Keluarganya
Kedatangan kakek Adel di kamar rawat Awan ternyata adalah opening. Sepuluh menit setelah kakek Adel pergi, sepupu-sepupu Adel datang berurutan. Mulai dari sepupu pertama Adel dan istrinya.
Sepupu pertama Adel yang tak berakhlak itu berbicara tentang turut berduka cita, seolah ini hari pemakaman Awan. Namun, Adel yang tangguh menanggapi itu dengan,
"Aku juga turut berduka karena dia kedatangan tamu kayak kamu."
Nice! Adel 1, Sepupu 0.
Sepupu kedua Adel tak kalah akhlak-less-nya. Ini keluarga semua akhlak-less sampai DNA.
"Wah, waktu aku lihat karangan bunga di depan kamar ini, aku pikir dia mati," komentar sepupu keduanya.
"Aku tahu kamu berharap dia mati karena kita semua tahu dia akan segera jadi ahli warisku kalau aku mati," balas Adel santai. "Dan dia bisa nendang kamu dari rumahmu sendiri."
Awan nyaris berdiri dan bertepuk tangan sambil bersorak untuk kemenangan Adel. Adel 2, Sepupu 0.
Sepupu ketiga Adel datang seolah hanya sebagai syarat. Tanpa mengatakan apa pun, dia meletakkan bunga dan keranjang buah, lalu pergi. Istrinya yang berpamitan pada Awan dan Adel, hanya mengangguk kecil tanpa kata, lalu pergi juga.
Oke, harus Awan akui, kali ini Adel kalah.
Berikutnya, sepupu keempat Adel, yang begitu masuk langsung tertawa. Seolah Awan barusan melawak di depannya. Sungguh, Awan takjub bagaimana Adel bisa punya sepupu-sepupu macam ini?
Sepupu keempat Adel hanya menepuk pundak Awan dan mengucapkan 'GWS', lalu melambai kecil pada Adel dan pergi. Hebatnya lagi, Adel bahkan tak mengangkat tatapan dari ponselnya untuk menatap sepupunya itu.
Adel 3, Sepupu 1 mengakhiri skor pertandingan akhlak-less malam itu.
Awan pikir ketiga temannya adalah makhluk paling tidak punya akhlak sedunia. Ternyata, masih ada Adel dan sepupu-sepupunya. Ketiga temannya harus belajar lagi dari mereka.
"Oke, malam ini nggak ada tamu lagi," Adel berkata sembari menurunkan ponselnya dan menatap Awan. Wanita itu lalu berdiri dan membawa barang-barangnya, kertas-kertas yang ditumpuk di meja, tas tangan, dan ponselnya.
"Kamu mau pulang?" tanya Awan.
Adel menggeleng. "Di kamar sebelah. Aku juga mau tidur. Aku capek banget semalam harus tidur di sofa ini." Adel menatap sofa yang tadi didudukinya dengan penuh dendam.
"Kamu ... mau tidur di sebelah? Emangnya ada penginapan?" tanya Awan heran.
Adel menggeleng. "Aku pesan satu kamar lagi buat aku. Tempat tidur pasien VIP lebih nyaman daripada minta tambahan tempat tidur buat penunggu pasien," jawab wanita itu dengan entengnya. "Buat jaga-jaga, kalau ada keluargaku yang iseng nyari aku, bilang aja aku pulang buat ambil baju gantimu dan kamu langsung hubungi aku. Aku pergi."
Dan wanita itu benar-benar pergi. Awan benar-benar bertepuk tangan setelah kepergian Adel. Di antara semua makhluk akhlak-less yang dikenal Awan, Adel adalah juaranya.
***
Adel mengerutkan kening ketika samar mendengar suara televisi. Ia menarik selimut ke atas kepalanya untuk mengusir suara itu, tapi kemudian terdengar suara tawa yang dikenalnya. Adel seketika membuka mata dan menarik selimutnya turun. Ia terbelalak kaget ketika melihat Awan duduk di sofa kamar tempat ia menginap, menggigit apel sambil menonton televisi di ruangan itu.
Adel sontak duduk dan menyembur galak, "Ngapain kamu di sini?!"
Awan terlonjak kaget ketika menoleh padanya. "Kamu kenapa, sih? Ngagetin aja. Lagian, ini udah siang. Tadi sekretarismu ke sini, tapi nggak berani bangunin kamu, jadi aku suruh dia pergi dulu."

YOU ARE READING
Marriage For Sale (End)
RomanceAwan Cakrawala, 26 tahun, lulusan sarjana, pengangguran, tinggal di kamar kos dan bertahan hidup dengan belas kasihan teman-teman atau wanita yang menjadi kekasihnya. Bermodal wajah tampan, Awan yang terkenal playboy mampu menaklukkan hati wanita ma...