3

269 166 219
                                    

Mentari mulai terlihat terangkat ke atas untuk menyinari seluruh alam semesta. Burung-burung saling bersahutan membuat seorang gadis terbangun dengan mata masih mengantuk. Biarpun nyawa belum tuntas terkumpul, gadis itu bangkit perlahan-lahan.

Hal pertama yang ia lihat adalah sahabatnya si suka makan ialah Regina. Iler yang berantakan di sekitar mulutnya membuat Lia tertawa diam-diam. Kalau Rinni yang melihat, tanpa aba-aba sudah langsung memotretnya sebagai senjata bila tidak mau memfoto dirinya.

Lia heran, mengapa cahaya sang surya sedikit sekali menembus masuk ke kamarnya? Apa letak kamarnya tidak terlalu dekat dengan matahari? Karena Penasaran, Lia lantas berdiri menghampiri jendela yang masih setengah terselimuti gorden lusuh. Memegang tirai kusam Lia merasa bahannya belum terlalu rapuh.

Mungkin rumah ini ditinggalkan baru beberapa bulan. Puas menjeramah gorden, kemudian Lia melihat keluar jendela. Tak lama, ia menyibakkannya dengan lebar. Lia bisa menikmati kesejukan pagi ini walaupun, pemukiman agak jauh dari tempat tinggalnya, Lia akui bahwa tadinya ia merasa takut ketika malam tiba.

Takut ada maling, orang jahat dan lain-lain. Memikirkan itu, Lia teringat ketiga sobatnya yang setia menemani. Karenanya ia lega.

"Li udah bangun?" parau Regina khas orang bangun tidur. Ia memperhatikan sekeliling mencari camilan demi mengisi perutnya.

"Iya Re, sejuk banget disini banyak tumbuhan hijau," jawab Lia sambil merentangkan tangan menghirup dan merasai suasana pagi hari.

"Memang di dekat rumah mu tidak ada tumbuhan hijau?" bingung Regina, menatap Lia yang lagi meregangkan tangan serupa menikmati. Sejak kapan Lia hobi memandangi luar jendela?

"Li aku perhatikan ketika di kota tidak pernah seperti ini?" lanjut Regina menunggu respons Lia.

mendengar pertanyaan Regina. Lia menurunkan tangan lalu menoleh. Siap menjawab pertanyaan Regina.

"Suasananya beda Re. Dulu saat kecil aku sering main ke rumah nenek di Jogja, rumahnya dekat gunung, hawanya benar-benar beda," terang Lia sedikit heboh menanggapi tentang suasana.

"Ini kan gak dekat gunung Lia," sahut Regina. Balasan Lia masih belum memahami dayar pikir Regina yang lambat.

"Ya memang ini gak disekitar gunung tetapi, hawa Bandung begitu menyegarkan," balas Lia, memberikan pengertian kepada Regina yang tampaknya sedang mencerna. Mudah-mudahan Regina mengerti, capek menerangkan.

"Oh begitu," paham Regina seraya mengunyah camilan yang barusan ia dapatkan disamping bantal.

Kenyang menikmati hawa segar, Lia kembali ke kasur gemburnya, mengambil handpone dan menyalakannya. Memencet aplikasi whatsapp. Cukup lama Lia tak membuka aplikasi ini sejak kemarin. Percuma juga sering-sering melucuti whastapp jarang ada pesan masuk. Paling hanya grup.

"Lia, Regina, ayo sarapan!" teriak Kaila terdengar nyaring dari lantai bawah.

Menyimak tuturan kencang Kaila. Lia dan Regina lekas turun ke lantai dasar menuruti perkataan sarapan. Palingan mie goreng. Kaila itu tidak bisa memasak selain mie instan. Termasuk Rinni.

"Pasti mie goreng," tebak Regina refleks duduk di meja makan. Menciumi wangi spesifik indomie mi goreng.

"Tau aja, nih buat Regina dua bungkus mie goreng." Kaila menaruh piring besar buat Regina,. Mana puas satu indomie mi goreng bagi Regina? Katanya mah enggak kenyang.

"Wih Kaila udah hafal ya," puji Regina, salut pada Kaila memasakkan dua mie goreng khusus untuk dirinya. Andai Hanya satu doang. Pastinya, jatah untuk Regina sangat-sangat kurang.

Pasca memuji Kaila tentang indomie mi goreng. Regina menjadi tak enak hati. Pasalnya, ketika Kaila bercerita perihal orang tuanya akan bercerai, ia diam mematung. Regina merasa bersalah sering mengomeli Kaila saat dia berbuat sesuatu tidak benar. Contohnya, mencuri hospot dari handpone dan berisik sewaktu menonton film horror di YuTub. Tiba-tiba menjerit, lalu mulutnya itu tak bisa diam ketika tegang. Mengganggu tidur.

Maka dari itu kemarin, tadinya Regina mau sekamar dengan Lia dan itu kebetulan sekali Rinni mengajukan diri sekamar sama Kaila. Namun, entah kenapa Regina tidak amat senang. Ia ingin meminta maaf pada Kaila. Meskipun, Kaila itu menyebalkan dan keras kepala.

"Kai, maafin aku ya," lirihnya menunduk sedih. Takut Kaila tak mau memaafkan. Bagaimana pun Kaila adalah sahabatnya. Jangan sampai saling memendam kesal dan dendam.

"Tentang apa Re?" bingung Kaila berhenti dari kegiatan melahap makanannya.

"Itu... Aku sering mengomeli kamu karena pernah mencuri hospot dari handpone aku dan mengomel gara-gara berisik saat kamu sedang menyasikkan film horror di YuTub, " ujar Regina sedu. Mendongakkan wajahnya berharap Kaila memaafkannya.

Kaila mengerutkan kening. Sahabatnya ini kenapa? Padahal Kaila tak kesal atau pun marah. Malah ia senang mempunyai sobat seperti Regina. Ya, memang Kaila rajin menonton film horror lantaran perinciannya mampu menghapus bayang-bayang kedua orang tuanya bertengkar.

"Masalah itu? Yaelah Re santai aja. Malahan senang aku tuh diperhatikan kayak gitu," sahut Kaila melayangkan tangan ke udara lalu membuang. Mengisyaratkan untuk melupakan masalah kecil. "Enggak seperti orang tuaku sibuk berkerja terus, tak pernah melarang-larang ini, itu, " lanjut Kaila meratapi nasib menyedihkannya.

"Berarti, kalau mengomel lagi gapapa kan?" kekeh Regina mengedipkan salah satu kelopak matanya beberapa kali.

"Sip, nanti aku tunggu," tawa Kaila, meramaikan suasana yang sempat tegang ketika momen Regina sedang berbicara serius ke Kaila.

"Guys, foto yo," ajak Rinni. Sudah menyiapkan kamera handpone-nya selagi Kaila berbicara panjang barusan. Biasa, Rinni mau menaruh di status whatsaap dan instagram.

Jepreettt!!!

"Rinni aku belum siap, kenapa kau asal memotret!" kesal Kaila merapihkan rambutnya agak berantakan. Maklum baru bangun tidur, terus langsung ke dapur. Tidak sempat berpoles terlebih dahulu.

Praaaankkkk!!

Sontak mereka menengok ke arah ruang tamu. Suara itu serupa piring terjatuh kencang sekali. Situasi seketika sunyi. Lia mulai menuturkan kata.

"Seperti piring," ucap Lia, mukanya tampak tegang, serta takut. Sedangkan, lampu ruang tamu tadi kayaknya menyalah. Mengapa jadi gelap? Apa lampunya mati? Perasaan mulai tidak enak.

"Iya," timpal Rinni yang juga memandang ke arah ruang tamu dengan gelisah. Ia khawatir itu adalah hantu rumah ini.

"Coba periksa, gak usah memikirkan hal-hal horror deh. Itu hanya kebetulan jatuh dan lampunya mati kali," yakin Kaila memasang raut biasa saja. Mana ada tentang setan, hantu? Itu cuman ada di film. Kaila enggak bakal mempercayai soal horror di dunia nyata.

"Jangan begitu Kai, belum tentu. Empat hari lagi kita kuliah. Aku takut semisal pulang duluan," ngeri Regina, memalingkan mukanya ke ruangan lain. Lihat saja, ruang tamu sangat gelap gulita. Padahal ini masih pagi. Kenapa begitu seram?

"Bentar, perasaan di ruang tamu enggak ada piring? Kalau itu memang benar piring, seharusnya ada di dalam lemari hias, tertutup rapat juga," tambah Regina. Perkiraannya benar atau salah? Seingatnya memang begitu ketika sewaktu duduk di sofa ruang tamu.






Yeeyyyy balik lagii kitaaaa!

Pada kangen ya? Gaakkk wkwk

Itu apa yaaa? Hantu atau piring?

Haaaii!

Yah sepii gak ada penghuni hehe

Jangan lupa vote dan commentnya ges! Itu gratis loh :)














Helenahanum

MERAH [END]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora