Part 3

56 12 1
                                    

3

Siuk-siuk kunun saya tidur masa weekend tu. Rasa macam tu telinga saya kena tiup angin. Balik-balik saya pigi halau. Yala, manatau gia kan lalatkah atau nyamuk tapi lalat? Laju saja saya buka mata.

"Shit! What are you doing here?" segar terus saya bila nampak muka Samuel.

Senyum-senyum dia sana tinguk saya.

"Apa senyum-senyum?" saya bilang.
"Nice view, nice curve, baby!" bilang samuel sambil senyum sinis.

Saya tunduk. Laju saja konon saya mau tarik comforter tapi tidak jumpa. Saya pandang Samuel dan mata dia melirik sana baldi kotor dekat toilet.

Saitan! Buli-buli comforter saya di sana. Sudahlah saya pakai singlet sama panty saja tidur. Braless lagi.

"Kau sengaja cari pasal sama saya!" saya bilang.

Saya berdiri dan meluru sama Samuel. Apa mau jadi, jadilah. Ni hari saya mesti kasi lepas geram saya sama dia. Saya angkat kaki mau tendang tapi dia tahan dan tolak saya. Saya terundur ke belakang. Samuel senyum sinis.

Saya cuba serang dia lagi tapi Samuel selamba saja tepis semua serangan saya. Ada satu kali tu saya tercakar leher dia dan cengkam kolar baju dia. Saya senyum dan tarik baju dia sekuat hati sampai koyak. Puas juga hati saya sikit.

"Sam, ka..." terdiam si Fabian nampak keadaan kami masa tu.

Laju saja Samuel tarik saya dan sembunyikan saya dari pandangan Fabian.

"Wow, bro! What is happening here?" soal Fabian.

Saya silik saja Fabian. Samuel masa tu membelakang sama Fabian. Tangan saya masih genggam erat baju Samuel yang koyak.

Samuel ketawa saja bila Fabian tanya begitu.

"Bah, bro! Cepat kamurang turun. Breakfast is ready." bilang Fabian dan terus tutup pintu bilik saya.

Saitan punya abang. Senyum-senyum saja dia tutup pintu. Tidak pun pigi tolong adik dia.

Tiba-tiba rasa suam tu tepi bibir saya. Saya tinguk Samuel. Dia senyum-senyum.

"Kau! Berani kau sentuh saya?"
"I've touched you many times, baby!" bilang Samuel dan kasi lingkar tangan dia di pinggang saya sambil dia rapatkan badan kami.
"Bodohlah!" saya teriak dan cuba tolak Samuel tapi tidak dapat.

Saya terus gigit dada dia yang terdedah.

"Argh!" Samuel teriak kesakitan.

Saya gigit sekuat hati baru saya kasi lepas.

"Argh... Sam!" bilang Samuel.

Saya terus tolak badan Samuel dan dia gosok dada dia yang saya gigit. Bercap bah gigi saya sana dada dia.

"Dare to touch me again?" saya bilang.
"Wait and see," tajam saja mata Samuel tengok saya.
"Go to hell!" saya cakap dan terus tarik tuala masuk dalam toilet.

Masa saya keluar dari toilet, Samuel tiada sudah. Cepat-cepat saya bersiap dan turun pigi bawah.

"What happen to your neck?" saya dengar suara Fabian bertanya.

"Kenapa sama baju kau ni?" mami lagi tanya.

"Siapa punya gigi ni bercap di dada kau?" suara dadi saya dengar.

"Guys?" saya mendekat.

Semua mata meninguk saya Samuel senyum sinis.

"Her!" Samuel tunjuk saya.

Shit! Mami, dadi sama Fabian tinguk saya tajam.

"What? Apa salah saya?" saya tanya.
"Ganas juga?" Fabian cakap.
"Bodohlah, abang ni!"
"Mami, saya tapap mulut dia ni, buli?" bilang Fabian.
"Kamu juga suka-suka hati suruh stranger masuk bilik saya."
"Stranger? Seriuslah, Sam?"
"Abang mau cari gaduh sama saya?"

Fabian terus jalan. Tidak lama tu dia datang balik sambil bawa first aid kit dan surung sama saya tu kit.

"What for?" saya tanya.
"For breakfast," bilang Fabian terus dia jalan kasi tinggal kami.

"Kami tunggu sana gazebo ar. Hurry up, Sam. Kita mau breakfast," bilang dadi.

Haish! Panas pula hati saya. Tinggal saya sama Samuel lagi di ruang tamu. Dalam keterpaksaan, saya duduk depan dia. Saya tidak taulah kenapa saya pigi juga dekat Samuel.

Saya ambil kapas sikit dan tuang pencuci luka dettol baru saya kasi tekap-tekap sana dada Samuel yang saya gigit.

"Auch!" dia bilang konon.
"Sakit sangatkah?" saya tanya.
"Mari, saya lagi yang gigit dada kau tapi kau punya special sikit tempat bibir saya landing."

Saya kasi tekan kuat tu kapas.

"Argh!" Samuel mengadu.
"Sakit? Behave!"

Siap sapu dettol, saya apply cream. Tu leher dia yang ada bekas cakaran pun saya pigi kasi letak krim luka juga.

"Tunggu sini. Saya kasi pinjam kau baju Fabian." saya bilang.

5 minit macam tu saya keluar balik sambil bawa baju Fabian. Samuel sudah buka tu baju dia sedia.

"Nah! Pakai ni," saya bilang.
"Auch! Pergelangan tangan saya macam terkehel," Samuel bilang sambil gosok pergelangan tangan dia.
"Kenapa bah kau ni?" saya tahan nada.
"Atau saya minta tolong sama Fabian sajalah. Bro, to..."

Laju-laju saya tutup mulut dia. Saitan punya gaya! Dalam keterpaksaan, saya kasi sarung tu baju di badan Samuel.

"Begini pula rasa dia kan kalau berbini," Samuel senyum-senyum.
"Oh, please! Saya belum setuju pun mau jadi bini kau. So please, behave." saya pusing mau kasi tinggal Samuel tapi sekelip mata saja saya dalam pangkuan dia sudah bila dia tarik tangan saya.
"Kasi lepas saya!" saya bilang sambil meronta.

Samuel eratkan pelukan di pinggang saya.

"Marry me, baby!" bisik Samuel.
"Kenapa juga kau macam terdesak ni?"
"You don't have to know. FYI, saya datang ni untuk kasi cepat tarikh kahwin kita."
"What? No, no! Kau bergurau kali ni," saya ketawa.
"No, baby!"
"Baby kepala otak kau! Let me go."
"Not until you say yes."
"My answer is no. Siapa mau ada laki pervert macam kau?"
"Saya ada beribu cara untuk buatkan kau setuju kahwin sama saya."
"Dan saya ada berjuta cara untuk pastikan saya tidak akan setuju."
"Oh really?"
"Yes!" yakin saya cakap.

Samuel ketawa.

"3 days, baby. Saya akan pastikan kau cakap ya." Samuel lepaskan pelukan dia dan laju-laju saya lari pigi luar.

SAM & SAMWhere stories live. Discover now