24. Hari Terakhir Bersama Devian

1K 46 2
                                    

Delisa menatap dirinya di pantulan cermin. Ia tampak cantik dengan gaun selutut. Rambutnya ia kepang satu ke belakang. Bibir yang merah merona karena liptint. Ia tampak tak bahagia hari ini. Karena besok adalah hari keberangkatan Devian ke Amerika. Hari ini rencananya mereka akan fulltime sampai malam untuk yang terakhir kalinya.

"Udah siap?" tanya Devian ketika memasuki kamarnya.

"Heem," jawab Delisa sambil mengangguk.

Devian menatap wajah Delisa, "Kenapa bisa cantik sih," ungkapnya.

"Cantik apanya, aku jelek kayak gini." ucap Delisa merendahkan diri.

"Lo cantik apa adanya. Jangan cantik kayak gini lagi pas gue gak ada nanti." ujar Devian yang langsung membuat Delisa tertunduk sedih.

"Ngapain gitu?" tanya Devian.

"Aku sedih aja kamu bakalan pergi lama." kata Delisa jujur.

"Kok sedih?" tanya Devian.

"Karna nanti aku pasti kesepian gak ada kamu, terus gak bisa gangguin kamu lagi," ucap Delisa.

Devian tersenyum lalu mengelus kepala Delisa.

"Gue perginya cuman 2 tahun, kan kita masih bisa telponan, video call." ujar Devian.

"Janji ya, tiap hari harus video call 24 jam." ucap Delisa.

"Jangan 24 jam, nanti gue mau kuliah gimana? Masa kuliah sambil video call lo kan gak lucu," ujar Devian.

"Hehe iya, pokoknya Devian jangan lirik-lirik cewek cantik disana." pesan Delisa.

"Iya sayang," sahut Devian.

"Yok pergi," ajak Devian. Mereka lalu bergegas pergi ke tempat pertama yang akan mereka kunjungi yaitu festival yang biasa muncul saat akhir tahun.

***

Kini mereka telah sampai di festival. Disana sangat ramai. Banyak permainan, tarian, nyanyian, dan penjual yang berderet di sepanjang jalan festival itu.

"Dev, aku mau gulali dong." ujar Delisa sambil menunjuk ke penjual gulali.

"Jangan makan yang manis, ntar gigi lo sakit," ujar Devian.

"Kan baru ini, beliin ya pliss." bujuk Delisa. Devian menghela napas pelan. Ia tak tega menolak permintaan Delisa.

"Iya, tapi janji nanti pas aku pergi gak usah beli ini lagi terus-terusan." ujar Devian.

"Iya," sahut Delisa.

***

Delisa asyik memakan gulalinya di bangku sedangkan Devian sibuk memainkan ponselnya.

"Devian mau?" tanya Delisa.

"Gak, buat lo aja." sahut Devian lalu kembali memainkan ponselnya.

"Sibuk banget kayaknya, emang lagi ngapain sih?" tanya Delisa yang langsung melihat ke layar ponsel milik Devian.

"Oh," ucap Delisa mengangguk mengerti. Devian ternyata sedang di chat oleh kepala sekolahnya perihal keberangkatannya besok.

"Ayo Devian naik itu." ujar Delisa sambil menunjuk roller coaster.

Devian menatap ngeri roller coaster itu, apalagi suara teriakan orang-orang yang menaikinya.

"Devian takut?" tanya Delisa.

"Eh, enggak kok. Ayo naik," ucap Devian.

***

Mereka telah membeli tiker untuk menaiki roller coaster itu. Devian sedari tadi tak berani menatap ke bawah. Ia sesekali memejamkan matanya berharap agar ini cepat selesai. Delisa lalu memegang tangan Devian. Sepertinya ia mengerti ketakutan Devian soal ketinggian. Devian sangat takut ketinggian, itu yang Delisa ketahui dari mama mertuanya. Ia berharap jika menaiki ini Devian tidak terlalu takut lagi pada ketinggian.

"Tenang aja, aku ada disini. Pegang aja tangan aku terus pejamin mata kamu," ujar Delisa. Devian mengangguk mengerti lalu mengikuti perkataan Delisa.

Di sepanjang roller coaster itu bergerak, Devian tidak berani membuka mata. Ia semakin erat memegang tangan Delisa.

"Devian udah berhenti." ucap Delisa. Devian lalu membuka matanya dan merasa lega.

"Ayo turun," ujar Devian.

Setelah bermain roller coaster mereka melanjutkan bermain permainan lain dan bersenang-senang.

***

Malam tiba. Devian dan Delisa sedang berada di taman menatap bintang-bintang.

"Devian." panggil Delisa.

"Kenapa?"

"Devian sayang gak sama Delisa?" tanya Delisa.

"Sayanglah, kenapa nanya begituan?" tanya Devian.

"Nggak nyangka aja, padahal dulu kita sering berantem terus saling benci, kok sekarang kita bisa sedekat ini ya." ucap Delisa.

"Gak ada yang gak mungkin, Del." ujar Devian.

"Kapan Devian mulai ada perasaan sama aku?" tanya Delisa penasaran.

Devian berpikir sejenak. "Hmm.. Mungkin waktu lo hilang, Del. Gue khawatir banget, takut lo kenapa-kenapa," ungkap Devian.

"Kalau lo?" tanya Devian balik.

"Aku udah sayang sama Devian udah lama. Waktu pertama kali kita dijodohin, tau gak kenapa aku mau nerima perjodohan ini?" tanya Delisa.

"Kenapa emang?"

"Karena saat itu aku mulai suka sama kamu, Dev. Hati aku bilang kalau aku harus menerima perjodohan ini, tapi mulut aku nolak itu." jelas Delisa.

Devian tidak menyangka apa yang diungkapkan Delisa barusan. Ternyata Delisa sudah berperasaan padanya sebelum ia mempunya perasaan pada Delisa.

"Maafin gue, Del. Gue gak bisa peka waktu itu. Gue emang egois, dan cuek sama lo waktu itu." ucap Devian menyesal.

"Gapapa, Devian. Yang penting Devian sekarang udah sayang sama aku, begitupun aku sayang banget sama Devian." ujar Delisa.

"Janji dulu sama aku," ucap Delisa.

"Janji apa?" tanya Devian.

"Janji nanti pas Devian pulang dari Amerika Devian harus bawain aku hadiah yang bagus, aku gak mau tau pokoknya." ujar Delisa.

Devian tertawa lalu mengacak rambut Delisa. "Cuman minta itu doang nih? Gak mau dibawain patung liberty sekalian?" tanya Devian.

"Mana bisa patungnya dicabut." sahut Delisa.

"Mungkin aja kalau gue yang cabut," jawab Devian.

"Gak usah, nanti Devian masuk penjara gara-gara mencuri patung liberty." ujar Delisa.

Mereka pun tertawa bersama dan setelah cukup malam mereka pulang ke rumah.

Setiap pertemuan, kelak pasti akan ada perpisahan juga.

***

To be continued...

DEVIAN DAN DELISA [ COMPLETE ] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang