Chapter 27

12K 835 7
                                    

Ketukan lantai kayu beradu dengan langkah tegas Agaam menyatukannya dengan kesenyapan. Menyurusi lorong dengan pencahayaan minim, tidak mengurangi kadar penglihatan pria itu. Tidak ada ekspresi di wajahnya. Namun, terselip sesuatu yang dibalik tatapannya. Terlihat dari kepalan tangan Agaam yang menguat.

"Saya akan ikut menemani, Tuan." Derston memundur langkahnya setelah membuka salah satu pintu dengan keadaan sudah lapuk.

"Kau tunggu di sini. Aku yang akan mengurusnya," ucap Agaam datar.

Memasuki ruang berukuran sedang, Agaam menyorot seseorang dengan kondisi fisik yang parah. Banyak lebam-lebam serta darah yang sudah kering, menciptakan aroma anyir yang pekat. Aliran darahnya berdesir begitu menantikan hal selanjutnya terjadi. Dengan kondisi ruangan yang tidak terurus, sangat memungkinkan luka-luka orang tersebut menjadi semakin parah.

Agaam mengambil sarung tangan karet hitamnya. Arah pandangnya tidak berpaling dari manusia sampah di hadapannya. Seringai terhias seiring Agaam mendekat dengan langkah pelan. Sontak saja, insan berjenis kelamin pria itu meringsut mundur sesekali mengeluarkan ringisannya.

Kekehan kecil mengalun mengisi atmosfer yang terasa mencekik. Agaam melirik meja kecil yang berada tepat di sebelahnya. Terdapat alat-alat bedah yang lengkap. Begitu indah, dia membayangkan jika alat itu dia mainkan pada targetnya.

"Kenapa wajahmu begitu? Takut?" tanya Agaam penuh ejekan.

Pria itu hanya terdiam kaku dengan ketakutan yang terus menggrogotinya. Dia dengan mudah terpedaya oleh tatapan mematikan milik Agaam. Padahal, Agaam tidak mengikat anggota tubuhnya dengan apa pun. Namun dia sendiri tidak kuasa untuk melawan pria itu.

"Seandro Juandra Wallas. Pemimpin Departemen Crosyark, satu-satunya putra dari pasangan Marron Endrick Wallas, pendiri Grup CR. Sangat disayangkan, informasi yang kau sembunyikan selama ini, sekarang sudah kupegang. Dengan senang hati, aku bisa membuat ini menjadi topik hangat yang disebarluaskan di depan media."

Jas biru dongker yang membalut tubuh Agaam, kini dia lepas. Memberi akses masuk aura begitu dingin dalam ruas-ruas kulitnya.

"Bagaimana jadinya kalau Marron tahu hal ini? Kecewa, benci, atau tidak tanggung-tanggung melepas marga Wallas yang menyongsong tinggi itu dari namamu? Who know's?"

Kosong. Agaam tidak merasa puas dengan reaksi dari Sean. Ini tidak sesuai bayangannya yang menggebu ingin mengoyak setiap jengkal tubuh Sean. Meredam kemarahannya, lidahnya menari-nari dirongga mulut. Dia berdiri tegak menggulung lengan kemejanya hingga mencapai batas siku.

"You're not fun. Kita mulai." Agaam memulai permainannya. Berbeda dari biasanya, dia mengambil kursi kayu dan meletakkan persis di depan Sean.

Tak ketinggalan, dia memegang sebuah palu kecil di tangan kanannya. Agaam duduk memangku kedua siku, memutar-mutar benda besi itu.

"Two question. Kalau jawabanmu tidak memuaskanku, tubuhmu jadi bayarannya. Dua kali tetap salah, hm... nyawamu?

Keringat dingin terus mengalir dari pelipis sampai lehernya. Sean tidak sanggup untuk bicara, Agaam tidak ada bedanya dengan iblis pencabut nyawa. Bermain-main dengan mentalnya, Sean seperti mengalami mati mendadak tanpa sentuhan fisik.

Alunan yang berasal dari gesekan antara lantai dan palu telak membuatnya resah. Arah gesekannya acak, sebelum lurus dan tepat di depan lutut Sean. Kejadian naas selanjutnya, Agaam tersenyum miring sebelum benar-benar melakukannya.


𝐀𝐆𝐀𝐀𝐌𝐎𝐑𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang