9. Hal Sederhana

109 27 2
                                    


Perlahan, Gio mulai menerima kehadiran Lavina di kediamannya dengan baik. Lavina bahkan menuruti setiap apa yang Gio ucapkan kepadanya. Termasuk merahasiakan siapa diri Lavina sebenarnya dan menyembunyikan fakta jika ia dan Gio tinggal di satu apartemen yang sama.

Teman-teman Gio bahkan berteman semakin akrab dengan Lavina. Mereka kerap mengajak Lavina bermain dan belajar bersama. Meskipun, terkadang kepolosan Lavina membuat mereka kebingungan bagaimana cara menjelaskan beberapa hal yang sebenarnya mudah dimengerti.

Lavina mudah berbaur dan memahami beberapa hal tentang kehidupan manusia dan apa yang dipelajarinya. Semasa di Fýsi dulu, tepat sebelum ia memutuskan akan pergi ke bumi, ia mempelajari beberapa hal untuk beradaptasi dan tentunya agar bisa memahami bagaimana cara hidup takdir pasangannya. Selain itu, Gio dan kepala sekolah pun memberitahu Lavina tentang beberapa hal yang tidak adik Esca itu ketahui dan pahami. Kemudian, mengajarkannya hingga Lavina paham dan bisa.

Albert yang biasanya begitu malas pun kini giat belajar bersama Lavina. Ia bahkan terlihat lebih aktif berbicara dari biasanya, tetapi hanya pada dan saat ada Lavina saja. Dikarenakan Lavina tidak langsung memahami apa yang diterangkan dan yang lain tidak ingin membantu untuk kembali menjelaskan. Maka Albert-lah yang melakukannya. Ia menjadi suka relawan di saat yang lain ogah-ogahan.

"Sejauh ini kau paham dengan apa yang telah kita pelajari tadi?" Albert menatap Lavina yang sedang menusuk-nusukan ujung pena yang tumpul ke pipinya yang cukup berisi.

Lavina nampak berpikir keras sembari menyipitkan mata ke arah angka-angka dan rumus yang berada di dalam tab dan buku Gio yang telah penuh dengan coretan dan catatan. Sedangkan sang empu buku hanya diam memperhatikan. Kedua temannya yang lain mulai terlihat cukup bosan. Terlihat dari berapa banyaknya mereka menguap. Apalagi setelah melihat cuaca yang tadinya cukup cerah kini berubah menjadi berangin. Membuat waktu istirahat mereka terbuang cuma-cuma, hanya karena menunggu Lavina, agar mereka berlima bisa beristirahat bersama.

"Astaga!" Lavina mencengkram kuat kepalanya. Kemudian menatap Albert, Lay, Billy, dan Gio dengan frustrasi. Bersamaan dengan terdengarnya suara gemuruh guntur yang membuat perhatian Gio beralih menatap langit.

"Orang-orang macam apakah yang telah menciptakan hal rumit seperti ini?!" oceh Lavina, ia berteriak cukup keras. Sekeras petir yang tiba-tiba menggelegar.

Orang-orang yang berada di sekitar UIHS langsung keheranan bukan main. Bagaimana bisa di cuaca yang tadinya cukup terik bisa muncul suara petir yang cukup mengerikan? Billy dan Lay bahkan langsung saling berpelukan karena terkejut.

"Aku akan menghukumnya! Aku akan memberitahu Paman--"

"Jika kau tidak bisa, tidak usah emosi seperti itu!" ketus Gio memotong ucapan Lavina. Pandangannya masih tetap terfokus pada keadaan langit yang berangsur kembali seperti semula.

Lavina mengerucutkan bibir, sebal dengan respon Gio. Saat ia hendak memukul bahu lebar lelaki jangkung di sampingnya itu. Gio malah beranjak dan langsung pergi meninggalkan kelas. Membuat Lavina menahan umpatan dengan tangan mengepal.

"Sudah." Albert menepuk-nepuk bahu Lavina. Lay dan Billy lantas menatapnya. Kemudian setelahnya, keduanya saling menatap penuh arti.

"Jika sulit, jangan dipaksakan. Sekarang kita pergi ke kantin saja," tambah Albert. Mengukirkan senyuman pada wajah Lavina.

"Yeay! Ayo!" Semangat Lavina membuat Albert ikut tersenyum. Berbeda dengan Billy dan Lay yang malah saling mendekat, kemudian berbisik-bisik seraya melirik penuh curiga pada Albert-yang sedang ikut membereskan tab dan buku pelajaran di meja bersama Lavina.

"Wah, nampaknya Albert memang menyukai Lavina," bisik Billy pada Lay.

"Hm. Aku setuju. Gelagatnya begitu kentara. Dia jarang sekali menampakkan ekspresi dan emosi. Sehingga, saat menyukai seseorang seperti ini, dia begitu mudah ditebak," timpal Lay. Billy mengangguk sepaham.

"Tetapi ... apa Lavina menyadari hal tersebut?" tanya Billy. Lay lantas menoleh sepenuhnya kepada Billy dan menatapnya ragu.

"Jika dalam kehidupan dia sebodoh dalam pelajaran fisika dan matematika, sepertinya ... Lavina tidak akan pernah memahami hal sederhana seperti itu sekalipun." Karena di UIHS, rata-rata pelajaran matematika dan fisika itu tergolong pelajaran yang cukup mudah dimengerti dibandingkan pelajaran lainnya.

***

Dalam ruangan penuh coretan seluas enam meter persegi, yang hanya dilengkapi tempat tidur dan meja kecil. Seorang pria paru baya berambut gimbal dengan janggut tebal nampak tengah menggabar simbol dan aksara-aksara asing di dinding. Nampak seperti aksara cina. Pria dalam video tersebut terus saja menulis tulisan yang sama dan serupa. Dinding dalam ruangan tempatnya tinggal pun tak luput dari aksara-aksara dan simbol naga juga bunga lotus.

"Aku akan segera membuktikan dan membalas mereka semua, Ayah!" Gio menggenggam erat kalung berliontin kristal giok hijau di tangannya yang lain.

Kalung tersebut memanglah kalung milik Lavina. Lavina melepaskan kalung tersebut saat akan memulai praktek loncat jauh, saat mata pelajaran olahraga kemarin. Kemudian menitipkannya pada Gio agar tidak hilang. Namun, lupa untuk memakainya kembali. Ia memang seceroboh itu. Ia bahkan belum menyadari jika kalung miliknya tidak ada padanya.

Gio memasukkan kalung dan ponsel kedalam saku celananya. Beranjak dari tempat duduk di taman sekolah dan tidak sengaja berpapasan dengan Aldo juga Arumi. Akan tetapi, mereka tidak datang berdua saja. Ada seorang wanita berusia sekitar empat puluh lima tahun ikut bersama mereka.

Gio nampak begitu kesal. Tangannya langsung mengepal sempurna dan rahanya mengeras menahan amarah yang menggebu di dada. Saat menatap wanita berjas di hadapannya malah menghentikan langkah di depannya.

"Kau tidak akan menyapanya, Gio?" tanya Aldo. Senyuman licik terukir di wajah lelaki berkulit putih nan mulus itu.

Gio menatap tajam ke arah Aldo dan Arumi dengan penuh rasa benci. Mengabaikan wanita bersetelan pakaian kantoran yang berada di hadapan Gio, padahal wanita itu tersenyum dan nampak berusaha menyapanya terlebih dahulu. Terlihat dari tatapannya yang nampak begitu merindukan Gio dan ingin memeluknya. Akan tetapi, Gio malah menghindar dengan gerakan yang cukup cepat.

Hal tersebut disaksikan Lavina. Niatannya untuk pergi ke kantin urung seketika. Langkahnya bahkan terhenti. Membuat Albert, Lay, dan Billy tak sadar dan terus melangkah meninggalkannya.

"Siapa wanita itu?" Lavina nampak begitu penasaran. Karena melihat ekspresi Gio yang nampak tidak menyukai kehadiran wanita berjas itu.

Pertanyaan Lavina terdengar Kalista. Karena perempuan berambut pendek itu berdiri tidak jauh di belakangnya dan memang sedang memperhatikannya. Kalista tersenyum licik. Ia kemudian menghampiri Lavina dan berdiri di sampinya. Ikut menatap ke arah yang sama dengan kedua tangan melipat di depan dada.

"Dia adalah direktur utama di sekolah ini. Nyonya Adelia. Ibu kandung Gio dan ibu tiri Aldo." Lavina reflek menoleh ke arah Kalista. Ia nampak terkejut dengan bibir yang sedikit ternganga dan alis menukik heran.

"Ibu ... kandung?" Kalista mengangguk. Akan tetapi, Lavina seolah-olah bisa mengetahui apa yang Gio rasakan, saat sedang berhadapan dengan Adelia. Membuatnya merasa cukup ragu dengan apa yang Kalista ucapkan kepadanya.

PRINCESS LAVINA & THE FIRST HUMAN (COMPLETED)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz