#05

13 2 0
                                    

Hari ini merupakan akhir tahun. Banyak kembang api menghiasi langit. Meletup, menjadi titik-titik cahaya yang indah, lalu menghilang. Sebelum itu, lebih tepatnya tadi pagi, hujan membasahi kota. Di balik pintu kamarnya, Sila memperhatikan buliran air yang membasahi jendela—juga memperhatikan bunga yang dibasahi oleh air hujan.

Sila sangat menyukai saat di mana letupan kembang api terlihat, juga sangat menyukai hujan yang membasahi bunga tulip berwarna kuning yang dia tanam seorang diri. Di menyukainya, menyukai kedua hal tersebut.

Saat ini, lebih tepatnya malam ini, Sila berdiri di antara puluhan orang yang menyaksikan perayaan akhir tahun. Menyaksikan kembang api yang meletup-letup. Menyaksikannya bersama sang kakek dan juga neneknya yang telah lama tidak ia jumpai. Sila senang, ternyata masih ada yang mengharapkannya. Kedua orang tua dari ibunya itu kini tengah menggenggam cucu kesayangan mereka. Ketiganya tengah menyaksikan warna-warni kembang api yang meletup di angkasa. Kali ini, senyum manis Sila tampakkan. Dia dapat mendengar suara rintik hujan, dan dia dapat mendengar suara letupan kembang api. Dia senang, akhirnya dia dapat lagi mengetahui bagaimana rasanya mendengarkan, merasakan, serta melihat kedua hal tersebut secara langsung. Ditambah genggaman erat kakek dan nenek di sisi kanan dan kirinya, seolah mengatakan jangan jauh-jauh dengan mereka. Mereka ingin Sila bersama, agar merasakan kebahagiaan. Dan Sila rasa, menyanggupi hal tersebut tidaklah buruk. Sila hanya ingin sekali dalam hidupnya kembali merasakan apa itu kebahagiaan. Dia ingin dapat terbang seperti letupan kembang api di angkasa, juga ingin turun seperti air yang membasahi bumi.

Tanpa dia pahami betul, bahwasanya letupan kembang api tidak akan kembali lagi. Turunnya air hujan tidak akan kembali menjadi bulir hujan lagi, tanpa proses yang panjang. Kedua itu akan menghilang, tanpa bisa menjadi untuh kembali.

───※ ·❆· ※───

"Gerhana, Sila itu orang yang baik. Dia sangat baik. Dia..."

Vano tak lagi dapat membendung air matanya. Sekarang ini dirinya bersama Gerhana tengah berada di tempat terakhir Sila berada. Tempat yang akan memberikan Sila kenyamanan, juga ketenangan. Sila tidak akan lagi merasakan sakit di telinganya atau tidak akan lagi harus kerja banting tulang. Sila telah memutuskan. Memutuskan untuk pergi ke tempat ternyamannya. Memutuskan untuk meninggalkan Vano selamanya.

Vano berlutut di samping makam Sila. Dia tak kuasa menahan berat badan, juga sesak di dada. Dipeluknya batu nisan orang yang dicintainya. Menangis dengan tersedu, memecahkan keheningan sekitar.

Tidak beda jauh, Gerhana yang duduk di kursi roda menatap tempat terakhir orang yang telah menarik perhatiaannya sejak pertama kali berjumpa. Menatapnya dengan bendungan air mata yang siap tumpah. Dia masih tak percaya, bahwa sosok tersebut adalah Sila, orang yang telah merebut hatinya. Sayang sekali saat pemakaman berlangsung Gerhana tidak dapat menjumpai orang itu. Dia tidak dapat melihat Sila untuk yang terakhir kalinya. Dia.. merasakan sesak yang teramat saat menerima fakta lainnya.

Saat itu, Gerhana yang baru saja pulang dari rumah keponakannya dikejutkan seseorang yang berlari menyeberangi jalan. Pergerakan yang tiba-tiba itu membuat Gerhana segera saja membanting setir hingga berakhir dia tak sadarkan diri. Terakhir yang dia ingat, kedua matanya terasa sangat sakit saat benda asing menusuknya. Setelah itu, samar-samar Gerhana mendengar suara orang-orang di sekitar mendekat ke arah mobilnya. Lalu, kesadarannya menghilang.

Setelah mendapatkan perawatan, kabar mengejutkan didapatkan keluarga Gerhana, bahwa lelaki itu harus kehilangan penglihatan. Tangis pecah saat dengan berat hati dokter mengatakan berita duka tersebut. Gerhana tidak tahu bagaimana bisa tiba-tiba dirinya yang tertidur selama seminggu, bangun dengan kegelapan yang menyapa. Saat dokter menghampiri, sesuatu di kelopak matanya dibuka perlahan. Gerhana dapat kembali melihat dan hal tersebut membuatnya bingung. Seingatnya, saat dia tersadar walau tak lama, dokter mengatakan dia tidak lagi dapat melihat. Lalu saat kembali bangun, dia begitu heran saat dapat melihat wajah kedua orang tuanya yang tengah menangis haru. Gerhana kira dirinya telah berada di surga, namun nyatanya sebuah fakta mengejutkan.

Seseorang yang hampir ditabraknya adalah Sila. Kedua mata yang mengisi kekosongan di tempat yang seharusnya adalah milik Sila.

Sila memang selamat dari hantaman mobil Gerhana, namun Sila tidak dapat selamat dari truk yang menghantamnya.

Vano yang mengetahui Gerhana merupakan salah satu orang yang mengalami kecelakaan, yang masih ada hubungannya dengan kepergian Sila berkata bahwa perkataan terakhir Sila adalah memberikan yang dia miliki untuk orang yang membutuhkan. Maksud di sini ialah semua yang ada di dirinya, termaksud matanya.

Gerhana menangis mendengarnya. Dia tidak kuasa membendung air mata juga menahan sesak di dada saat mengetahui itu. Sila telah dimakamkan, dua hari sebelum Gerhana tersadar.

Kepergian Sila memberikan banyak kesedihan bagi orang-orang terdekatnya. Jordan, Hery, Andi, Vano, Gerhana, bahkan kedua orang tuanya, Amira dan Alvaro beserta adiknya, Mia, sangatlah merasakan kehilangan.

Amira beteriak histeris, tidak menyangka anak sulungnyalah yang akan benar-benar pergi meninggalkannya. Dia.. lagi-lagi merasa gagal menjadi orang tua. Kabar mengejutkan itu membuat mental Amira semakin memburuk, yang mana mengharuskannya mendekam di dalam rumah sakit jiwa. Amira menjadi sangat depresi, hingga mentalnya terganggu.

Alvaro.. sosok itu sangat terkejut dengan berita yang dia dengar. Dia merasa bukanlah ayah yang baik bagi kedua anaknya. Seharusnya.. Alvaro mengajak sekalian kedua anaknya, agar ini semua tidak terjadi. Alvaro sangat merasa kehilangan, hingga membuatnya benar-benar gila, jikalau saja sang istri—Ciara—tidak selalu ada di sampingnya, menguatkannya, dan memberikannya semangat hidup. Alvaro merasa sudah sangat berdosa.

Tidak ada satu pun yang tahu di mana Mia berada, sebelum akhirnya tiba-tiba kepolisian memberitahukan penemuan mayat yang mengapung di sungai. Andi, selaku orang yang sangat mencintai Mia lagi-lagi merasakan sakit yang mendalam, saat para kepolisian menyebutkan ciri-cirinya. Sosok yang ditemukan itu.. orang yang dikasihinya, orang yang dicintainya. Mia pergi, menyusul Sila menjemput kebahagiaan. Lelaki itu begitu terkejut dan bersalah saat mengetahui sang kakak telah tiada dan berakhir memutuskan turut pergi meninggalkan dunia. Berharap dapat bertemu sang kakak di dunia yang berbeda.

Kisah menyakitkan tidaklah akan selalu berakhir menyenangkan. Juga sebaliknya, kisah menyenangkan tidaklah selalu menyakitkan. Ada kalanya rasa senang dan ada kalanya kesedihan melanda. Hidup Sila yang sangat menyakitkan, rupanya bertahan hingga akhir. Semua orang hanya berharap.. kebahagiaan akan menjadi abadi, di tempat Sila kini berada. Meskipun semua terasa kehilangan, semuanya tetap memberikan senyum. Berharap Sila dapat melihat senyum mereka di atas sana. Sila kata, dia sangat membenci air mata. Maka dari itu, semuanya menahan pertumpahan air mata saat pemakaman berlangsung. Semua demi Sila. Demi senyum kebahagiaan anak itu.

"Sila.. sekarang saatnya kamu benar-benar hidup bahagia di sana."

"Aku menyanyangimu. Aku.. mencintaimu.."

"Selamat tinggal."

—TAMAT—

Terimakasih 😇😇

ˢᵘⁿʸⁱWhere stories live. Discover now