BOY ASTA

12 6 4
                                    

Pagi-pagi begini, E-girl mengajakku jalan-jalan. Hari minggu emang udah jadi rutinitas E-girl buat ikutan maraton bareng eyang-eyang yang lain.

E-boy duduk di taman dengan teman²nya. Aku berlari-lari mengitari lingkaran taman. Sungguh tidak epik berlari tanpa teman. Aku mulai letih lalu duduk di kursi. Aku mengelap keningmu dengan handuk kecil yang ku kalung kan di leher.

Hingga, seorang pria datang, duduk disebelahku. Aku menatapnya. Aku seperti kenal dia.

Drrrttt... Drtttt...

Ponselnya berdering. Dia segera mengangkat telfonnya.

"Halo!" Ucapnya halus.

.........

"Ok-ok aku langsung kesana" Dia langsung mematikan ponselnya. Lalu pergi tiba-tiba.

.......

Aku bangun dari kursi ku. Menggoyangkan badanku kekiri dan ke kanan.
Melenturkan lengan tanganku karena lelah membaca buku.

Otot-ototku serasa bergejolak saat aku mulai memutarkan tanganku kebelakang dan kedepan.

Aku melanjutkan lari pagiku, jarak ku dan eyang sudah lumayan jauh. Aku memutar arah kembali pulang. Tapi tiba tiba ujung retina ku menangkap sesosok pria yang beberapa menit lalu duduk disebelahku.

Aku berhenti. Menyimak lebih lekat pria itu. Dia sedang bersama seorang wanita. Tapi nampaknya, hubungan mereka sedang tidak baik-baik saja. Wanita yang bersama pria itu menangis tersedu-sedu. Lalu pada akhirnya.... PLAK! Tamparan mulus berhasil mendarat di wajah pria itu.

Aku terkejut. Fikiran ku bertanya tanya. Mataku melihat sekeliling. Mungkin saja sedang ada acara syuting di wilayah ini.

Wanita itu tiba-tiba berteriak.

"Aku ga mau nerusin lagi hubungan kita yang ga jelas ini Boy! aku udah muak! aku udah capek selalu maafin kamu! nerima semua alesan kamu! tapi untuk yang satu ini, aku udah bener bener ga bisa nerima.. " Ucap wanita itu, seraya mengibaskan tas mungilnya lalu pergi meninggalkan pria itu.

"Serena tunggu! " Pria itu menggenggam lengan wanita itu.

Mataku tak berkedip. Sekali lagi aku memastikan tidak ada acara syuting di tempat ini. Tapi nihil, aku tidak melihat sutradara bahkan kameraman sama sekali.

"Boy! " Panggil E-girl membuatku terkejut lalu pergi menghampiri beliau.

Aku berjalan santai. Aku baru ingat...

"Bukankah nama pria itu sama dengan namaku? "....

.....

Aku Boy Asta. Anak dari keluarga Asta yang terkenal dengan budidaya ikan cupangnya. Ayah dan ibuku bekerja di kampung, memastikan ikan-ikan cupang kami baik-baik saja. Sementara aku tinggal di kota bersama E-girl dan E-boy.

Usiaku baru menginjak 17 tahun. Aku memiliki kelainan pada wajahku. Yeah! Wajahku hampir mendekati kata 'sempurna'. Aku blasteran Jombang (ayah) dan London (ibu). Aku tidak akan menceritakan sebab-akibat orang tuaku bisa bertemu dan menikah sampai sekarang.

......

Setelah berolahraga, mandi dan sarapan, aku segera mengambil kunci motor lalu pergi menuju Joni. Iya Joni, itu nama motor kesayanganku. Motor bekas pemberian Ayah sewaktu beliau sering membonceng Ibu saat mereka berpacaran dulu.

Aku mengikat tali sepatuku, sambil merapikan hoodie abu-abuku.

"Oke Joni, kita mau kemana sekarang? " Aku mengelus-elus Joni kesayanganmu. Lalu, menancap gas dan pergi dengan kecepatan sedang.

Kotaku saat ini sangat sepi. Tidak seperti tahun lalu. Bahkan walaupun aku mengendarai dengan kecepatan penuh, resiko kematianku mungkin akan kecil.

Aku tiba di sebuah tempat kesayanganku. Jaraknya hanya melewati 34 rumah dari rumahku.

Aku membuka pintu. Seperti biasa, ruangannya selalu sepi seperti tidak berpenghuni.

Aku menaruh tas ku diatas sofa. Lalu, pergi kearah dapur untuk membuat capuccino panas kesukaanku.

"Astaaa... ", suara yang sangat familiar itu membuat ku harus menoleh menghampirinya.

" Selamat Pagi, Oon.. " Aku melambaikan tanganku.

"Sudah kubilang, panggil aku Onty, Astaaa! " Dia melempar koran kearahku dan Yaps! Aku berhasil menangkisnya.

Aku menghampirinya, lalu duduk disebelahnya. Mataku kembali menatap barang-barang antik yang tepat berada di hadapanku.

Hena, itu nama bibiku. Usia kami hanya berbeda 6 tahun. Tapi tetap saja, bibi adalah seorang bibi.

Dia belum menikah. Menurutnya menikah hanyalah buang-buang waktu saja. Yang dia butuhkan sekarang hanyalah UANG.

Dia membuka cafe kecil yang ada di ujung kompleks. Tepat di depan cafe ini, ada rumah minimalis yang sudah lama tidak berpenghuni.

"Kapan lu mau pindah? ", tanyaku sambil menyeruput capuccino panas dengan kaligrafi kucing diatasnya.

" Aku sudah nyaman disini.. Lagipula aku ini kan bibi mu, tidak sopan sekali dirimu ini", Dia mementung kepalaku dengan koran bekas kemarin.

"Yayayayaa... Udah ah gw mau cabut dulu, mau nyebad sama temen..", ucapku sambil meneguk capuccino ku sampai habis.

"Eh eh onty laporin ke ayah mu yaaa As.. ", wajahnya tampak kesal.

" Apaan si, gw bukan mau nyebat tapi nyebad, nyehatin badan. Nethink mulu lo", dia menatapku tidak percaya.

"Oh yaa, berkas-berkas yang lu minta kemarin udah gw tarok diatas meja..." Aku mengambil tas ku lalu pergi meninggalkannya.

"Okay Joni! Kita ke markas berikutnya.. "

.......


Akhirnya bisa up lagiii.. :""""""

Makasi yg udah stay😘 dan welcome yg baru dateng🎉🎉🎉

Lancar yaa bunds puasanyaaa..  Aamiin.. 💕

Yg ga puasa jangan lupa makan😚

Jangan bosen bosen yaa baca cerita akuuu...

Saran dan kritik nya ditunggu loh..

Thanks semuaanyaa^^

.......

Sc pict: pinterest


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 07, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

I want to be Fuck GirlWhere stories live. Discover now