21

1.9K 294 71
                                    

Posisi keduanya masih tetap sama, bahkan hingga tiga puluh menit berlalu. Eric menangis, membasahi sweater navy milik Juyeon. Kedua bahu sempitnya bergetar, membuat Juyeon tak tega untuk melonggarkan pelukannya.

"Eric," panggil yang lebih tua pada akhirnya.

Perlahan Eric mengambil langkah mundur, membersit hidungnya lalu menengadah dengan mata yang masih basah. "Ka–kak, maaf banget gue gak maksud—"

cklek.

Tiba-tiba Juyeon mendorong tubuh mungil Eric untuk masuk ke dalam, kemudian segera menutup pintu apartemen. Tangan besar lelaki Lee itu bergerak menyentuh jemari Eric dan menggenggamnya.

"Sebenernya gue ke sini cuman mau ngembaliin ini, tapi ngelihat lo kayak gini, mau cerita lagi?" Juyeon memindahkan kartu pelajar yang awalnya berada digenggamannya beralih menjadi di dalam genggaman tangan Eric.

Eric menunduk, melihat jemarinya yang kini bertautan dengan jemari milik kakak kelasnya itu. Bahunya kembali bergetar hebat, merasakan kehangatan yang sudah lama tidak ia dapatkan. Terlebih begitu Juyeon melangkah lebih dekat dan segera menariknya ke dalam dekapan erat.

Keduanya memutuskan untuk duduk di balkon, menikmati hembusan angin malam dengan masing-masing semangkuk ramyeon panas. Juyeon memutuskan untuk menjadi pendengar Eric kembali pada malam ini, setelah mengirimkan beberapa pesan singkat pada kembarannya di rumah.

Suasana hening menjadi pendamping mereka selain angin malam, baik Eric maupun Juyeon sibuk menikmati ramyeon dengan hikmat. Sebenarnya Juyeon cukup merasa canggung akan suasana saat ini, tapi melihat Eric yang malah melamun dengan mulut penuh akan mie membuatnya mau tidak mau tersenyum kecil.

"Kak Juyeon," panggil Eric, membuka suara.

Juyeon berdeham, menyeruput kuah sebelum menoleh pada Eric.

"Definisi bahagia buat kakak itu apa?" tanyanya, mengalihkan atensi dari langit ke arah wajah Juyeon.

Lelaki Lee itu terdiam, terlihat menimang-nimang jawaban yang sekiranya tepat. "Memiliki keluarga utuh dan mendapatkan kasih sayang dari mereka, apalagi?"

Eric terbungkam setelahnya. Diam-diam kedua bahunya turun, lantas ia segera membuang muka.

"Ric?" Juyeon yang menyadari tengah terjadi sesuatu pada Eric pun mendekat. "Gue barusan salah ngomong, ya?"

Eric segera mengangkat pandangannya. "Enggak kok, kak. Definisi bahagia setiap orang 'kan pasti beda, gue nanya karena penasaran aja," balasnya diakhiri senyum masam.

Sementara Juyeon malah menaruh mangkuk ramyeon miliknya dan beralih mengambil alih mangkuk ramyeon milik Eric untuk ia taruh juga. Tubuhnya sedikit meringsut mendekati Eric yang kini memperhatikannya dengan tatapan bingung.

"Kak Juy? Mau ngapa—"

Ucapan Eric terhenti begitu saja, karena Juyeon lagi-lagi menarik kepalanya dan menaruhnya secara perlahan di bahu lebarnya. Tangan besarnya menepuk-nepuk punggung Eric, lalu tak berhenti sampai disitu saja. Satu tangannya yang bebas memeluk tubuh Eric dari samping.

"Lo ada masalah, ya?" bisik Juyeon, menaruh dagunya di pucuk kepala Eric. "Biasanya, gue kalau ada hal yang ngeganjel bakalan cerita ke seseorang, biar lebih tenang. Tapi kalau lo emang tipe orang yang mendem semuanya sendirian, malem ini gue pinjemin lagi bahu gue, Ric. Special buat lo doang."

Eric ingin menangis rasanya, tapi sudah berapa kali ia mengeluarkan cairan bening itu dari sudut matanya?

Karena takut dikatai cengeng oleh Juyeon, akhirnya Eric lebih memilih melingkarkan lengannya pada pinggang Juyeon kembali.





20 Juni, 2020

full of juric heuheuheu, padahal sebenernya aku lagi mabok sunric gara-gara nonton kcontact :(

(

gak udah liat ekspresi sunwoo nya ya, abaikan aja)

btw...

juyeon : senangnya dalam hati, bila beristri dua ~ /G

btw lagi nih ya wkwk, karena cerita sebelah udh tamat aku berencana buat publish oneshoot collections isinya pastinya perkapalan tbz hehe, ak gabisa dijauhin dari mereka :( ada yang minat gak?

kalau ada, sebagai pembukaan alias chapter pertama kalian mau kapal siapa yang aku layarin? hehe

fake | juric. ✓Where stories live. Discover now