Sembilan // V

371 54 21
                                    

Brak!

Tubuh seorang gadis terpental cukup jauh. Menabrak dinding dibelakangnya dengan cukup kencang. Gadis itu terbatuk. Tubuhnya tumbang saat itu juga.

Asap hijau yang terus menyala-nyala disekitar tubuhnya tidak kunjung menghilang. Semakin terlihat tebal saat sorot matanya terlihat sangat tajam menusuk.

Gadis itu bangkit perlahan. Walaupun langkah kakinya sedikit tertatih. Memaksa Untuk mendekati gadis bertubuh lebih kecil darinya.

"Kamu boleh siksa aku kalau kamu emang benci sama aku," ucap gadis kecil bernama Christy.

Gadis dihadapan Christy terdiam. Menatap Christy penuh tanya. Seolah tidak mengerti apa yang diucapkan Christy.

"Kurispi," ucap Yori. Dia tersenyum tipis menatap Christy yang sedang memulihkan kondisi tubuhnya. "Gak ada alasan aku bisa benci sama kamu. Kita ini teman baik, kan?" lanjut ucapnya.

"Gak ada yang namanya teman baik kalau teman itu bisa menyakiti temannya!"

Asap hijau berbentuk bola terbang mengarah pada Yori. Menghampiri gadis yang masih terdiam di tempatnya. Christy menggerakan beberapa benda disekitarnya, kembali melayangkannya pada Yori. Namun, tidak ada pergerakan apapun dari arah sana. Yori masih terdiam di posisinya, tanpa berpindah tempat satu centi pun.

Tubuhnya hanya dikelilingi oleh asap orange kemerahan, yang dijadikan sebagai pelindung.

Yori tersenyum.

"Kalau aku benci kamu, gak mungkin aku kasih semua kekuatan tadi ke kamu, bahkan sampai sejauh itu," Yori melangkah maju, kemudian semua benda yang melayang tadi kembali terjatuh ke bawah. Dia berjalan mendekati Christy yang terdiam mematung, "Kita ini teman. Aku bukan benci sama kamu, tapi aku cuma gak suka aja kalau ternyata Kak Viny jauh lebih pilih kamu dibanding aku. Padahal, kita ini selalu berdua terus, kita main sama-sama terus, kita gak pernah pisah walaupun sebentar, tapi kenapa cuma kamu yang Kak Viny anggap sebagai adik? Bahkan dia lebih pilih kamu saat dia mau bawa kamu pulang ke rumah dan ngejadiin kamu sebagai adik angkatnya?"

Christy memejamkan matanya kuat berusaha menahan perasaannya yang tersayat akan ucapan Yori tadi. Dia mengepalkan tangannya.

"Kalau kamu mau dianggap sebagai adik sama Kak Viny, kamu harus jadi anak yang baik," ucap Christy pelan.

Yori menggelengkan kepalanya. Mendekatkan dirinya pada Christy, kemudian menggenggam kedua tangan gadis itu.

"Aku ... Gak mau pisah terlalu jauh dari kamu," bisik Yori. "Mama Veranda pernah bilang, ketika kita udah terlalu dekat sama seseorang dan ngerasa nyaman, akan sangat sakit kalau ada orang yang berani misahin kebersamaan orang tersebut. Dan aku.." Yori memejamkan matanya kuat. Kemudian membukan perlahan, menatap Christy dengan tatapan sendu.

"... Aku gak mau ngerasain itu, Kak,"

Christy mundur beberapa langkah setelah mendengar kalimat terakhir Yori. Tangannya bergerak. Melempar seutas tali berwarna hijau yang terbentuk oleh asapnya. Mengarah pada Yori dan melilitkannya pada gadis kecil dihadapannya.

Dia kemudian menariknya ke atas, membiarkan Yori melayang dengan tubuh terikat. Christy mengepalkan tangannya perlahan, bermaksud mempererat ikatan tersebut pada tubuh Yori.

"Aku benci tante Veranda karena dia yang mulai semua ini," bola mata Christy berubah menjadi hijau. Menelisik masuk pada pikiran Yori. "Aku benci karena kamu masuk ke dalam bujuk rayu tante Veranda!" Christy semakin mengencangkan kepalan tangannya, membuat Yori meringis. Nafasnya mulai tercekat, saat tali itu semakin mencekik tubuh mungil Yori.

"Karena semua permasalahan itu, kalian ngebiarin Kak Viny kehilangan tante Shania! Kalian ngebiarin Kak Viny ada diposisi terbawah, terpuruknya dia. Setega itu kalian sama dia?!" suara Christy semakin meninggi saat semua kesabarannya perlahan hilang. Dia merasa harus segera menyelesaikan semua hal ini.

Enigma // [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang