Part 28

1.7K 246 8
                                    

Tepat di hari ke 10, mata gadis bertubuh tinggi itu terbuka. Dan hal pertama yang ia tanyakan adalah Yeri. Joy menatap orang-orang yang mengelilingi bangsalnya, dirinya tak mendapati seseorang yang ia cari. Joy ingin mengatakan sesuatu, tapi ia kesulitan karna selang yang masih terpasang di mulutnya.

"Tenanglah Nona, kau masih membutuhkannya." ucap Dokter Sowon saat melihat Joy merasa tak nyaman dengan adanya selang itu.

Irene bergegas mendekati bangsal putri ketiganya setelah Dokter Sowon keluar dari kamar rawat Joy. Air matanya sudah keluar sejak tadi, air mata bahagia karna sang anak akhirnya membuka mata. Irene membelai lembut wajah Joy. Berulang kali mengucapkan kata terima kasih, ia sangat bersyukur putrinya sudah sadar. Suho juga tak mampu manahan air matanya, mengecup puncak kepala Joy dengan lembut.

"Putri Daddy kuat." ucap Suho.

Joy menatap anggota keluarganya satu persatu, mereka menangis. Joy menduga jika itu karna dirinya, ia merutuki dirinya sendiri karna sudah membuat keluarganya khawatir. Bibir Joy bergerak untuk mengatakan sesuatu, namun saat ia mencoba ingin berbicara rasa sakit di area tenggorokan yang ia rasakan. Air mata sampai keluar dari sudut mata Joy, ia sungguh tersakiti dengan keadaannya saat ini.

Tangan Seulgi perlahan mengusap air mata adik keduanya. Ia menggenggam erat tangan Joy, membisikkan kalimat-kalimat di telinga sang adik agar membuatnya tenang.

Irene memeras handuk kecil yang baru saja ia basahi dengan air hangat. Perlahan ia gunakan handuk itu untuk membersihkan tubuh putri ketiganya. Ia melakukannya dengan hati-hati, takut mengenai kabel-kabel medis yang masih menempel di tubuh putrinya. Sesekali Irene menghela nafas, melihat kondisi Joy saat ini benar-benar membuat hatinya sakit.

Joy sedari tadi tak berhenti menatap Mommynya. Irene begitu telaten membersihkan tubuh Joy. Sesekali Joy melihat Irene menoleh ke arahnya disertai senyum. Rasanya sudah lama ia tak melihat senyum di wajah Ibu cantiknya itu.

"Kenapa menatap Mommy terus?" tanya Irene tanpa menghentikan aktivitasnya.

Irene membereskan wadah dan handuk setelah selesai membersihkan tubuh Joy. Ia kembali duduk di samping bangsal Joy. Mengusap lembut pipi anak yang beberapa waktu terakhir ini begitu membuatnya cemas. Ia tak bisa membayangkan jika harus kehilangan salah satu putrinya.

Tangan Joy perlahan terangkat, ia menarik tangan Ibunya untuk ia genggam. Joy ingin Mommynya tau bahwa dirinya sudah baik-baik saja, tak perlu mencemaskannya lagi. Dapat Joy rasakan Ibunya itu membalas genggaman tangannya.

"Terima kasih karna sudah bertahan. Mommy harap kau menepati janjimu untuk terus bersama Mommy."

Joy terdiam mendengar ucapan sang Mommy.

Aku janji akan baik-baik saja dan akan selalu bersama Mommy

Itu yang Joy ucapkan sebelum kondisinya yang semakin hari semakin memburuk. Saat itu dirinya sangat yakin bahwa ia akan sembuh, tapi merasakan sakit di sekujur tubuhnya saat ini membuat Joy tak yakin mampu menepati janjinya.

"Anak Mommy harus sembuh. Kita akan berkumpul, bersama Yeri." lanjut Irene.

Mendengar nama Yeri membuat Joy merindukan adik bungsunya. Ia merasa pernah berjanji akan menemui Yeri, entah itu nyata atau hanya mimpi. Yang jelas Joy sangat merindukan Yeri.

Drrt Drrt

Irene menatap ponselnya yang ia letakkan di nakas. Ia meraih benda persegi yang sejak kemarin ia abaikan. Irene menatap layar ponselnya. Ia memejamkan matanya sejenak saat tau siapa yang menelponnya, bagaimana bisa ia mengabaikan panggilan putri bungsunya sejak kemarin.

PROMISEWhere stories live. Discover now