21 || Do You Want the Most

4.4K 1.2K 554
                                    

Manusia selalu sulit membedakan antara apa yang ia butuhkan dengan apa yang ia inginkan. Padahal sesuatu yang ia inginkan belum tentu merupakan apa yang ia butuhkan.

.

.

.

Ketika manik bening Minho terbuka, senyum simpul ia tampilkan. Ia menatap sekitarnya, ini adalah kamarnya sendiri. Kamar yang dulu jadi tempatnya membayangkan bahwa ada ibunya disana untuk mendengarkan hari-hari buruk yang ia jalani. Dan benar saja, wanita itu ada disana. Tertimpa cahaya remang dari rembulan yang menyapa di balik kaca jendela kamar.

Ia menoleh pada anaknya. Lengkungan bibir wanita itu terlugat jelas dan lebih nyata dari yang biasanya Minho bayangkan. Perasaan hangat mulai menyelubungi pria Lee tersebut.

"Ibu datang lagi," kekeh Minho sambil mendekat dan berdiri bersisihan dengan sang ibu yang sedang menatap ke-arah luar jendela. "Padahal aku sudah minum obat. Ibu tetap datang."

Suara-suara malam menjadi saksi terkikisnya rasa dingin yang selama ini mendekam dalam tubuh Minho. Bahkan tanah, langit dan benda-benda mati lainnya pun tampak fokus menyimak pertemuan ibu dan anak ini.

"Tapi Minho—" sang ibu menoleh pada anaknya. Wajah penuh akan penderitaan yang telah ia tinggalkan sejak kelahiran. "Kau meminum obatmu terlalu banyak."

"Aku tau," lirih Minho. "Karena itu ibu disini, kan? Ibu ingin membawaku?"

Wanita yang memiliki mata sebening Minho itu masih senantiasa menatap sang anak yang ia rindukan. Ia pun mengusap surai sang anak. "Kau sudah bekerja keras."

"Ya, tentu." Minho bukannya terlalu percaya diri, tapi perkataan itu memang benar. "Ibu tak tau berapa kali aku nyaris mati karena bunuh diri."

"Apa kau tak membenciku?" Suara lembut itu menusuk tak hanya ke rungu Minho, tapi keseluruh panca inderanya. Dalam benaknya, sang ibu merasa bersalah atas penderitaan Minho. Merasa bahwa semua itu adalah salahnya.

Minho menggeleng sambil tersenyum. "Ibu tau? Aku punya seorang teman yang mengurus ibunya yang sakit sepanjang hidupnya—"

Kalimat itu menggantung. Minho tengah membicarakan Woojin. Bagaimana pemuda itu mengurus ibunya dengan amat telaten dan mengkhawatirkannya setiap saat—sesungguhnya jadi sebuah hantaman yang kuat untuk Minho pribadi.

"Aku tau aku tak sepatutnya mengatakan ini—tapi aku iri padanya." Mata Minho mulai memanas. "Aku iri, karena ia masih memiliki ibu yang harus di khawatirkan."

Tatapan penuh maaf tak terucap itu sang ibu paparkan pada sang anak yang mencoba keras untuk tak menumpahkan air mata. "Sekarang, kau kan sudah bertemu ibu."

Minho mengangguk membenarkan. "Apa ibu mau membawaku pergi?"

Wanita itu mengangguk.

Minho berpikir sejenak. Ia teringat perkataan Seungmin bahwa ia masih punya kesempatan untuk memberitahukan soal kunci dan letak kotak Pendora. Lantaran ia adalah orang yang menemukannya.

"Tapi masih ada yang harus kulakukan. Apa ibu masih mau menunggu sebentar lagi?" Tanya Minho.

"Kau mau menemui Changbin?" Tebak sang ibu.

"Kau mau menemui Changbin?" Tebak sang ibu

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.
stray society ✓Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin