram tespack ditanganya berdoa dalam hati supaya tidak ada yang bisa melihat benda itu

"Ikut gue!,"

Dara tersentak kala tanganya ditarik kuat oleh Bara, bahkan ia merasakan pergelangan tanganya sakit saat ini. Langkahnya terseok-seok mengikuti langkah tegap Bara.

Sepanjang berjalan dikoridor banyak yang mengernyit bingung, tapi mereka tak berani membuka kalimat melihat tatapan tajam dan dingin Bara.

Dara mengernyit saat mereka sampai didepan gudang belakang sekolah. Pirikanya takut kalau Bara akan macam-macam saat ini.

"Bar sakitt," rintih Dara, karena sedari tadi genggaman Bara mengerat.

Bara menoleh, lalu melihat ke tanganya yang menggengam tangan Dara, merasa Dara kesakitan. Bara mengendurkan peganganya pada tangan Dara.

Tanganya merogoh kunci gudang disakunya, membukanya dan menarik Dara masuk.

Mulut Dara menganga, mungkin banyak yang tau bahwa ruangan belakang sekolah ini gudang, tapi jika melihat ruangan dalamnya pasti mereka akan tidak percaya.

Satu ranjang, televisi serta sofa panjang yang ada dipojok ruangan. Namun pikiran Dara saat ini tambah kalut, ia berusaha memberontak dari Bara. Tenaganya yang kecil tentu saja tak sebanding dengan tubuh besar Bara.

"Akh..," Dara meringis pelan kala Bara mencengkram dagunya erat. Air matanya sudah mengalir saat ini.

"Bilang apa tadi?, mau lo gugurin?  LO GILA HAH?"

Emosi Bara sudah sampai diubun-ubun kali ini, dia tak menghiraukan Dara yang merntih kesakitan. Yang dia pikirkan saat ini adalah anaknya, darah dagingnya.

"Bar..sakiiit,"

Bara mulai melepaskan cengkramanya kala sadar bahwa ia terlalu kasar terhadap gadis itu.

Dara terduduk diatas ranjang dan itu diikiuti Bara yang duduk disampingnya.

"Jangan gugurin," gumam Bara pelan.

Dara menoleh, tanganya ia gunakan untuk mengusap pelan perutnya, air mata kembali berjatuhan ke pipinya.

"Gue bingung, takut, kalau orang gue tau gimana Bar..?" Dara terisak lirih membayangkan masa depanya.

Bara terdiam, kemudian dengan mantap dia berkata sesuai pemikiranya. "Gue nikahin lo!"

Dara mematung, tatapanya terlihat kosong. "Eh, udah kan? Gue mau masuk kelas,"

Tanpa menoleh Dara berdiri begitu saja, ia takut melihat Bara marah kala ia mengalihkan pembicaraan.

"Akhh..,"

"Duduk!"

Ucapan penuh peringatan itu membuat Dara diam tak berkutik. Setelah ditarik untuk duduk kembali di ranjang ia tak berani menatap Bara.

"Nikah sama gue please! Gue cuma mau tanggung jawab itu aja. kalo lo mau gugurin kandungan itu, siap-siap aja hidup lo nggak akan tenang."

Bara memasang smrik andalanya. Ucapan penekanan itu membuat Dara sedikit was-was.

Dara menoleh menatap mata Bara, "Bar, bagi gue nikah itu cuma sekali, itu pun sama orang yang gue cinta. Kita nggak saling kenal, gue cuma tau lo sebatas nama aja jadi gue mohon jangan halangin gue,"

Bara terdiam, cowok itu meng'iya' kan dalam hati ucapan Dara namun rasa ingin melindungi calon anaknya begitu besar. Bahkan ia tadi sempat membayangkan bagaimana jika dia dipanggil 'Papa' nantinya.

"Lo tau?, gue nggak tega sebenernya. Tapi gimana nasib gue?" Dara terisak pelan. Dirinya juga tak tega untuk membunuh calon anaknya, tapi pikiranya terus memikirkan masa depanya nanti.

Tangan besar Bara merangkup wajah yang bersimbah air mata itu. "Maafin gue, semuanya gara-gara gue kan? Gue emang patut disalahin. Tapi bisa nggak lo pikirin anak itu kedepanya? Dia nggak salah Dar, gue yang salah. Dan rasa bersalah gue itu mengharuskan gue untuk bertanggung jawab atas anak itu,"

Mata Bara memancarkan ketulusan dan penyesalan yang berlebih. Hal itu membuat Dara iba. Kata-kata yang terus terngiang dikepalanya adalah 'Dia nggak salah' dan dirinya mengakui itu.

"Hiks.. Gue bingung..gue takut," Dara terisak, tanganya mengusap rambutnya kasar. Hatinya masih diselimuti ketakutan saat ini.

"Bisa yakinin gue?"

Senyum Bara terbit, meski hanya tipis, sangat malah. Dia sudah memantapkan hatinya dari tadi, dan sekarang ia tak keberatan untuk menyetujui permintaan gadis itu kan?

>>><<

SARGAS(6)

BintangKecil: Woy Bar dimana lo?

AltairCakra: Lagi disawah dia,

BintangKecil: Mulai lagi lo.

Aldebaran: Mrks.

MarsRaspati: otw kesana!

Aldebaran: Jangan ada yang kesini.
Aldebaran: Awas lo pada.

Bara menatap gadis yang masih tertidur pulas diranjang, setelah obrolan panjang tadi Dara mengeluh jika dia sangat mengantuk. Jadi Bara mempersilahkan Dara tidur di ranjang markasnya itu.

Untuk urusan mereka secepatnya Bara akan bilang kepada Papanya. Hanya satu yang ia harapkan yaitu Papanya mengerti dan memahami penjelasanya.

Bara menatap ponsel miliknya yang berdering, nama Kakek tertera di layar. Segera mengangkatnya dan didekatkan di telinga. Was-was karena biasanya kakeknya akan menelepon jika penting ataupun dirinya membuat masalah.

"Pulang ke rumah kakek, ada yang mau kakek kenalin ke kamu!"

ALDARA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang