Terakhir

6.6K 305 8
                                    

"Tapi Bu! Lulu berencana menumbalkan semuanya! Makanya dia mengajak kita semua ke pantai itu!" Kaia menyeru di hadapan meja guru wali kelasnya. Pagi-pagi ini, suasana ruang guru masih sepi. Kaia dan Septa langsung mendatangi wali kelas mereka begitu tiba di sekolah. Seruan gadis cantik itu pagi ini begitu menggelegar dan menggebu-gebu, menyita perhatian guru-guru lainnya yang sedang bersiap mengajar. Tap... Septa menepuk pundak Kaia, menyuruh gadis itu untuk menenangkan dirinya sejenak.

"Kamu ngomong apa Kaia? Sudah berapa kali kamu ngelantur soal Lulu jahat, Lulu menumbalkan setan segala macam." Wanita itu lalu menghembuskan nafas panjang, "Dengar, Ibu tidak tahu apa yang terjadi di antara kalian berdua yang dulunya bersahabat. Tapi, kelas kita akan tetap liburan ke Pantai Selatan karena semuanya sudah disiapkan. Bis, penginapan sudah dipesan, tidak bisa dibatalkan."

"Nnghhhh!" Kaia kehabisan kata-kata. Sudah berkali-kali ia memohon kepada gurunya untuk membatalkan liburan kelasnya seperti ini. Namun, hari ini wajah Kaia tampak lebih gusar dari biasanya karena waktu semakin sempit dan dia juga putus asa bagaimana caranya membatalkan hal itu untuk melindungi teman-temannya.
"Kalau kamu tidak mau ikut, enggak apa-apa Kaia." Wali kelas Kaia yang melihat amarah di wajah Kaia pun angkat bicara. Mungkin dipikirnya, Kaia murka karena terpaksa ikut ke sana.

"Mmmm, bukan begitu Bu." Kaia menggelengkan kepala lalu menatap Septa.
"Ayo Kaia," cowok itu menganggukkan kepala dan mengajak Kaia pergi dari ruang guru. Tepat saat melangkah keluar, keduanya melihat sosok Lulu dengan jelas sedang terkekeh, dari jauh memperhatikan mereka yang baru keluar ruang guru.
"Kita harus menghentikannya Septa!" Seru Kaia yang sudah putus asa.

"Hei! Tenang," Septa mencengkram kedua bahu Kaia lalu menggoyang badan gadis cantik itu. "Kita pikirkan caranya nanti, ok? Bersama-sama Kakek dan yang lainnya di rumah!" Hyu... Angin bertiup kencang membuat Septa merinding. "Hentikan Kaia! Jangan lakukan itu!" Cowok itu pun menyeru melihat wajah Kaia tampak memerah serius menatap Lulu.
"Kalau misalkan Lulu kuhentikan sekarang saja bagaimana!?" Kaia mengkerutkan alis dan berkonsentrasi, memanggil pasukan setannya untuk menyerang Lulu pagi ini.

"Itu tidak akan menyelesaikan masalahnya Kaia! Teman-teman kita akan tetap pergi ke pantai selatan walaupun Lulu tidak ikut!" Tangan Kaia yang mengepal gemetaran akhirnya perlahan melemas. Gadis cantik itu menggigit bibir lalu memalingkan wajah. Angin yang tadi sempat ribut karena Kaia mengundang masuk pasukannya ke sekolah sudah menghilang tanpa jejak. "Lagipula, kalau kamu memanggil pasukanmu ke sini, kamu akan membuat perang dengan penunggu di sini, seperti Ratu yang dulu ke sini juga!"

Hah... Kaia menarik nafas hingga bahu dan dadanya mengembang, "Ughhh!" Rasa kesal di dalam dirinya belum hilang. Karena jam pelajaran sudah mau dimulai, mereka berdua tidak bisa berdiri lebih lama lagi di depan ruang guru seperti itu. Septa pun menarik tangan Kaia dan membawanya berjalan masuk ke dalam kelas. "Sepertinya..."
"Hm? Apa Kaia?" Tanya Septa mendapati Kaia tiba-tiba berceletuk.
"Sepertinya pilihan kita memang hanya menyelesaikan semuanya di pantai itu. Ratu juga tidak menyerang ke sini lagi, karena dia tahu kalau aku tidak punya pilihan selain datang ke rumahnya. Ngh!" Ini serius jebakan! Sudah sangat jelas kalau Ratu itu memang membuatku untuk kembali ke sana biar aku tidak bisa lari!

Jam pulang tiba, Kaia dan Septa segera kembali ke rumah. Kakek Sanjaya, Mbah Kasmirah, dan Ibu Lulu ketiganya menanti kehadiran dua remaja itu, lalu mereka semua bersama-sama duduk di kursi makan. "Tetap gagal. Sepertinya mereka akan tetap berangkat apa pun yang terjadi," Kaia menggelengkan kepala kecewa.
"Kalau begitu, pilihan kita cuma satu." Mbah Kasmirah yang angkat bicara membuat semuanya menoleh ke arahnya, "Kita ikut ke sana untuk menghentikan Ratu!"
"Dan melindungi teman sekelasnya Kaia," sahut Kakek Sanjaya.

"Kita butuh rencana. Kita tidak bisa main berangkat saja. Kali ini baik Ratu dan pihak keraton pasti sudah menantikan kehadiran Kaia di pantai itu." Ucapan Septa pun diangguki Sang Kakek. Mereka semua menundukkan kepala berpikir, "Tunggu. Kalau misalkan ini memang jebakan, dan mereka semua menanti kehadiran Kaia di Pantai Selatan, itu berarti..." Septa mengangkat kepala, menatap Mbah Kasmirah dan Ibu Lulu bergantian, "Keraton kosong dong?"

Panggilan Ratu Laut SelatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang