3

65 14 2
                                    

Sinar mentari menyingsing menyeruak masuk ke dalam kamar Putri Al meski sang empu kamar masih bersemayam dalam ranjangnya; seseorang telah dengan lancang menyibak tirai putih yang membatasi dunia luar dengan kamarnya. Ogah melihat, gadis itu justru menarik selimut dan menutupi wajah bantalnya. Bunga tidur masih terasa amat semerbak, tak boleh ia tinggalkan begitu saja. Persetan dengan siapa yang datang. Kemarin ia terpaksa terjaga hingga larut lantaran perdebatan batin yang tak kunjung padam.

"Aduh, bagaimana bisa calon ratu masih dengan manjanya terlelap di kasur saat seluruh makhluk telah siap beraktivitas?" ujar sebuah suara dengan amat lembut, selembut gerakannya saat menarik yang menutupi seluruh wajah Putri Al. "Ayo bangun. Kita harus segera menyiapkan segala kebutuhanmu sebagai calon pengantin wanita."

"Ah, Ayah, lima menit lagi," erang Putri Al sembari berusaha menarik selimutnya yang kini telah berpindah posisi.

"Al, Anakku, tanggal pernikahan kalian telah ditentukan dua hari lalu."

Mendengar itu, sontak erangan Putri Al terhenti. Ia membuang muka, memunggungi ayahnya yang saat ini tengah membelai surai pirangnya lembut.

"Ayo, Al. Kau tak bisa terus mengurung dirimu di kamar seperti yang kaulakukan seminggu terakhir, sejak Kerajaan Timur pertama kali tiba di sini."

"Ayah ...." ujar Putri Al memelas, "haruskah?"

Namun raut wajah Raja Runa tak berubah sedikit pun barang satu garis wajah. "Lakukan saja, Anakku."

Dan air mata Al tumpah bak rinai renyai yang tertahan.

-●-

Aula kerajaan sedang penuh-penuhnya oleh ratusan kertas berisi sketsa gaun dan jas pengantin. Terlihat beberapa puluh penjahit sedang berusaha menarik atensi Putri Al yang sedari tadi tak terpikat oleh satu rancangan gaun pun. Lain dengan Pangeran Rein yang kini sedang bersenda gurau dengan para penjahit muda lantaran telah usai memilih pakaian pernikahannya.

"Putri, gaun ini dihiasi oleh bulu-bulu angsa. Putri pasti akan sangat menawan mengenakannya."

"Tidak, Putri. Kenakan saja gaun dengan taburan berlian ini!"

"Putri-"

"Putri!"

"Yang Mulia!"

Sahutan antarpenjahit itu menggema memenuhi aula namun tetap saja Putri Al abai. Gadis itu masih terpaku oleh panorama indah di balik jendela; sepasang merpati yang terbang beriringan itu seolah mengejek dirinya. Berani-beraninya mereka berbahagia dan menimba kasih satu sama lain sedangkan Tuan Putri tempat mereka bernapas sedang letih memikirkan hal bodoh itu?

Kesal, sang Putri pun bangkit dan hendak pergi apabila sebuah tangan tidak menariknya paksa dan secepat kilat melingkarkan diri pada pinggang kecil Al. "Ada apa denganmu?" tanya sang empu tangan, Pangeran Rein.

Butuh lima detik bagi Putri Al untuk menyadarkan diri dari situasi ini. Ia sontak berontak dan mendorong badan Pangeran Rein yang kini tak berjarak dengannya. "Hei, ada apa denganmu, Bodoh? Pertanyaan itu tampak lebih cocok ditujukan untukmu!"

Tak acuh, Pangeran Rein menyentuh dahi Putri Al sembari memejamkan mata. Ia lalu mengulum seulas senyum buatan yang memabukkan para penjahit muda itu. "Kau seharusnya bilang kalau tidak enak badan. Aku akan mengantarmu ke kamar agar kau dapat beristirahat, Permaisuriku."

Tanpa aba-aba, Pangeran Rein mengangkat Putri Al dan membawanya bak seorang bayi kecil. Putri Al lagi-lagi meronta namun tak dapat mengubah posisinya. Dirinya telah terkunci. "Hei, lepaskan-"

"Ah, Nona muda di sana, kami memilih gaun rancanganmu dengan hiasan bulu angsa. Tolong siapkan ukuran yang pas, ya," tukas Pangeran Rein sesaat sebelum melengos menuju pintu keluar.

"Yang benar saja! Turunkan aku! Aku bisa memilih sendiri!"

Sekali lagi, tanpa aba-aba, Pangeran Rein mengecup pelan dahi Putri Al seraya berkata, "Kau cocok memakai apapun, Sayangku," dan dengan lihai melesat keluar.

"Sudah, cepat turunkan aku!" titah Putri Al sembari melipat kedua tangannya di depan dada.

"Kuturunkan kau di kamarmu, nanti," jawab Pangeran Rein tanpa senyum, tanpa menatap Putri Al sedikitpun. "Kau harus bisa mengimbangi aktingku apabila berada di depan khalayak, Nona."

Mendengar itu, Putri Al mau tidak mau terpaku sejenak pada wajah Rein sebelum memaling pandang untuk menghindarkan indra pandangan Rein menangkap suara hatinya yang mencelos. Ada apa ini?

-●-

Malam tengah menggarap kala Raja Runa menghampiri buah hatinya yang tengah meringkuk lemas di ranjang. Ia membelai lembut surai gadis itu sembari berkata, "Nak, hidupmu ada pada tanganmu."

Lama Putri Al memejam, mencoba meresapi omong kosong itu walau akhirnya membalas, "Aku tahu."
Hatinya masih bergejolak.

-TbC-

Akting Pangeran Rein mengalahkan akting para fakboy di luar sana HUAHAHA

Anyway, vomment ya~

When I Had to Marry Enemy Kingdom's PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang