AKTARI || 15. Kak Mitha

35 6 0
                                    

"Kak, lo dari mana aja? Gue ketiduran, terus baru cek WA tiga puluh menit yang lalu. Sekarang mang Dadang masih cariin lo, tuh. Eh, itu hoodie siapa? Lo dari-"

"Sstt." Gadis dengan hoodie abu-abu kebesaran itu menyimpan telunjuk di depan mulutnya. Lalu mendorong pelan bahu gadis di hadapannya untuk bisa masuk ke rumah orang tuanya.

Menelusuri tiap ruangan di sana, dia berujar seraya memasukan kedua tangan pada saku hoodie yang dikenakannya. Hangat.

"Gue kehujanan, tadi. Terus mampir ke rumah temen. Dia pinjemin gue hoodie ini. Lo telepon mang Dadang buat balik sini lagi, sana. Kasian, udah malem juga."

Lantas gadis yang membuntuti segera menekan beberapa digit angka dan mulai menghubungi seseorang lewat ponselnya.

"Mama sama papa belum pulang?" Tari bertanya. Didudukannya bokong pada sofa panjang di ruang tamu.

"Belum." Olive menjawab dengan langkah menuju dapur. Meninggalkan Tari yang tengah menyandarkan tubuh dengan mata terpejam.

Ingatannya memutar kenangan pada dua tahun silam. Saat seorang pria tengah mendekapnya di tengah hujan yang lagi-lagi Tari takutkan.

Pria dengan senyum manis yang menenangkan. Pria yang menciptakan debar aneh yang menyenangkan. Pria yang selalu ada saat Tari membutuhkan. Pria yang mengetahui kegelisahan Tari akan hujan. Juga, pria yang pergi tanpa memberikan satupun alasan.

"Tenang, lo sama gue sekarang."

Tak bisa dipungkiri, hati Tari selalu menghangat kala sederet kalimat itu terucap olehnya. Kalimat berisi ketulusan, yang selalu Tari butuhkan saat dia lelah menghadapi semuanya sendirian.

Bahkan saat tempo hari mereka dipertemukan kembali untuk pertama kali, dia menyadari kegelisahan Tari karena hujan yang akan menyapa bumi.

Tapi ... kalimat-kalimat menenangkan, dekapan hangat menentramkan, Tari tak menyangka bisa merasakan hal yang sama tetapi dengan orang yang berbeda.

Dia tak menyangka, kaum adam bernama Aksara justru ada saat Tari gelisah dengan hujan yang menyerang batinnya.

Pada akhirnya, seseorang datang setelah dua tahun terakhir Tari tersiksa melawan semuanya sendiri.

"Nih, biar anget."

Kelopak matanya terbuka. Diliriknya cangkir putih dengan teh hangat di dalamnya.

Tumben baik.

"Gue lagi baik hari ini. Minum aja kenapa, sih. Gak gue kasih racun juga."

Tari mengernyit. Ditegakkannya tubuh lesu itu, dia meraih cangkir putih lalu berujar, "Thanks."

Olive mungkin tak tahu apa yang telah terjadi. Tapi melihat raut penat sang kakak, Olive cukup yakin. Kakaknya telah melewati hari yang-mungkin-cukup berat bila dilalui seorang diri.

Meski dia ingin memecah sepi yang sedari tadi menyelimuti, membuat kakaknya kesal bukanlah opsi yang tepat untuk saat ini.

***

"Kak Mitha...."

Gadis dengan rambut tergerai itu menoleh. Ditatapnya netra sayu yang memandang harap ke arahnya, lalu dia membalas dengan tatapan hampa.

"Aku mau tidur sama Kakak," cicitnya memohon. "Aku takut."

Terdiam cukup lama, ia tak jua mengiyakan perkataan gadis sembilan tahun yang berdiri di ambang pintu di hadapannya. Dalam hening yang mendera, dia melihat duplikat netra sang bunda di sana.

AKTARIWhere stories live. Discover now