SATU

7.5K 249 14
                                    

Jose POV

"Jose!" Teriak pamanku dari arah bengkel di lantai pertama. Aku yang sedang mempelajari buku test masuk kepolisian terperajat dan bangkit dari tempat tidurku. Dengan tergopoh-gopoh aku memakai kaos milikku dan melempar buku tersebut acak di atas tempat tidur.

Musim kemarau membuat kamarku seperti oven, panasnya luar biasa. Aku tidak mampu membeli AC atau bahkan kipas angin. Aku membuka pintu kamar tidurku dan kembali menutupnya. Tanpa sadar pintu itu terbanting cukup keras dan angselnya kembali terbuka.

"Sh*t!" makiku. Aku mencoba membuat pintu kamarku berdiri tegak.

"Jose!" suara menggelegar pamanku kembali terdengar.

"Iya." Balasku. Aku melirik cepat pintu yang masih setengah berdiri. Panggilan pamanku lebih penting. Aku bisa mengurusnya nanti.

"Jos..."

"Yep... Yep... Aku di sini, Paman." Kataku muncul dari balik pintu dengan napas terengah-engah.

"Bantuin Paman dulu, ini mobilnya kok gak bisa hidup-hidup." Pamanku protes dan kembali mengecek depan mobil yang terbuka.

Aku menghampirinya dan berdiri sejajar. Aku mulai meraih tang yang berada digenggaman pamanku dan mulai mengotak-ngatiknya. "Kenapa kamu ngotot jadi polisi kalau bisa buka bengkel sendiri? Paman bisa meminta pinjaman untuk..."

"Paman... aku tidak ingin membebanimu dengan hutang-hutang itu." potongku. Orang yang kusebut paman ini bernama Karno.

Flashback...

Aku adalah seorang yatim piatu yang terbuang, Sejak umur 12 tahun. Panti asuhan yang memeliharaku membuangku karena tak mampu lagi membiayai. Aku tidak pernah mengenal siapa orangtua kandungku. Aku hanya mendengar jika saat bayi aku diletakkan di depan pintu masih berusia 3 hari.

Sejak saat itu aku bekerja mengumpulkan karton bekas dan kaleng-kaleng yang bisa menghasilkan sedikit rupiah. Tak jarang beberapa anak berandalan senasip denganku mengambil uangku, dari situlah aku terlatih untuk bertarung. Aku belajar bela diri secara otodidak dengan melihat film-film gratis di etalase toko.

Tubuhku lebih tinggi dibanding anak usiaku sehingga sering kali mereka yang menantangku memiliki usia jauh di atasku. Aku melanjutkan sekolahku dengan bantuan pemerintah untuk anak jalanan. Berkat kegigihanku, aku juga memperoleh beasiswa dan melanjutkan di sekolah kejuruan bidang otomotif.

Di waktu senggang aku suka mengutak atik mesin di tempat pembuangan mobil bekas. Dari situlah aku mengasah kemampuanku. Sebelum hari kelulusan aku sudah pernah di tawari masuk sebuah perusahaan international Italia yang bergerak di bidang jual beli mobil sport. Namun karena persaingan yang ketat, beberapa pegawai di sana menyudutkanku dengan berbagai macam tuduhan bohong.

Aku harus menelan ludah pahit kekalahan dan bersedia di PHK beberapa hari kemudian. Aku kembali hidup di jalan. Seluruh uang yang kuhasilkan lenyap untuk kebutuhan sehari-hariku. Aku kecewa berulang kali dan menghabiskan waktuku pada minuman keras. Aku tidak mengerti kenapa kehidupan begitu keras kepadaku. Aku tidak minta di istimewakan, aku hanya minta sedikit belas kasihan.

Saat usiaku menginjak 19 tahun, aku bergelut dengan narkoba. Aku memutuskan menjadi kurir karena keuntungan besar yang bisa kuperoleh. Bos yang mempekerjakanku sangat menyukai kemampuanku yang gesit dan pandai. Sudah ratusan transaksi kulakukan. Kepercayaan diriku perlahan naik. Aku mulai berpikir untuk kehidupan yang lebih baik. Kegagalanku yang lalu menjadi pelajaran berharga.

Aku menabung seluruh penghasilanku. Aku ingin hidup yang lebih baik tanpa harus bergelut dengan kubangan derita ini. Bisnis kotor itu aku jalani selama 3 tahun hingga pada usiaku yang ke 22. Bos yang mempekerjakanku sangat menyayangiku bagai layaknya anak sendiri. Hal inilah yang membuat cemburu senior-seniorku yang lebih dahulu bekerja padanya. Mereka berkonspirasi di belakangku dan membuatku terpuruk.

Hari itu hujan turun dengan derasnya. Aku ditugaskan menghandle sebuah transaksi. Kali ini bayarannya berpuluh kali lipat dari sebelumnya. Aku berusaha menolak karena merasa ada yang aneh, namun bos hanya dapat mempercayakan itu kepadaku. Berbekal sebuah senjata api, aku menerima transaksi tersebut. Pertemuan itu diadakan di sebuah dermaga besar.

Akan ada sebuah kapal yang bersandar beserta barang yang harus aku antarkan dengan selamat. Aku sudah berada di tempat pertemuan satu jam sebelumnya. Aku mengecek sekeliling dan tidak ada yang mencurigakan. Sampai aku tak sengaja melihat salah satu anak buah bosku yang dulunya bekerja satu team denganku di antara para pekerja buruh.

Aku merasa ada yang aneh dan mulai menutup wajahku dengan masker. Aku mengganti baju milikku dan meraih pisau yang selalu aku bawa. Kuraih rambutku yang panjang sebahu terikat dan memotongnya hingga sangat pendek. Aku tidak boleh ketahuan.

Benar saja. Tak lama beberapa polisi intel menggenakan baju biasa mulai memenuhi area dermaga. Aku bisa mengetahuinya dari sepatu dan wajah yang familiar. Mereka hampir memiliki beberapa kemiripan dalam berpakaian jika bertugas. Aku memaki dalam hati. Tugas ini sangat berbahaya. Aku melirik jam milikku dan melihat kapal yang di maksud semakin dekat untuk menepi.

Aku segera bergabung dengan para buruh berpura-pura sebagai pekerja kasar. Lampu temaram dermaga setidaknya menguntungkanku. Saat kapal itu mulai menurunkan jangkar, aku menyelip dan menaiki kapal melalui tali yang bergantung di sisinya. Aku memanjat dengan cepat sebelum ada orang yang melihatku. Aku menyusuri setiap dek dan mencari orang yang dimaksud.

Kapal sangat sibuk, semua anak buah kapal berlarian kesana-kemari mempersiapkan diri.

"J?" panggil seseorang. Aku menoleh. J adalah nama inisialku. Orang itu memberi kode untuk memasuki salah satu kamar. "Apa kamu membawanya?"

Aku membuka tas milikku yang tersembunyi di balik kaosku dan menyerahkan sebuah kain poket kecil. Orang itu membukanya dan mengeluarkan isinya. Beberapa berlian kecil bergulir manis memenuhi tangannya. "Di mana?" tanyaku berbisik.

"Di dek 1. Di sebuah mobil kijang 2009 hitam, di bawahnya ada kereta bayi yang terlipat. Aku memberi beberapa sampel di sana. Sisanya tertulis di alamat yang terselip."

"Sh*t!" makiku. "Bos bilang kamu tidak akan memberikan sampel apapun. Polisi di luar sana sedang berjaga!" dengusku marah.

"Be... benarkah?" tanyanya kaget.

"Sial. Bagaimana jika mereka melakukan pemeriksaan dan menemukan sampel itu beserta petanya. Kenapa kamu bodoh sekali."

"Seseorang mengatakan padaku semua akan baik-baik saja."

"Siapa?"

"Andra."

"F*CK!" Makiku lagi. Pria ini benar-benar ingin menjatuhkanku bagaimanapun caranya. "Aku harus pergi sekarang." Aku kembali melirik kiri dan kanan.

"Pakailah ini." Aku meraih seragam kapal itu dari tangannya. "Setidaknya tidak ada yang menyangka jika kamu berasal dari luar."

"Thanks." Aku bergegas pergi menuju dek 1. Mataku liar mencari mobil yang dimaksud. Begitu mendapatkannya, aku segera meraih bawah mobil dan menemukan kereta bayi lipat yang di maksud. Terlalu beresiko membawa sampel ini. Berat dan mencolok. Aku meraihnya dan menuju sebuah sudut kapal.

Menggunakan pisau yang kubawa, aku membuka isi kereta tersebut. Terdapat 5 bungkus masing-masing 1 kg. Aku kembali memaki dalam hati. Terlalu banyak. Tanpa pikir panjang, aku meraih 5 bungkusan itu dan memasukkannya dalam tas. Kereta bayi yang digunakan sebelumnya kubuang ke laut untuk menghilangkan jejak. Aku kembali menyelinap. Tubuhku tidak bisa bergerak lincah karena barang tersebut.

Tiba-tiba sirine berbunyi keras. "KAPAL DALAM POSISI PEMERIKSAAN. HARAP BERLAKU KOOPERATIF."

Vanilla's Bodyguard (COMPLETED)Onde histórias criam vida. Descubra agora