Laugh for Love

30 6 23
                                    

Tidak ada yang lebih menarik bagi seorang Syailendra Hutagalung daripada mendapati gadis berambut pendek sebahu berdiri di samping gerobak tukang siomay siang bolong begini. Namanya Liu Ananta Putri, tapi kebanyakan orang memanggilnya Lian. Sudah jadi rahasia umum kalau putra Hutagalung itu menaruh perhatian lebih pada Lian. Sayangnya, Lian sepertinya tidak begitu peduli pada gosip yang tersebar di kampusnya itu.

Ganteng, tajir, baik hati, fans-nya banyak. Ngapain banget tuh cowok harus naksir sama Lian yang cuma manusia biasa, yang baru bisa berdarah biru kalau darahnya di-plylox dulu. Lian mana berani berpikir begitu sampai sekarang.

Cowok itu diam-diam mengamati dari jauh, hingga seseorang tiba-tiba menepuk pundaknya dan membuatnya terlonjak di balik rumpun teh-tehan.

"Sehun! Ngapain?"

Cowok itu berbalik cuma buat mendapati Kai berdiri di hadapannya. "Hampir aja jantung gue silaturahmi sama tulang ekor," gerutu Sehun. "Lagian lo ngapain sih ngagetin gue gini, Tem?"

"Tam-tem-tam-tem." Kai mengomel. "Manggil Item lagi, lo gue selepet, ya?!"

Sehun menghela tawa ringannya. "Ngapain lo di sini?"

"Harusnya gue yang tanya. Lo ngapain ngumpet-ngumpet di sini?" Kai bertanya serius, tapi perhatiannya lantas tertuju pada sepeda yang Sehun tuntun. "Ini apaan lagi pake bawa-bawa sepeda butut gue segala? Pantesan gue cariin di kontrakan nggak ada." Kai mendengus sebal. "Eta motor sama mobil bening di rumah lo 'kan banyak. Kalau Yang Mulia Hutagalung sampai lihat lo ngemper di semak-semak begini, bisa-bisa lo di-kick beneran dari daftar keluarga."

"Bawel banget lo!"

Kai baru mau menjawab tepat ketika gadis yang Sehun amati tiba-tiba nongol.

"Kai!" Dia memekik, memanggil Kai sambil melambai—tidak lupa dengan siomay goceng yang ada di tangannya.

"Lian? Dari mana lo?"

"Baru ada kelas, ini mau pulang." Lian mengamati Sehun dari atas ke bawah, sampai ke sepeda butut di sebelah Sehun, lantas menceletuk, "Sepeda lo... keren."

Pernyataan singkat Lian sukses bikin Sehun mendelik, lantas mengalihkan tatapannya pada sepeda di sisinya. Kalau Lian bilang sepedanya keren betulan, Sehun bisa menyimpulkan kalau seleranya cukup payah. Seawam-awamnya orang, nggak bakal ada yang bilang keren buat sepeda berpedal belang, rantai tanpa tutup, serta sadel yang ditutupi kaos sponsor dari Pegadaian bertuliskan, 'mengatasi masalah tanpa masalah'.

Masalahnya sekarang adalah, harga diri Sehun pasti terjun bebas di hadapan Lian.

"Ini—maksud gue—bukan—"

"Minggir." Kai mengambil alih sepeda Sehun dan menaikinya. "Ini sepeda kesayangan gue, lupa lo, Yan?"

"Oh... agak pangling soalnya yang bawa putih bening, nggak kayak biasanya."

Kai berdecak kesal. "Au ah gelap. Lagian siapa suruh sih serbuk berlian kayak lo temenan sama tumpahan oli kayak gue, Hun? Kontras 'kan jadinya."

Lian menghela tawa lepasnya, bikin Sehun tersenyum lebar dibuatnya.

"Temenan tuh sama Lian," kata Kai melanjutkan, "cantik iya, pinter jangan ditanya. Cocok deh lo berdua."

Setelah sempat larut dalam gelak tawa Lian, Sehun akhirnya mengembalikan kesadarannya ke permukaan. Cowok itu berdeham. "Lo mau ke mana, Tem?"

Kedua mata Kai sontak mendelik, cowok itu kesal karena dipanggil Tem lagi sama Sehun. Tapi cuma sebentar, sebab kemudian Kai mengabaikannya. "Basecamp bentar, ngambil speaker gue yang ketinggalan. Sepeda gue bawa."

Tanpa peduli dengan tanggapan Sehun dan Lian, Kai buru-buru melesat meninggalkan mereka berdua yang masih agak canggung. Bukan apa-apa, Sehun dan Lian tuh sebetulnya sudah saling kenal, cuma jarang berinteraksi aja. Seringnya Sehun diam-diam memperhatikan Lian karena agak nggak enak mau memulai interaksi duluan karena mereka belum pernah ada di dalam satu lingkup khusus. Kalau Lian, lebih sering tanpa sengaja memergoki Sehun yang sedang mengamatinya dari jauh.

"Hun," panggil Lian setelah keduanya memutuskan untuk berjalan berdampingan, menyusuri jalan menjauh dari kampus. "Nama lo beneran Syailendra?"

Sehun mengangkat kedua alisnya. "Iya, emang kenapa? Ada yang aneh?"

"Jangan-jangan lo keturunan pendiri Candi Borobudur, ya?"

"Ngaco! Gue keturunan Hutagalung, bukan Syailendra." Sehun sempat misuh-misuh sementara Lian lagi-lagi dibuat ketawa olehnya. "Omong-omong, lo temenan dekat sama Kai?"

"Hm... lumayan, dia temen satu kelompok gue waktu ospek jurusan."

"Oh, pantesan akrab banget."

"Hng sebenernya nggak seakrab itu juga sih, sebatas kenal aja."

"Oh..." Sehun menjeda sebentar sebelum bertanya, "Terus, ada yang akrab sama lo nggak?"

Lian mengangguk. "Gue akrab sama anak-anak kosan gue."

"B-bukan itu," kata Sehun. "Maksud gue... akrab sama cowok, mungkin?"

"Well, gue cukup terbuka sama semua orang. Jadi, kalau ditanya ada atau enggak, ya... banyak."

"Setelah gue perhatiin, lo orangnya supel, ya?"

"Kapan lo merhatiin gue?"

Skak mat. Keceplosan juga akhirnya setelah sekian purnama.

"M-maksud gue—"

"Iya, gue tahu, itu elo."

"Gue yang mana?"

Lian tersenyum lebar. "Orang yang ngirim bunga sama buket jajan waktu gue lepas jabatan di himpunan, itu elo, 'kan?" Cewek itu memukul lengan Sehun. "Udah, ngaku aja. Lo juga sering diem-diem ngebuntutin gue, 'kan?"

"K-kok lo tahu?"

"Ah, elo mah nggak ada jagonya. Orang ngumpet tuh pake kamuflase dikit. Ini lo ngumpet di balik teh-tehan, tapi baju lo warna merah darah kayak kaos kampanye pe-de-i-pe."

Sehun tertegun menatap Lian yang tertawa pelan. "By the way, Yan."

"Hm?"

"Jangan ketawa terus."

"Emang kenapa?"

"Gue takut makin naksir."

(tim kampanye PDIP pada masanya)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(tim kampanye PDIP pada masanya)

happy belated birthday, lian 5_sehun94 and wish you all the best.

ini secuil kisah ala-ala lian dan sehun dari makhluk yang paling manusia di antara dakjal kosan 10 muehehehe semoga suka beb.

July B'day GirlWhere stories live. Discover now