#03

10 1 0
                                    

Tidak terasa, Sila sudah dua bulan bekerja dengan Bima. Dan sudah dua bulan itu juga Sila dekat dengan Vano. Rupanya, lelaki itu orang yang berada. Bahkan bisa dikatakan orang kaya. Vano bekerja menjadi badut karena dia sangat menyukai anak-anak, maka tak heran Vano sangat senang sekali setiap berangkat hingga pulang kerja. Upah dari keringat Vano biasanya dia gunakan untuk membeli makanan untuk yayasan sosial yang terletak tidak jauh dari rumahnya. Selain gemar anak-anak, Vano juga sangat peduli terhadap sesama. Di waktu kosong, dia akan pergi ke yayasan sosial sebagai sukarelawan. Terkadang, dia pergi ke rumah sakit pula-ke rumah sakit jiwa milik keluarganya.

Iya, keluarga Vano memiliki rumah sakit, bahkan banyak. Tidak hanya rumah sakit jiwa, beberapa juga ada rumah sakit umum. Selain Vano, dibeberapa kesempatan, Sila sering bertemu dengan Gerhana. Gerhana si paman dari keponakan yang pernah Sila dan Vano hibur saat ulang tahun. Entah kebetulan atau apa, takdir seakan gemar sekali mempertemukan mereka. Dari yang bertemu di jalan, sampai bertemu di tempat-tempat tertentu seperti taman dan toko milik Hery. Berbeda dengan Vano, Gerhana itu jika bertemu dengannya selalu saja mencari masalah, marah-marah tidak jelas, dan lain sebagainya. Bahkan tak jarang lelaki itu menyinggung dirinya yang tak mau berbicara. Sila tak sakit hati saat Gerhana bertanya dia bisu atau tidak, ataupun saat lelaki itu bertanya dia tuli atau tidak karena jika dipanggil dari kejauhan tidak pernah menoleh, Sila justru senang. Gerhana yang selalu mengusiknya itu sangat lucu, berbeda dengan teman-temannya dahulu yang mengusiknya untuk menjatuhkannya. Karena Sila tahu, Gerhana mengusiknya hanya untuk mencoba mendekatkan diri. Mendekatkan diri dengan caranya sendiri.

Sekarang ini, Sila dan Vano tengah tidak ada kerjaan. Lebih tepatnya, pekerjaan kedua orang itu telah selesai sejak siang tadi. Sekarang keduanya tengah berada di kedai yang terletak tak jauh dari sekolah Mia. Bukan atas usul Sila memilih makan di sana, melainkan Vano lah yang mengajaknya. Vano kata, "berhubung aku sudah terlalu lapar, lebih baik kita makan di kedai itu saja," sembari menunjuk bangunan kecil di pinggir jalan. Selain itu, sangat kebetulan sekali rumah orang yang menyewa jasanya memang di kawasan itu, yang mengharuskan keduanya melewati sekolah adiknya Sila untuk kembali ke kantor.

Keduanya tengah menikmati makan siang-yang bisa dikatakan sudah sangat lewat, karena waktu sudah menunjukkan pukul tiga kurang dua puluh menit. Menikmatinya sesekali diselingi oleh obrolan ringan atau canda tawa. Menurut Sila, Vano itu lelaki yang baik dan lucu. Saat Sila murung sehabis dimarah-marahi oleh ibunya-tentu tanpa alasan yang jelas-Vano akan menghiburnya dengan lelucon yang mampu membuat Sila mengembangkan senyum. Selain itu, lelaki yang satu itu juga sangat baik-bahkan sangat, sangat baik sekali. Vano sering membawakannya makanan untuknya, adiknya dan ibunya, dengan dalih orang tuanya baru saja pergi dari luar kota dan makanan yang diberikannya itu merupakan oleh-oleh untuk rekan kerjanya. Setiap mendengarkan yang Vano katakan itu, Sila hanya dapat tersenyum dan menerima makanan yang diberikan sembari mengucapkan terima kasih. Dia tahu Vano berbohong, karena tidak mungkin kedua orang tuanya selalu pergi keluar kota setiap dua hari sekali, padahal yang Sila tahu kedua orang tua Vano merupakan seorang dokter. Keduanya memikiki rumah sakit sendiri, tidak mungkin dipindah tugaskan, bukan? Jikalau iya mereka mengunjungi rumah sakit lain milik mereka yang berada di luar kota, tidak mungkin setiap dua hari sekali, bukan?

"Wah, kebetulan macam apa ini aku bertemu dengan pasangan badut?" perkataan dari orang yang sama, yang selalu mengganggu Vano dan Sila, membuat rekan kerja Sila itu mendesah keras. Terlalu lelah menghadapi lelaki yang awalnya dia kira baik, ternyata sebenarnya menyebalkan.

"Wah, kebetulan macam apa ini kita bertemu orang aneh sepertimu, Tuan Gerhana." Mendengarnya, Gerhana terkekeh. Dia tahu Vano sangat tidak suka saat dirinya tiba-tiba muncul, merusak momen Vano dengan rekan kerjanya.

Tanpa di suruh, lelaki itu menarik kursi yang berada di samping Sila. Duduk dengan tenang, tidak mempedulikan tatapan tak suka yang Vano berikan. "Oh, jaga bicaramu itu, Tuan Vano. Aku tidak aneh. Aku hanya tidak sengaja bertemu sepasang kekasih yang ternyata aku kenal." Kali ini, Vano menghela napas. Berada di jarak dekat dengan Gerhana itu sangat berbahaya, apalagi saat ini Sila ada di samping lelaki itu. Sebenarnya.. jika diperhatikan, Vano akan bertemu dengan Gerhana saat tengah bersama Sila saja. Tidak tahu kebetulan atau memang disengaja oleh lelaki itu.

ˢᵘⁿʸⁱTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang