Radio #21: Pembatas

128 35 14
                                    

Ada sisi yang lebih gelap dari malam
Warnanya lebih kuat dari hitam, lebih pekat dari bubuk sekam
Namanya adalah cinta dalam diam
Seperti sebagian perasaan, yang hanya bisa memandang dan memendam

103,1 Romanseu FM

Liga terbangun saat langit telah dilingkupi pekat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Liga terbangun saat langit telah dilingkupi pekat. Konon katanya, tengah malam adalah waktu dimana hitam dan putih dipertemukan. Katanya lagi, tengah malam adalah titik terakhir gelap sebelum terang merambat dan segalanya dirubah menjadi benderang. Sejujurnya, Liga tidak begitu peduli. Satu-satunya hal yang dia pedulikan saat ini adalah pening yang dia rasakan, seperti tubuhnya tengah terombang-ambing di atas sekoci kecil di tengah samudra.

Liga menghembuskan napasnya beberapa kali, baru menyadari bahwa dia tertidur tanpa baju—hanya ada selimut yang terhampar menutupi ujung kaki hingga garis leher. Pelan, cowok itu mengerjapkan mata untuk beradaptasi dengan pencahayaan kamar yang minim. Saffa pasti sengaja mematikan lampu besar dan membiarkan lampu kuning temaram di sebelah ranjangnya tetap menyala. Liga tidak begitu menyukai gelap. Karena itu hampir selama dua puluh tahun dia hidup, Liga tidak pernah tidur dengan lampu dimatikan. Tapi apapun itu, jika Saffa yang melakukannya cowok itu jadi harus berpikir dua kali. Mengerang pelan, Liga menukar posisi berbaringnya dengan posisi duduk. Dia masih butuh mengedipkan kedua mata beberapa kali, hingga sesaat kemudian dibuat tersentak ketika lengannya tanpa sengaja menyentuh sesuatu yang lain. Liga langsung menoleh, terdiam beberapa saat ketika matanya menangkap sosok Javier tengah tertidur pulas disebelahnya. Tidak sampai disana, Liga juga hampir dibuat terjingkat dari posisi duduknya tatkala menyadari kehadiran Arion yang juga ada di kamarnya.

Cowok itu duduk santai di atas kursi dengan mata yang menatap lurus pada jendela yang terbuka bertemankan sebatang rokok di tangan kanan. Dalam gelap, bara yang merambat semakin terlihat jelas, bersamaan dengan suara berdesis yang langsung mengubah segalanya menjadi abu dan asap beraroma aneh.

"Lo bikin gue kaget."

"Syukur sih kaget lo nggak lebay kayak kebanyakan orang. Soalnya ada beberapa orang yang kalau kaget langsung teriak, bahkan nangis."

Liga mengernyit. "Lo ini lagi memuji atau menghina gue? Cara ngomong lo nggak ada bedanya soalnya."

"Tapi biasanya, orang yang kagetnya diem itu lebih mudah kena serangan jantung. Hati-hati aja."

"Mulut lo—gemes pengen gue tampar."

"Then, do it." Arion menghisap rokoknya dengan gaya yang Liga kira hanya bisa dia lihat dalam film-film bertokoh utama seorang bos mafia—atau vampir bangsawan yang sukanya tebar pesona. "Badan lo boleh juga."

"Badan lo boleh juga." Liga mengulangi dengan nada santai, membuat Arion reflek terkekeh pelan. Cowok itu masih mengenakan pakaian lengkap. Hanya saja, dia dengan sengaja membiarkan kancing kemejanya terbuka semua.

Liga berdecak, kemudian bangkit dari posisinya dan langsung meraba dinding di sebelahnya untuk menyalakan lampu. Ruangan tempat mereka berada langsung terang benderang. Respon pertama Liga adalah menyipitkan mata karena silau. Kemudian dia langsung berjalan pelan mendekati balkon. Arion mengikuti, turut berjalan kesana kemudian berhenti di sebelah Liga dengan sebelah tangan yang bertumpu pada pagar besi.

Radio RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang