Bab 1

4.2K 315 23
                                    

Aku selalu berdo'a kepada Tuhan agar dihindari dari segala cobaan. Namun, mengapa justru aku dipertemukan dengan dia? Si biang cobaan dari segala cobaan.

•────────────•

Pria yang baru saja membaringkan tubuhnya itu mendesah keras akibat panggilan sang pembantu. Kepalanya berdenyut karena hampir terlelap dan dibangunkan begitu saja. Pria itu baru saja keluar dari kamar mandi dan kini tengah memakai kemeja rapi khas lelaki mapan pada umumnya—itu fakta.

Bedebah! Ayah-nya sungguh keterlaluan! Dia pikir ucapan beberapa hari lalu yang membahas tentang perjodohan untuk dirinya hanyalah main-main, atau sekadar lelucon agar dia mau menghilangkan kebiasaannya yang suka keluyuran dan bermain wanita.

Garis wajah blaster antara Australia dan Indonesia yang dia punya tidak sembarang orang bisa melihatnya. Sungguh beruntung gadis yang akan bersanding bersamanya. Tak heran mengapa dia sesombong itu—dipuja. Itulah alasannya. Kekayaan dan ketampanan, seorang wanita akan merasa paling sempurna jika berhasil mendapatkannya. Yang lebih dirasa sempurna lagi apabila berhasil mendapatkan hatinya. Sayang, hati pria itu sekeras batu.

Pria itu turun dari lantai atas, menatap kerabat sang Ayah yang tengah duduk bersama Istri dan Anaknya gadisnya. Pria itu cukup menikmati pemandangan yang terpancar dari calon istri. Sekali pandang pun, dia sudah tahu siapa gadis itu. Dan permainan akan jauh lebih menyenangkan tanpa permainan.

"Ah! Akhirnya kau datang juga," sambut sang Ayah dengan rasa bahagia yang tersirat jelas dari mata keruhnya. Sial! Apa sesenang itu Ayah-nya atas perjodohan ini?

Tak indah atas sambutan yang terdengar, pria itu melesat untuk berjabat tangan dengan pria paruh baya yang masih terlihat gagah perkasa. Dia memperkenalkan diri setelah mereka menyebut nama masing-masing—Tio dan Rasti. Seringaian terpatri jelas dari wajah pria itu saat sampai di hadapan gadis yang belum menyadari kehadirannya. Baru kali ini dia dicampakkan hanya karena lantai rumahnya. Secara tak langsung, gadis itu menyatakan kalau lantai lebih menarik daripada harus melihat wajahnya.

"Raya? Apa kau tidak ingin menyambut calon suamimu?" seruan Rasti berhasil mengundang embusan berat dari Raya. Dia terlihat gusar tapi juga tidak mampu melawan.

Benar-benar lucu.

Oh, tidak! Siapa yang berhasil mengatakan itu dari dalam hati?

Lama sudah Raya mengambil mental untuk berhadapan dengan pria yang akan jadi suaminya, dia justru malah terhenyak ketika mengangkat kepala. Sungguh dunia ini terlalu sempit.

"Hai, Raya? Apa kabar?" Suara lelaki itu terdengar lembut dan tenang. Namun, matanya tak henti mengerling tajam seolah Raya adalah mangsa yang harus segera dienyahkan dari muka bumi.

"Lho, kalian sudah saling kenal?" tanya Adam—Ayah dari pria yang akan disandang gelar sebagai suami Raya, nanti.

"Tentu saja, Ayah. Dia Raya, mantan kekasihku yang sangat kucintai sampai saat ini."

Raya mendelik taksa atas apa yang dikatakan lelaki itu.

Arka Redikar. Lelaki tampan yang Raya akui memang mantan kekasihnya sebelum Putra. Yang Raya sesali karena pernah mengagumi, mencintai, dan menjadi kekasih selama 1 tahun lamanya. Mungkin, yang saat ini harus dienyahkan adalah dia, bukan Raya. Sesal teramat dalam berawal dari pengakuan Arka pada temannya.

"Kau gila! Mana mungkin aku menyukainya? Dia adalah salah satu kekasihku. Dia sendiri yang salah apabila percaya kalau aku begitu mencintainya."

"Dia hanya kekasihku yang belum pernah kutiduri."

Sebuah tangan kekar yang meraih bahunya membuat Raya terlepas dari lamunan. Arka merangkulnya dan tersenyum manis kepada Adam maupun Tio dan Rasti.

𝗘𝘃𝗲𝗿𝗹𝗮𝘀𝘁𝗶𝗻𝗴 𝗟𝗼𝘃𝗲 ✔Where stories live. Discover now