Episode 3 "Jalan ditengah Kebimbangan"

133 107 11
                                    

Don't be a silent readers

Happy Reading 👑

Jenice tengah terduduk sendirian pada sebuah bangku panjang yang berada  diteras rumah ini. Ketiga temannya belum ada yang terbangun dari alam bawah sadar mereka-mungkin itu karena mereka tidur terlalu larut semalam, alhasil dia duduk sendirian seperti manusia malang. Matanya tampak menatap langit yang berwarna biru cerah dengan matahari yang bersinar  terik. Perempuan itu menghela napas sembari mengelus-elus perut ratanya yang mulai berdemo meminta makanan. Makanan yang semalam dia dapatkan sudah habis tanpa tersisa. Padahal awalnya dia berpikir makanan itu bisa disantap hingga hari ini, namun pada kenyataannya mereka tidak bisa menahan untuk tidak menghabiskan makanan tersebut.

Dia menelan air ludahnya untuk meringankan tenggorokannya yang mulai kering. Sebenarnya  semalam dia menemukan sebuah gentong atau kendi yang terbuat dari tanah liat dan berisikan air, tetapi melihat airnya terlihat keruh serta tidak meyakinkan membuatnya ragu untuk meminum air tersebut. Berbeda dengan ketiga temannya yang memang sudah terlalu merasa haus, mereka meminum air itu tanpa berpikir panjang dan setelah itu mereka memaksa Jenice untuk meminum air itu setidaknya seteguk. Perempuan itu menggeleng-gelengkan kepalanya setelah mengingat kejadian semalam, benar-benar pelanggaran atas hak asasi manusia.

Jenice mengayunkan kedua kakinya untuk sekedar menghilangkan rasa bosannya. Matanya menatap empat orang perempuan muda yang menatapnya sembari berbisik-bisik. Dan hal itu membuat Jenice tidak berani menatap mereka untuk kedua kalinya, dia sangat yakin bahwa dirinya tengah menjadi topik pembicaraan mereka. Ah sial, apa sebaiknya dia kembali masuk ke rumah ini saja?

"Permisi." ucap salah satu perempuan dengan pakaian berwarna merah dengan lengan panjang serta rok berwarna senada hingga mata kakinya. Jenice menolehkan kepala dan menatap perempuan itu dengan tampang bertanya.

"Apa kau saudara dari keluarga pemilik rumah ini?" tanya perempuan bertampang cantik itu sembari menyilangkan kedua tangannya didepan dada. Angkuh dan menyebalkan itu adalah kesan pertama yang bisa Jenice lihat ketika melihat perempuan itu.

"Haih, mana mungkin." ucap perempuan berwarna pakaian hijau yang dianguki setuju oleh perempuan lainnya.

Jenice mengerjapkan matanya beberapa kali, dia terlalu bingung untuk menjawab pertanyaan perempuan berpakaian merah tersebut. Kalau dia menjawab dia bukan anggota keluarga rumah ini, apakah dia dan teman-temannya akan diusir? Kalau diusir, mereka akan tinggal dimana? Atau lebih baik Jenice mengatakan bahwa dia berasal dari dunia lain dan berada disini hanya untuk membunuh Raja? Jenice menggelengkan kepalanya pelan saat otaknya berpikir hal gila seperti itu. Kalau dia mengatakan itu, maka hari ini mungkin bisa menjadi hari kematiannya.

Jenice menatap perempuan pakaian berwarna merah yang juga tengah menatapnya dengan tatapan intens. Setelah meyakinkan diri, Jenice mengangukkan kepalanya pelan. "Ya, aku adalah saudara keluarga pemilik rumah ini." ucap Jenice  yang berusaha menampilkan tampang semantap mungkin agar tidak terlihat berbohong.

Perempuan itu tertawa tidak percaya sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. "Dasar tidak tahu malu." desisnya.

Jenice mengerjapkan matanya beberapa kali. "Apa maksudmu?"  tanya Jenice seolah meminta penjelasan pada perempuan itu.

"Cih! Tidak usah pura-pura tidak tahu." Perempuan berpakaian berwarna merah itu menyilangkan kedua tangannya didepan dada."Lebih baik kau tinggalkan rumah itu, sebelum kesialan datang menghampirimu." ujarnya yang kemudian mengajak teman-temannya pergi meninggalkan Jenice yang membuka mulutnya lebar.

Setelah beberapa detik memasang wajah tidak percaya dan bingung dia berdecih pelan sembari berkacak pinggang. " Haih, perempuan itu cari mati ya?" desis Jenice.

KILL THE KING Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz