08 • [Prasangka]

89 23 10
                                    

Point of view || CANNA

Rygel pada pagi hari terlihat ramai. Pantas, sekolah resmi belum ada satu minggu dilalui. Mereka semangat sekali menyambut hari--termasuk Blaire. Dia sangat ceria. Terkadang aku iri saja, orang-orang bisa begitu mudahnya bersenang-senang. Ah, aku jadi ingat, tentang kekuatan dan petualangan itu. Aku kaget, sangat kaget. Sampai kehilangan semangat karena terus memikirkan siapa keluargaku sebenarnya.

Victor. Lelaki itu patut dicurigai. Aku tipe anak yang tak mudah memercayai orang lain, atau pun mudah mencari teman dekat. Sehari-hari yang kuajak mengobrol hanya Lucy dan Blaire--itu pun kami tak terlalu membahas masalah pribadi. Namun Victor, entah kenapa dia dengan mudah membuatku mengetahui segalanya--seperti sudah direncanakan. Aku tahu sekarang, dia punya banyak kekuatan. Dia pintar sihir, dia bisa menguasai teknik menghilang (terbukti dengan pengakuannya menjadi bayangan waktu itu), juga dia bisa membawaku ke masa lalu ... yang artinya dia bukanlah orang biasa yang kebetulan singgah di kehidupanku.

Kalau dipikir pikir ... aku memang harus mencari tahu sendiri. Tapi bagaimana? Aku bahkan belum tahu caranya. Aku sudah di Rygel sekarang. Hampir mustahil kembali ke Siver untuk sekedar mencari tahu--mengingat perjalanannya memakan waktu lama.

Sekarang sedang berlangsung kegiatan olehraga. Rygel punya tempat sendiri untuk muridnya menjalankan kegiatan olahraga rutin maupun wajib.

Ada yang belum kuceritakan soal kelas. Yah, Rygel juga tak biasa. Kelasku tak monoton karena setiap berganti minggu, otomatis akan berubah. Maksudku, teman sekelasnya akan ganti setiap satu minggu. Hal ini membuat aku lega sekaligus tertekan.

Disaat aku mengikuti instruksi guru untuk pemanasan di tempat, aku merasa seseorang memandangku dari kejauhan. Meski aku tak tahu siapa itu, aku berharap dia bukan orang berbahaya. Semoga saja.

"Hei, kau tahu tidak. Dia seorang murid di kelas istimewa yang tak punya kekuatan apapun."

Seorang anak di belakangku membicarakan sesuatu mengenai aku. Suara cempreng khas anak perempuannya jelas terdengar sampai ke telingaku, dia pikir aku tak bisa tahu? Ck, aku malas meladeninya.

"Apa? Mana mungkin begitu. Dia pasti punya kekuatan. Barang kali hanya dia saja yang tak punya kemampuan menggunakannya."

Sekarang giliran anak lain yang menyahut. Masih membahas soal itu. Aku tak heran ini bisa terjadi, memang ... waktu itu hanya 9 orang di kelas--termasuk Mrs.Naiola. Hal yang sangat mungkin terjadi jika salah satu atau bahkan sekelompok dari mereka menyebarkannya.

"Iya. Dia sangat payah. Aku kemarin dapat info dari temanku yang sekelas dengannya. Dia hanya terdiam saat disuruh menunjukan kemampuannya, loh."

Ah, andai aku bisa berteriak di depan wajahnya. Mereka tak tahu malu. Benar-benar merepotkan. Aku semakin tak ingin dikenal lebih banyak orang.

"Ha? Benarkah? Ah niatku ingin berkenalan dengan dia kuurungkan sekarang."

Sekarang suara laki-laki yang menyahut. Terserah, siapapun itu aku juga tak berniat menjadi temannya.

"Benar. Meski fisiknya terlihat menarik dan meyakinkan. Siapa sangka dia begitu payah."

Aku membenci situasi seperti ini. Mereka meremehkanku. Dan tentu saja aku tak bisa menyangkalnya selain diam dan tak membuat masalah.

The Siver CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang