02

934 143 8
                                    

(name) terbangun karena alarmnya yang tidak berhenti berdering. Dengan mata yang berat untuk dibuka, (name) mematikan alarmnya. Tangannya meraba – raba sisi kasur sebelah kiri, ia membuka kedua matanya, tidak menemukan Akaashi yang biasanya tertidur pulas di sampingnya. (name) mendudukkan badannya, memijat keningnya karena kepalanya agak pusing hari ini. "Keiji?" panggil (name).

Tidak ada yang menjawab.

(name) terkekeh sedih, hari ini adalah hari pertama ia menyandang status lajang. (name) merasa ada sesuatu yang janggal dan hilang dari jari tangan kanannya. "Aku kan sudah melepaskan cincin itu." (name) mengembuskan nafasnya. Tidak menemukan Akaashi di sampingnya, jarinya yang kosong tidak memakai cincin, (name) tidak terbiasa dengan itu semua.

Ponsel (name) tiba – tiba bergetar, (name) segera mengambil ponselnya. Notifikasi pesan dari Akaashi, bahwa ia akan datang satu jam lagi untuk mengambil barang – barangnya selama mereka berdua tinggal bersama. (name) hanya membaca tanpa membalas pesan Akaashi, memutuskan untuk bangun dan membersihkan badannya.

(name) melihat bayangannya di cermin. Matanya yang sembab dan merah, rambutnya yang acak – acakan, make up semalam yang belum sempat ia hapus. Menyedihkan. (name) segera menghapus make upnya, mengambil handuknya dan membersihkan badannya.

Tidak butuh waktu lama bagi (name) untuk membersihkan dirinya. Dengan asal, (name) mengambil kaos jersey miliknya di lemari, cukup menutupi celana pendek yang ia kenakan dan mengikat rambutnya asal. (name) melangkahkan kakinya ke dapur untuk membuat sarapan, sebelum keluar dari kamarnya ia menoleh sebentar ke tempat tidurnya. (name) menghembuskan nafasnya, lalu keluar dari kamar.

Pagi ini agak berbeda, bukan agak, memang berbeda. (name) yang biasanya membuat sarapan untuk dua orang, kini berpikir lagi. Haruskah ia membuat dua porsi untuknya dan untuk Akaashi nanti saat Akaashi datang mengambil barang – barangnya atau ia membuat satu porsi hanya untuk dirinya.

Ponsel (name) bergetar lagi, pesan masuk dari Bokuto bahwa ia akan datang menemani Akaashi untuk mengambil barangnya. (name) sedikit bersyukur karena Bokuto akan ikut datang menemani Akaashi, ia tidak bisa membayangkan bagaimana canggungnya dia dan Akaashi nanti. Mengetik balasan dengan singkat, (name) memutuskan untuk membuat tiga porsi sarapan dan menyeduh kopi untuk mereka bertiga.

(name) bersenandung ria, melupakan rasa sakitnya sejenak. Mengikuti alunan musik dari radio yang sempat dia nyalakan tadi, menyiapkan tiga piring di meja dan menuangkan kopi di cangkir yang sudah tertata di meja. "Kau masih menyimpan jersey itu?" (name) terkejut dan hampir saja menjatuhkan teko yang ia pegang kalau saja itu bukan Akaashi.

Akaashi Keiji dan Bokuto Kotaro. (name) meletakkan tekonya, menunduk dan menarik ujung kaosnya. "Ah, iya, aku masih menyimpannya." Jersey itu sebenarnya adalah jersey yang ia kenakan dulu saat ia masih bermain voli. Dengan nomor punggung nomor 5, (name) dan Akaashi memiliki nomor punggung yang sama karena mereka dulunya adalah mantan wakil kapten tim voli SMA Fukurodani.

"HEY, HEY, HEY! Chibi-chan! Bagaimana kabarmu?" Dengan rusuh, Bokuto menarik (name) masuk ke dalam pelukannya. Tangan besarnya yang kuat merengkuh tubuh (name) yang dua kali lebih kecil darinya. "Bokuto-san, a-aku tidak bisa bernafas," elak (name) berusaha keluar dari pelukan sang burung hantu. "5 menit lagi." (name) jelas tidak bisa keluar dari pelukan Bokuto, tenaganya tidak bisa dibandingkan dengan anggota tim nasional Jepang. "Maafkan Akaashi." Bokuto berbisik pelan, tidak ingin Akaashi mendengarnya di belakang sana. (name) terdiam di pelukan Bokuto, bergeming, memilih untuk tidak menjawab Bokuto dan malah menawari Bokuto untuk sarapan dengannya.

Bokuto yang agak bodoh, dengan senang hati mengiyakan tawaran (name). "Aku akan menyusul." Akaashi memilih untuk membereskan barangnya terlebih dahulu, tanpa membuat kontak mata dengan (name), ia segera pergi ke kamar yang dulunya juga ia tempati bersama (name).

(name) hanya bisa melihat punggung Akaashi menjauh. Jauh di dalam hatinya (name) sangat senang dapat melihat Akaashi lagi, namun di satu sisi (name) merasa sedih karena menurutnya Akaashi tidak terlihat menyesal meninggalkan dia. "Matamu sembab, istirahatlah." Kata Bokuto sambil menyantap sarapan yang (name) buat. "Apa dia baik – baik saja?" tanya (name), Bokuto mengangkat kedua bahunya tidak tahu sebagai jawaban. (name) hanya mengangguk dan menyantap sarapannya.

Setelah lama berbincang masalah hidup, Akaashi tiba – tiba menghampiri mereka dengan dua kardus yang agak besar. Duduk di sebelah Bokuto untuk meminum kopinya lalu mengajak Bokuto untuk pergi. "Secepat itu? (name) membuat sarapan untukmu, Akaashi." (name) mengangguk menyetujui Bokuto, "Atau kau mau kubungkuskan sarapanmu untuk kau bawa?" tawar (name) beranjak dari duduknya untuk mengambil tempat makan yang biasa Akaashi pakai. Namun tidak sampai sejauh itu, Akaashi menolak. "Tidak usah repot – repot. Aku akan mengambil sisa barangku minggu depan. Terima kasih, (name). Ayo, Bokuto-san." Akaashi berdiri, mengangkat kardusnya, pamit dan segera keluar dari sana. Bokuto yang masih duduk di tempatnya, hanya bisa menoleh ke arah Akaashi dan menoleh ke arah (name) lagi.

(name) hanya tersenyum. Ia mengangguk dan mengantar Bokuto sampai di pintu depan. "Aku akan mampir lain kali, Chibi-chan." Bokuto mengelus kepala (name) pelan, tidak rela meninggalkan (name) sendirian. Bokuto sebenarnya belum mengetahui alasan mereka tidak lagi bersama. Ia tidak tahu harus melakukan apa, Akaashi dan (name) adalah sahabatnya dari mereka duduk di bangku menengah atas. "Tolong jaga Akaashi untukku, Bokuto-san," kata (name) sebelum menutup pintunya. Bokuto mengangguk tersenyum, pamit lalu pergi.

(name) menutup pintunya pelan, menyandarkan punggungnya di pintu. Kakinya tiba – tiba tidak kuat menahan berat badannya. Terjatuh, memegang dadanya yang terasa sakit lagi. Akaashi tidak menyapanya. Akaashi tidak menatapnya. Bahkan Akaashi tidak menyentuh sarapan yang (name) buat untuknya.

***

Vote dan comments sangat membantu! Terima kasih!🤍

Red String | Akaashi KeijiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang