|Chapter 2|

74 14 0
                                    

Jam istirahat pun tiba, Lyra membereskan semua buku-bukunya yang ada di atas meja. Tiba-tiba Gavin menghampiri meja Lyra dan duduk tepat di hadapannya. Hal itu cukup membuat Lyra terkejut dan membuat aktivitasnya terhenti. Begitu pun dengan Faras yang menatap Lyra dan Gavin bergantian.

“Udah lama, ya, gak ketemu,” ucap Gavin sambil memperlihatkan senyum manisnya.

Lyra hanya cuek, ia kembali merapikan mejanya dan kemudian berdiri hendak meninggalkan kelas. Namun, sebuah cekalan di pergelangan tangan menghentikan langkahnya.

“Ra, kenapa lo jauhin gue?” tanyanya.

Lyra terpejam sejanak kemudian mengembuskan napas. Ia pun berbalik dan melepaskan cekalan Gavin perlahan.

“Gue rasa, lo udah tau jawabannya. Mulai sekarang, anggap aja kita gak pernah kenal,” ucap Lyra dengan dingin kemudian langkahnya kembali meninggalkan kelas.

Faras yang tak mengerti pun menatap Gavin dengan bingung. Kemudian ia menyusul Lyra ke luar kelas.

“Gue tau, Ra. Lo masih ada rasa sama gue. Lo cuma gengsi aja sekarang,” gumam Gavin dengan percaya diri menatap keluar pintu kelas. Sudut bibir kanannya pun terangkat.


🍃🍃🍃


“Ra! Tunggu, dong. Lo cepet banget jalannya!” kesal Faras.

“Lunya aja kayak siput.”

“Btw, anak baru tadi siapa lo? Kok dia gitu sama lo, Ra?”

“Bukan siapa-siapa, gak penting. Buruan ke kantin, gue laper.”

Faras memutar bola matanya malas, ia tahu pasti ada sesuatu yang terjadi antara sahabatnya dan juga si anak baru tersebut yang namanya belum ia tahu.

Lyra dan Faras pun melewati koridor menuju kantin yang terletak di pojok bangunan sekolah. Ketika sampai, seperti biasa mereka memesan makanan dan minuman untuk memberi makan cacing di perut yang sedari tadi sudah meronta-ronta.

Farel yang lebih dulu berada di kantin bersama teman-temannya menatap Lyra dari seberang meja. Ia pun mengulas senyuman, kemudian berdiri melangkah menghampiri Lyra.

“Lagi nunggu pesanan, ya?”

Lyra yang sedang memainkan ponselnya cukup tersentak, tetapi setelahnya ia tersenyum dan mengangguk.

“Aku denger di kelas kamu ada anak baru, siapa?” tanya Farel penasaran.

“Gak tau, dia pindahan dari Pontianak,” jawab Lyra dengan suara yang terdengar malas. Sedangkan Farel hanya mengangguk paham.

Tak disangka, Gavin datang ke meja mereka dan lagi-lagi menyapa Lyra dengan ramah dan duduk tepat di hadapan Lyra.

“Hai, Ra.”

“Lyra aja, nih yang disapa?” sindir Faras yang juga datang bersama nampan berisikan dua porsi bakso dan dua gelas es jeruk.

“Oh, ya. Gue Gavin. Lo yang telat tadi itu, ‘kan?” ucap Gavin mengulurkan tangannya.

Faras memutar bola matanya, ia cukup malu menerima kenyataan seperti itu. Terlebih di hadapan Gavin yang menurutnya lumayan ganteng di jadikan incaran. Dengan senyum canggung Faras menyalami tangan Gavin.

“Faras ... iya, gue Faras,” katanya dengan gugup.

“Oh, ya, dan lo siapa?” kini beralih ke Farel yang sedari tadi juga memperhatikannya.

“Gue Farel anak 3 IPS 1.”

“Pacar gue,” sambung Lyra tanpa mengalihkan pandangannya dari bakso super pedas di hadapannya.

Gavin tersenyum penuh arti. Ia tak terkejut dengan pengakuan Lyra. Justru membuatnya semakin penasaran dengan tingkah Lyra yang sekarang.

“Oh, ya, sayang. Aku balik balik ke temen-temen aku, ya. Makannya dihabiskan,” ucap Farel lembut sambil mengusap pucuk kepala Lyra.

Lyra hanya mengangguk tersenyum. Meski hatinya masih ingin di temani oleh Farel. Hanya saja Lyra tak mau memaksakan kehendaknya. Terlebih ia tahu bagaimana teman-teman Farel memandang dirinya.

Gavin yang memperhatikan raut Lyra cukup mengerti. Sudut kanan bibirnya pun terangkat.

Selama ini yang paling paham dengan isi hati lo cuma gue, Ra, batin Gavin.

Tak ada obrolan, hanya percakapan kecil antara Gavin dan Faras. Lyra tak tahu harus berkata apa. Baginya bertemu dengan Gavin bukan suatu hal yang baik. Ia takut hatinya goyah lagi, di saat kondisi seperti ini. Meski hubungannya dengan Farel terlihat baik-baik saja.


🍃🍃🍃


Di jam pulang sekolah, Lyra dan Faras berjalan di koridor sekolah menuju parkiran. Seperti biasa, Lyra akan menunggu Farel di sana. Setelah Faras pamit dengan motor pink kesayangannya. Getaran ponsel milik Lyra terasa. Ia pun segera memeriksa yang ternyata itu adalah pesan dari Farel.

My Laff 💕
Sayang, aku ada rapat osis sebentar. Kamu bisa ‘kan pulang sendiri atau pulang sama Faras?

Embusan napas pun terdengar. Mempunyai pacar di masa putih abu-abu memang membuatnya merasakan masa remaja. Namun memiliki pacar seorang Farel selama hampir dua tahun ini cukup mengguncang hatinya. Belum lagi teman-teman Farel yang tak menyukai hubungan mereka dan selalu mencari-cari kesalahannya.

Selama ini, Lyra hanya diam. Karena Farel selalu berkata ‘Jangan pedulikan mereka’. Meski Lyra sudah bersikap tak peduli dengan hal tersebut, tetapi siapa yang tahan dengan tatapan tak suka kerap kali ia bersama Farel.

Lyra pun melangkah meninggalkan lahan parkir dengan perasaan kesal bercampur lelah.

“Mau pulang bareng?”

Suara itu menghentikan kembali langkahnya. Ia mendapati Gavin yang berada di dalam mobil yang berhenti tepat di sampingnya.

“Gak, makasih.”

“Ayolah, Ra. Gue anter sampe rumah.”

“Gak perlu.”

“Rara ....”

Lyra tersentak kala Gavin memanggilnya dengan sebutan ‘Rara’. Kini Gavin tengah menatapnya penuh harap. Lyra pun mengedarkan penglihatannya ke sekitar karena mereka masih berada di lingkungan sekolah. Takut jika salah satu teman Farel melihatnya.

Embusan angin keluar dari mulutnya. Dengan terpaksa ia membuka pintu mobil Gavin dan masuk dengan cepat.

“Anterin gue pulang,” ucap Lyra tanpa mau memandang Gavin yang duduk di sebelahnya.

Senyuman pun terbit dari wajah Gavin. Baginya ini adalah kesempatan untuk kembali menarik hati Lyra.










🦋🦋🦋
Salam manis,
Mey :*
ODOC Challange Batch 3 Day 2
Balikpapan, 26 Juni 2020

Permainan Takdir ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang