Angka 30

1.1K 107 5
                                    

"hai" ucap Saka begitu Haura masuk kedalam mobil.

Ia mengecup bibir Haura singkat sembari membantunya mengenakan seat belt. Mereka masih berada di pelataran lobby kantor Haura.

"Aku pikir hari ini kamu akan meeting lagi" ucap Haura tidak terlalu bersemangat.

"I'm so sorry" jawab Saka dengan mengelus rambut Haura. "Kita makan malam ya" ucapnya dengan menginjak pedal gas keluar dari area kantor.

Mereka memilih restoran fine dining yang menyediakan menu masakan eropa sebagai makan malam.

"Hari ini aku di telefon ibumu lagi" ucap Haura membuka percakapan.

Makanan mereka sudah datang, Saka segera mengambil sesendok besar sebelum ia menjawab Haura.

"Tentang apa?" Tanyanya.

"Tentang, sudah lebih dari lima tahun kita berpacaran" jawab Haura yang masih belum menyentuh makananya.

Saka menghela nafas, ia membuka tutup botol wine dan mulai menuang sedikit di gelas miliknya juga Haura.

"Kamu tahu kan sayang, aku selangkah lagi menjadi direktur, dan aku harus bertahan di sini, aku tidak bisa memikirkan hal hal seperti pernikahan saat ini" jawab Saka.

Haura tersenyum, meski hatinya kecut. Sudah satu tahun jawaban Saka selalu sama ketika disinggung soal pernikahan. Ia mengambil wine di gelasnya dan menghabiskannya dalam sekali teguk.

"Kamu sudah mengatakan hal ini sejak tahun lalu" jawab Haura terus menyuap makanan kedalam mulutnya.

"Ya, aku gagal mendapatkan promosi kemarin, tapi aku pastikan kali ini aku akan mendapatkanya" jawab Saka.

"Perusahaanmu juga baru saja bergabung dengan perusahaan yang sangat besar, aku yakin kamu juga saat ini sedang sibuk sibuknya. Aku akan meminta ibukku berhenti mendesakmu" Lanjut Saka. Sesngguhnya kedua ornag tua Saka juga sudah menginginkan anaknya untuk segera menikah, namun mereka selalu tidak berani bertanya kepada Saka. Karena pernah suatu ketika, mereka bertanya tentang pernikahan dan seketika Saka marah besar.  Pada akhirnya mereka menyerah dan memilih mendesak Haura.

"Apakah kamu benar benar tidak ingin menikah?" Tanya Haura menghela nafas.

"bukan begitu sayang, aku akan menikah, dan menikahimu. Tidak ada yang lain, hanya kamu" jawab Saka merayu, kemudian dia menggenggam jemari Haura diatas meja.

Makanan utama telah datang, dan Haura sudah kenyang. Kenyang dengan emosinya. Dia benar benar menjadi tak berminat dengan potongan daging dengan kematangan sedang berbentuk dadu di atas setumpuk irisan dedaunan dan bunga bungaan yang bisanya menjadi favoritnya.

"Direktur keuangan sebentar lagi akan pensiun, dan dia telah berjanji akan membantuku mendapatkan posisi itu" Saka mulai bercerita, sementara Haura sudah tidak peduli lagi dengan setiap kalimatnya. Ia hanya fokus pada makanan yang ada di hadapannya.

"Secepatnya aku akan melamarmu" ucap Saka mengakhiri ceritanya.

Haura mengangkat pandangannya, matanya berkaca-kaca ia tidak kuat menahan emosi sedari tadi. Ia tersenyum kepada Saka.

"Maafkan aku menjadi terlalu emosional" ucap Haura menyeka kedua matanya.

Sudah satu tahun ini Haura terus bertanya tentang pernikahan kepada Saka. Selain karena desakan kedua orang tuanya juga desakan kedua orang tua Saka. Ayahnya yang sudah sepuh sangat berharap ia bisa segera melihat anaknya menikah semuanya, dan Haura adalah anak terakhirnya. Kondisi kesehatan ayahnya yang terus menurun membuatnya semakin ingin mewujudkan impian itu. Kakak kakaknya juga sudah menanyakan hal yang sama pasalnya mereka telah menikah di usia yang lebih muda dari Haura saat ini.

Saka menggenggam tangan dan mengelus punggung tangan Haura, membiarkan Haura menguasai dirinya kembali.

"Sudah? Pulang yuk" ajak Saka begitu mereka selesai.

Selama perjalanan Haura terus terusan terdiam memikirkan apa yang baru saja terjadi. Selalu seperti ini, setiap kali mereka selesai membahas tentang pernikahan, mereka berdua akan berdiam diri hingga esok hari.

"Kamu mau mampir?" Tanya Haura begitu Saka berhenti di lobby apartemennya.

"baiklah"

Saka duduk di sofa, sementara Haura segera berjalan menuju dapur mengambil secangkir air putih untuknya. Saka duduk diam dengan memainkan ponsel di tangannya.

"Maafkan aku, telah membuat suasana menjadi seperti ini" ucap Haura setelah meletakkan cangkir dihadapan Saka dan duduk disebelahnya.

"orang tua kita pasti telah menyulitkanmu" jawab Saka.

"tidak Saka,aku hanya...... aku tidak tahu, I'm almost 30" Jawab Haura pada akhirnya, mengungkapkan apa yang selama ini dipendamnya. 

"Haura......."

"Aku ingin menikah sebelum usiaku tiga puluh tahun, dan kamu tahu itu Saka. Namun sepertinya memang benar benar tidak ada aku dalam prioritasmu. Apakah menjadi seorang direktur tidak akan tercapai jika kamu telah menikah?"

Dalam beberapa bulan usianya akan menginjak angka tiga puluh, dan ia benar benar menginginkan sebuah pernikahan. Haura memang masih memiliki pemikiran kuno tentang pernikahan, dan memang keinginanya untuk menikah sebelum usia tiga puluh. Saat ini kekhawatiran tentang hal itu sering kali memicu pertengkaran diantara mereka.

Saka meraihnya, membenamkannya kedalam pelukan.

"Aku hanya ingin sebuah kepastian. Jika memang tidak ada aku dalam rencana hidupmu."ucap Haura lirih didalam pelukan Saka. 

Saka menghela nafas panjang dan beratnya.

"Sudah sangat malam, besok aku ada rapat dan harus mempersiapkan bahan. Aku akan mampir lagi besok" ucap Saka yang hanya dijawab anggukan kepala Haura. "Dah... Langsung tidur ya, jangan begadang. Sampai jumpa besok" Lanjut Saka lembut yang kemudian berpamitan pulang.

Haura duduk di sofa dengan termenung, memikirkan pertengkarannya hari ini. Mungkin sebenarnya bukan hal ini yang benar benar diinginkannya, atau mungkin sebenarnya ini karena seluruh desakan dari orang orang di sekitarnya. Mungkin juga ini terjadi karena usianya yang akan menginjak usia tiga puluh, sehingga dia menjadi begitu panik karena masih belum menikah seperti kebanyakan orang. Atau mungkin juga dia benar benar sudah menginginkannya sementara Saka tidak menginginkannya sama sekali, karena memang tidak ada dia dalam rencana hidupnya. Usia tiga puluh, dan kau masih belum menikah. Kutukan atau mimpi buruk. Bisakah ini menjadi anugrah.

IN YOUR ATMOSPHEREWhere stories live. Discover now