30. Maaf Bukan Berarti Lupa

40 9 0
                                    

"Karena kecewa butuh waktu lebih untuk pulih, dan 'maaf' belum mampu mengobatinya."

--

Author POV

Akmal nampak tidak fokus dengan laporan yang sedang ia kerjakan. Berulang kali pandangannya tertuju pada ponsel yang sengaja ia letakkan di atas meja, berharap Nata akan membalas pesannya.

Namun, semua itu tak berujung. Pesan yang semenjak tadi malam Akmal kirimkan, tidak kunjung mendapat balasan dari Nata. Begitu pun pesan yang baru ia kirimkan tadi pagi.
Nanti malam ia akan menyelesaikan semuanya, lebih tepatnya nanti setelah ia pulang.

--

Saat ini Akmal sudah berada di rumah Nata, namun wanita itu belum pulang ke rumah. Rifa yang menyambutnya pun nampak bingung, melihat Akmal yang mencari Nata. Apakah mereka sedang bertengkar? Pikir Rifa.

"Kalian sedang bertengkar?" Tanya Rifa sembari mengulurkan secangkir teh pada Akmal. "Terimakasih, Nek."

"Akmal gak berantem sama Nata, Nek. Hanya saja ada kesalahpahaman," ujar Akmal memberikan penjelasan.

"Diselesaikan baik-baik ya, Ndok. Biar masalahnya gak semakin panjang." Akmal mengangguk. Ia yakin kalau ini hanyalah kesalahpahaman biasa, karena waktu temu mereka yang sedikit sehingga ego itu muncul dengan sendirinya.

"Nata baru aja pergi tadi siang, katanya sih mau nyari buku. Tapi kok lama, ya?" Ucap Rifa. "Coba saya telfon, Nek. Mungkin Nata sudah mau pulang,"

Akmal mengeluarkan ponselnya, dan menghubungi Nata. Sambungan telfon itu sudah terhubung, namun tidak juga ada jawaban. Sudah Akmal duga, kalau Nata tidak ingin mengangkat telfonnya.

"Mungkin Nata sedang di jalan, Nek. Jadi gak kedengeran kalau saya telfon," jelas Akmal.

Namun, Rifa tidak mempercayainya begitu saja. Nampak dari raut wajah Rifa, wanita itu tahu betul sifat cucunya itu. Dan, selama ini Nata tidak pernah mematikan nada ponselnya.

Tak lama kemudian, terdengar suara motor yang berhenti di depan rumah. Akmal dan Rifa secara bersamaan melihat siapa yang datang melalui jendela yang ada di ruang tamu.

Dan, benar saja Nata yang datang.

"Assalamualaikum," salam Nata lalu mencium tangan Rifa. "Waalaikumussalam. Ini loh Ndok, Akmal daritadi nungguin kamu. Kok pulangnya maghrib gini?" Tanya Rifa.

Nata mengambil posisi untuk duduk di samping Rifa, "tadi ketemu teman sebentar, Nek," balas Nata tanpa sekalipun menatap Akmal.

"Ya sudah, Nenek tinggal dulu ya. Kalian selesaiin masalah kalian secara baik-baik," Rifa mengelus bahu Nata lalu pergi meninggalkan mereka berdua.

--

"Habis nyari buku apa? Kenapa gak minta ditemani saya aja?" Tanya Akmal. Saat ini mereka berada di teras rumah. Tidak ingin Rifa mendengar perbincangan mereka, dan berjaga-jaga apabila mereka bertengkar nanti.

"Cari novel aja," balas Nata.

"Nat, yang kamu pikirkan itu semua gak benar. Maaf kalau pikiran saya gak sampai ke sana, maaf kalau tingkah saya malah menyakiti kamu. Tapi, jujur sama sekali saya gak ada niat lebih."

"Nat, saya cuma anggap Mutia gak lebih dari teman," lanjut Akmal.

Nata mengalihkan pandangannya menatap Akmal. "Tapi kenapa kamu gak cerita sama saya? Kamu janji Mal kalau kamu gak bohong sama saya. Tapi apa? Kamu bohong Mal,"

"Saya gak bohong Nata, saya kira itu semua gak penting untuk saya ceritakan ke kamu."

"Gak penting? Bagian mananya? Itu mungkin saja hal kecil, Mal. Tapi itu justru bisa saja jadi boomerang buat kita,"

[4] Love is Trust [Completed]Where stories live. Discover now