Eight

446 37 1
                                    

Author POV

Sekarang sudah menunjukkan pukul 21.00 waktu setempat. Kini Abi akan mengantarkan Zaira pulang.

"Za? Mau ke alun - alun dulu ga?" tawar Abi.

Di kota ini, setiap malam minggu memang sering ada live music di sepanjang Jalan Jendral Sudirman. Para muda mudi yang sedang dimbauk asmara sering kali mengunjungi tempat itu.

"Boleh Do-- eh kak." jawab Zaira dan Abi tertawa karena Zaira masih saja terbiasa memanggilnya dengan embel - embel tersebut.

"Za, saya mau ngomong sesuatu."Abi berucap ketika mobil telah diparkirkan, tetapi mereka berdua belum beranjak dari mobil.

Zaira menoleh ke arah Abi, cahaya di dalam mobil tidak terlalu terang jadi Zaira tidak terlalu fokus menatap Abi.

Abi meraih kedua tangan Zaira,

"Saya tau mungkin ini terlalu cepat, tapi saya ga mungkin menghindar terus dari rasa saya sendiri. Za, mungkin kamu bertanya - tanya kenapa saya tiba - tiba begini..." Abi mengehal nafasnya perlahan.

"Tapi jujur, ketika ketemu kamu untuk pertama kalinya saya ngerasain hal yang beda. Mungkin menurut kamu saya terlalu berlebihan tapi memang itulah adanya. Hari ini, saya cuma mau mengutarakan apa yang saya rasa sejauh ini sama kamu. Dan saya yakin akan hal itu." Abi menyelesaikan kalimatnya dengan tenang dan sorot mata penuh keyakinan.

Zaira bungkam, ia bingung bagaimana cara menanggapinya. Ia pun tak menyangka bahwa Abi akan mengatakan hal ini.

"Za, izinin saya untuk mengenal kamu lebih jauh ya." ujar Abi sambil tersenyum dan tetap menggenggam kedua jemari Zaira yang kecil di tangan Abi yang besar dan menghangatkan bagi Zaira.

"I-ini serius kak?" tanya Zaira terbata - bata.

Abi menganggukkan kepalanya mantap.

"Saya sudah izin ke orang tua kamu tadi sore. Jujur Za, katakanlah ini terlalu cepet. Tapi saya ga bisa kalau hal ini dipendam terus lama - lama. Jadi, Zaira kamu mau jadi pacar saya? No, i mean.. Calon istri saya?" Abi lagi - lagi berkata seperti itu dan semakin membuat Zaira shock.

"Kak Abi tau kan? Zaira masih sekolah? Bahkan belum lulus. Zaira pun ga pede kak, ngeliat Zaira cuma anak SMA dan Kak Abi udah jadi seperti sekarang. Zaira masih bingung." Zaira mencicit pelan sambil menggelengkan kepalanya.

"Denger saya, ga usah pikirin yang orang lain pikirin. Toh, yang ngejalanin bukan mereka. Zaira Dhiya Ulhaq, saya yakin sama diri saya. Saya ga meragukannya lagi." kata Abi mantap.

"Boleh kasih Zaira waktu?" ungkap Zaira dan Abi mengangguk sembari tersenyum.

Acara serius pun ditutup, mereka melanjutkan untuk berjalan ke arah live music berada dengan suasana yang cukup canggung. Terlebih Zaira yang masih cukup shock dengan pengakuan Abi tadi.

-----

Zaira POV

Ini sudah hari ketujuh sejak pengakuan Kak Abi. Dan jawabannya pun masih gue gantung. Banyak banget pikiran gue.

Sebenernya, di hati kecil gue pengen banget rasanya menghindar. Tapi akhirnya, gue sama Kak Abi emang jarang ketemu seminggu ini. Mungkin karena gue udah pindah divisi. Setiap dia coba hubungi gue pun banyak banget alasan gue biar ga lama - lama karena jujur gue gugup banget.

"Zaza!" gue kaget karena si Nara. Oh iya, kita berenam udah change shift jadi gue bareng sama Nara sampe nanti minggu terakhir PKL di rumah sakit ini.

"Apa si?"

"Lo masih gantungin Dokter Abi?" tanyanya. Kebetulan sekarang kita berdua lagi jalan ke kantin di jam istirahat.

Ineffable✔ [BELUM REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang