Episode 8 "Sebuah Rencana"

108 94 6
                                    

Don't be a silent readers

Happy Reading 👑

Deru tangisan beberapa perempuan membuat Jenice kehilangan seluruh mimpi indahnya. Perempuan itu mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menghilangkan pandangan kabur sehabis bangun tidur. Dengan malas, dia mengambil posisi duduk dengan sepasang mata yang menahan rasa kantuk. Tangisan itu semakin memekikkan telinganya, membuat Jenice sedikit mendengus kesal. Akhirnya, mau tidak mau dia membangkitkan tubuhnya untuk berdiri. Berjalan dengan langkah gontai serta pelan agar tidak membangunkan Jane yang sedang tertidur pulas. Tangan kanannya memegang gagang pintu dan mulai membukanya sedikit. Kepalanya menongol keluar, sembari menoleh kekanan serta kekiri. Aneh, tidak ada siapapun disana, hanya lorong kosong yang gelap. Lalu suara tangisan milik siapa yang tadi dia dengar?

Dalam hitungan detik, bulu kuduk Jenice meremang dan secepat kilat dia menutup pintu kamarnya kembali. Perempuan itu menelan air ludahnya dengan susah payah. Apa suara tangisan tadi milik seseorang yang tak kasat mata? Jenice menggelengkan kepalanya beberapa kali, dia harus menenangkan dirinya dan berpikir rasional. Tangisan itu kembali terdengar, kepala Jenice menoleh kearah jendela yang tertutup rapat. Mungkin suara itu berasal dari luar bangunan besar ini. Dengan sedikit keberanian dia melangkahkan kakinya dan mulai membuka jendela tersebut dengan pelan. Matanya berkeliaran sembari menatap langit yang masih mulai menandakan waktu fajar. Kemudian dia beralih pada sumber suara yang sepertinya berada tepat dibawahnya.

Jenice menyipitkan matanya sembari menatap dua orang perempuan yang tengah dikerumuni oleh banyak pelayan. Dan setelah itu tubuhnya membeku, rasa kantuknya juga mulai mengelana entah kemana. Hanya satu pertanyaan yang berada didalam benaknya. Mengapa ada salah satu perempuan yang tertusuk panah pada bagian lehernya? Ah, tunggu ada satu perempuan lagi yang terbujur kaku dengan mulut yang berbusa.
Meski merinding, Jenice tidak mengalihkan pandangannya sedikitpun. Seolah-olah dia terhipnotis untuk selalu menatap kedua perempuan malang itu secara bergantian. Hingga salah satu dari mereka mendongakkan kepala dan menatap manik mata Jenice.

Perempuan berumur yang memiliki panggilan 'Nyonya Felina' itu menarik kedua sudut bibirnya dengan berlinang air mata. Siapapun tahu kalau Nyonya Felina tengah menampilkan senyuman paksa. Matanya menatap Jenice dengan lekat, lalu bibirnya tampak memberikan isyarat.

"Jangan melihat ini. Tidurlah kembali."

Kalimat itu yang ditangkap oleh Jenice hingga membuat dirinya mengangukkan kepalanya dua kali untuk mematuhi perintah Nyonya Felina. Dia kembali menutup jendela dengan rapat.Kening Jenice mengernyit, dia seperti tengah memikirkan alasan dua perempuan itu meninggal dengan cara yang tak wajar. Perempuan itu menghela napas sembari mendongakkan kepalanya, menatap langit-langit ruangannya dan Jane.

"Sebenarnya dunia apa ini, Zetania?"

⚜️

Jenice melangkahkan kakinya dengan langkah pelan untuk menikmati perjalanan dari Kediaman Para Pelayan hingga Taman Putra Mahkota. Perempuan itu memutuskan berjalan sendirian saat dia tidak menemukan Rachel di ruang makan sewaktu sarapan. Sebenarnya ada beberapa pelayan yang berjalan bersama-sama tepat beberapa meter didepan Jenice. Awalnya Jenice ingin ikut bergabung dengan sekumpulan wanita itu, tetapi rasa malas berbaur menyelimuti tubuh perempuan itu membuat Jenice mengurungkan niatnya.

"Jenice!!"

Jenice menolehkan kepalanya setelah dia menghentikan kakinya untuk berjalan. Salah satu alisnya terangkat setelah menemukan Joanna yang memanggilnya berkali-kali sembari berlari dengan kencang. Baru saja bibir Jenice hendak melontarkan sebuah pertanyaan, tangannya sudah ditarik oleh Joanna untuk berlari. Jenice mengernyitkan dahinya, meski bingung dia tidak ada sedikitpun niat untuk menahan tubuhnya agar tidak tertarik oleh Joanna.

KILL THE KING Where stories live. Discover now