Chapter I: The Top (Part II)

46 7 0
                                    

Suara yang dihasilkan limo ketika sedang mengerem untuk berhenti ditambah dengan decak kagum beberapa calon siswa baru SMA Nusantara karena melihat gerbang yang sangat besar terbuat dari marmer yang kurasa dengan gerbang setinggi dan sebesar ini, tak akan ada orang yang bahkan akan terfikir untuk memanjat masuk, dilengkapi dengan dua penjaga berseragam lengkap dengan senapan laras panjang di tangan mereka, sukses membuatku terbangun dari tidur lelapku. Setengah sadar, aku melihat Profmat bangkit dari tempat duduknya, dan berdiri tegak menghadap kami.

"Selamat datang di SMA NUSANTARA!" Sambutnya dengan senyum melebar.

Pedal gas kembali diinjak oleh sopir sesaat setelah pagar terbuka. Dua penjaga pun melakukan beberapa gerakan yang aku yakin itu merupakan gerakan hormat senjata. Limo bergerak pelan persis seperti bus pariwisata di kota-kota beserta pemandunya. Yang membedakan kondisi di sini hanyalah pemandu wisata kami yang merupakan Profesor.

"Seperti yang bisa kalian lihat, SMA Nusantara menyediakan semua fasilitas yang kalian butuhkan untuk menjalani kehidupan selama 3 tahun kedepan." Oceh Profmat.

"Mulai dari gedung sekolah, asrama, GOR, bahkan Mall pun sudah tersedia di lingkungan SMA ini, dan kalian berhak menikmatinya." Tambah Profmat sembari tersenyum.

"Tunggu, SMA ini bahkan punya Mall pribadi? Awesome!" Ujar Anissa yang semakin terkesima dengan fasilitas yang ditawarkan.

"Oh tentu. Tunggu sampai kalian melihat lapangan untuk pacuan kuda, lengkap dengan kudanya!" Balas Profmat seakan ingin membuat kami semakin takjub.

"Kalian tentu paham semua ini dibangun karena kalian tidak boleh meninggalkan kompleks sekolah ini apapun alasannya". Sambungnya tetap dengan senyum tertempel di wajahnya.

Jika kalian bertanya bagaimana responku terhadap ini, jawabannya simpel: Tidak tertarik. Silahkan saja menilai aku orang yang munafik, tapi aku benar-benar tidak takjub sedikitpun dengan apa yang mereka sediakan. Mau mall terlengkap, fasilitas gym yang paling lengkap, atau apapun itu. Apapun kecuali satu tumbuhan yang menarik perhatianku. Bunga putih kecil itu adalah bunga paling indah yang pernah ku temui. Dan aku yakin itu adalah Silene Tomentosa. Bunga yang telah dinyatakan langka, atau bahkan punah, entahlah aku pun lupa. Dengan adanya bunga ini menandakan satu hal: mereka benar-benar tidak memikirkan soal uang. Mereka benar-benar kaya.

Lamunanku berantakan akibat tepuk tangan seantero limo ini melihat ada taman hiburan di depan mata mereka. Ya, benar-benar seperti taman hiburan! Ada beberapa wahana seperti taman hiburan yang ada di pusat kota. Aku tidak habis pikir seberapa kaya "Naga" Indonesia ini.

Limo berhenti, dan tepat di depan kami berdiri gedung yang sangat megah, bahkan terlampau megah sampai aku tak menyadari bahwa semua siswa sudah turun kecuali aku dan wanita double-eyecolor. Seraya mengambil tasku, akupun turun sambil menggerutu tentang tata-krama siswa di sini. Mereka meninggalkan temannya sendirian. Walaupun sebenarnya aku tidak menganggap mereka temanku, tapi ayolah!

"Oh, pikiranmu sudah berkumpul di otakmu yang kecil itu, Tuan Termenung?" Sinis si Sunless Lady yang baru keluar dari limo.

"Oh, kamu sudah selesai belajar membaca?" Jawabku tak kalah sinis.

Dia mendengus sambil pergi menjauhiku, menuju ke arah kerumunan anak sebaya kami, yang aku duga merupakan siswa lain yang sudah duluan tiba di sini. Dengan langkah malas, aku pun menyusulnya untuk berkumpul ke arah kerumunan sesuai dengan instruksi Profmat. Rombongan ini bergerak ke dalam bangunan mewah yang dibangun bergaya Eropa pada abad 17, satu-satunya yang salah adalah plang yang tertempel di pintu masuk terlihat sangat-sangat norak dengan tinta emas bertuliskan: "Gedung Serba Guna".

Kakiku melangkah masuk dan melihat ruangan yang kosong melompong dengan panggung yang berada tepat ditengah-tengah. Aku melihat ke arah atap yang mana dihiasi lukisan "Bulan di Atas Bukit" oleh Popo iskandar, sedangkan di kiri-kanan kami adalah cermin yang memantulkan bayangan kami. Gedung yang bergaya Eropa dengan interior seperti studio latihan dance dan atap yang penuh seni, aku punya banyak pertanyaan ke arsitek bangunan ini.

"Oke semuanya tolong berbaris disini agar aku bisa melihat kalian semua, jangan ada yang di belakang!" Tunjuk Profmat.

"Istirahat di tempat, grak!" Intruksinya.

Tak lama berselang, seseorang yang gagah tegap naik ke atas panggung dan Profmat mundur dari podium. Ketika orang ini mencapai podium dia langsung mengambil sikap istirahat di tempat, serta hanya diam di depan mikrofon yang aku tak tahu telah menyala atau tidak. Mata kanannya tajam menyapu bersih seluruh aula, seolah sedang mengidentifikasi kami satu per satu. Sedang mata kirinya tertutup. Kurasa bekas luka yang di antara pelupuk mata sampai ke pipi kirinya cukup menjelaskan bahwa mata kirinya tak bisa berfungsi dengan normal.

Gerombolan siswa baru yang semula berisik, perlahan-lahan mulai hening. Seakan menyadari hawa dingin yang mencekam dan mengancam hidup mereka. Beberapa detik kemudian, ruangan yang tadinya seperti di pasar, berubah menjadi seperti di gurun pasir. Hanya ada suara angin melintas. Aku cukup yakin ada beberapa murid bahkan menahan batuk mereka karena ketakutan.

Bibirnya perlahan bergerak, lalu Bapak itu berkata:

"Selamat datang, para pemimpin."

***

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Halo semua!! Ini adalah bagian kedua dari Chapter I cerita ini!!

Kalau kalian bersekolah di SMA Nusantara maka apa yang akan kalian lakukan pertama kali? Menikmati tama bermainnya kah? Atau malah menghabiskan waktu dengan bermain kuda-kudaan di lapangan pacuan kudanya?

Komen-komen ya....

Semoga kalian menyukai cerita ini dan dapat mengambil pelajaran dari kisah ini.

Jika ingin memberikan kritik dan saran, kami sebagai penulis akan sangat berterimakasih.

Jangan lupa, vote, comment , follow and share cerita ini. Biar yang lain pada tau gimana serunya petualangan Rehan di SMA terbaik sedunia!!!

Best Regards!
Dre&Babar

1%Where stories live. Discover now