Bab 2

7 1 0
                                    


Akhirnya! Ok, waktuku untuk menuntut ilmu! Aku membereskan tas, mengganti sepatu dan pakaian. Sakit kan, kalau harus berjalan dengan heels. Mungkin menurut 90% mahluk di dunia, menuntut ilmu adalah hal yang membosankan. Aku, yang hanya bisa makan dari hasil kerjaku dan biaya bantuan dari seseorang misterius, merasa menuntut ilmu itu penting. Kenapa? Saat kamu memiliki ilmu yang banyak, kamu akan mengetahui segalanya. Lebih tepatnya bisa melakuan apa saja tanpa menyulitkan orang.

Saat sampai di lobby, aku menemukan siluman. Seperti siapa ya? Oh, tidak. Itu bukan Ian. Ini... kucing jelek itu! Sebenarnya ia tidak jelek sih. Cuma Ian memanggilnya kucing jelek. Sebaiknya aku lewat gerbang belakang.

"Hoi! Kanya!"

Aku terkejut dan lari menjauhi siluman itu. Kenapa semua siluman selalu berteriak sih? Lari Kanya, lari... aku sampai ke parkiran belakang kantor. Tapi...

"Ekhem!"

"Hiyyyy!" aku memukul orang dibelakangku.

"Ah! KAU!"

"K-k-kucing j-jelek!"

"Kucing jelek katamu?!" ia terbelalak dengan nama panggilannya sendiri.

"Um... tadi pagi teman-temanmu memanggilmu kucing jelek. Begitu juga Ian."

"Ian?" 'IANNNNNNNNNNNN!' (isi hati kucing)

Aku terbelalak. Tubuhku tidak bisa bergerak. Aku terlalu takut.

"Ayo, ikut aku," kucing itu memaksaku mengikutnya.

"Eh-eh-eh," aku menarik tanganku kembali. "Aku ada kelas! Pergi sana!"

"Justru itu, aku menghadangmu untuk menghadiri kelas malam," ia menarik tanganku kembali.

"Aish! Sakit!" aku menarik tanganku dan mengelusnya. "Iya! Aku ikut. Jangan menarikku lagi!"

Kucing itu hanya menatap mataku. "Ya sudah, ikuti aku."

Apa sih? Memang masalah apa sih? Melihat mereka bertengkar saja sampai seperti ini. Toh untuk apa juga aku beri tahu pak Leon?

Ah! Pak Leon! Mantap... aku bisa kabur atas nama pak Leon. Baru kali ini aku bersyukur dosen malamku pak Leon. Dengan rencana se-simple itu aku mengeluarkan HP-ku.

"Sedang apa kau?" kucing itu menyadari apa yang aku coba lakukan.

"Mengeluarkan Hp," aku menjawabnya se-singkat mungkin.

"Simpan," ia mengatakannya dengan muka dingin.

"Tidak. Kau boleh seenaknya. Kenapa aku tidak?" aku hanya mengangkat bahuku sambil menunjukan ekspresi tidak peduli.

"Aku katakan sekali lagi. Simpan Hp-mu," ia memiliki suara yang tenang namun menyeramkan.

Sedikit lagi kanya... tekan tombol call...

Kucing hitam itu mengambil dan membanting Hp-ku. Aku terkejut. Sangat terkejut. Hp itu... BELUM LUNAS!

"Ayo, kita lanjutkan perjalanannya."

"Sebentar, aku mau mengambil Hp-ku," aku benar-benar menuju ke Hp-ku.

"Sudah?" aku kembali ke kucing jelek itu.

Plak! Aku melempar Hp-ku ke badan kucing jelek itu.

"Apa maksudmu?"

"Kau tidak tahu?! Hp ini retak dan pecah akibat ulahmu yang semberono?" aku marah sambil berteriak.

"Aku sudah memperingatkanmu tadi."

"Bisa kan diambil Hp-nya saja?! Tidak usah pake dibanting?!" aku benar-benar sangat emosi.

"Salahmu tidak mendengarkanku. Sudah, ayo ikut aku," Ia menarik tanganku kembali.

DEG.

"Ah!" dadaku kembali ber-reaksi.

"Hei, ada apa? Aku menarikmu terlalu kencang?"

DEG

Aku hanya diam sambil menahan rasa sakit di dadaku. Aku lupa. Seharusnya aku pergi konsultasi dulu.

"Kanya? Hei..." suara kucing itu mulai melembut? "Kanya? Ayo... bangunlah,"

Bangun? Memang aku tertidur?

"Banyun? Meta mku melifur?"

"Kamu ngomong apa sih? Kanya... Aku tidak mengerti bahasa orang ngelindur..."

Hah? Sepertinya aku tiba-tiba mengantuk.

"Henh? Peltitya tatu menyantuk,"

"Tato? Tato yang mana? Iya, aku memiliki tato. Tato tanda dewa. Tatonya ada diperutku. Kau tau dari mana?"

"hoaieporepororo,"

(Author jg gk tau dia ngomong apa)

"Enak saja. Ini bukan tato pororo tahu!" kucing menunjukan bagian perutnya. Badannya yang atlhetik membuat tatonya berdimensi. (Iya, dimensi roti sobek.)

"Tunggu... untuk apa aku menunjukan tato ini padamu? Kenapa juga aku menjelaskan... Ahhh! Ian benar. Manusia satu ini menyusahkan! Ternyata dari tadi dia tertidur!" si kucing itu menghela nafas sambil menggotong Kanya.

Pantas saja Ian hanya diam ketika aku menanyakan manusia ini. Ternyata, dia memang menyusahkan. Sepertinya dia shock, aku melemparkan Hp-nya yang belum lunas. Kenapa tidak beli baru saja lagi? (Vibe orang kaya) Apa aku yang harus membelinya? 

Vous avez atteint le dernier des chapitres publiés.

⏰ Dernière mise à jour : Jul 07, 2020 ⏰

Ajoutez cette histoire à votre Bibliothèque pour être informé des nouveaux chapitres !

Human and HalfgodOù les histoires vivent. Découvrez maintenant