MDIMH 3|3. Bully

1.2K 87 59
                                    

Disinilah mereka berada, seperti biasanya Alfa dengan sabarnya pun menuntun saudaranya sendiri tanpa mempedulikan lagi bagaimana tatapan merendahkan orang-orang sekitarnya, yang kini sibuk membandingkan perbedaan dirinya dengan saudaranya sendiri, Afzal.

Sedangkan Afzal sendiri, dirinya yang sudah biasa mendengarkan itu semua pun, hanya bisa terdiam, sambil menundukkan kepalanya, membuat Alfa yang melihat sendiri bagaimana sikap saudaranya itu pun menghelakan napasnya.

"Afzal jangan sedih, Afzal masih mengingat ucapan grandpa kemarin, bukan?" tanya Alfa yang dibalas anggukan kepala oleh Afzal.

"Maafkan Afzal, Alfa. Karena Afzal, Alfa dibicarakan juga oleh mereka. Karena Afzal, mereka semua---" ucapan Afzal pun langsung terpotong oleh ucapan Alfa.

"Jangan berkata seperti itu, Afzal. Alfa sendiri gak bermasalah kalau Alfa harus dibicarakan juga oleh mereka. Karena bagaimana pun juga Afzal, Afzal saudara Alfa jadi sudah sewajarnya Alfa selalu disamping Afzal. Sudah sewajarnya juga, Alfa menjadi mata untuk Afzal, menggantikan mata Afzal." ucap Alfa sambil memeluk Afzal, membuat Afzal yang dipeluk oleh saudaranya itu pun terdiam.

"Terima kasih Alfa, terima kasih." ucap Afzal dengan senyumannya, yang dibalas senyuman juga oleh Alfa.

"Alfa kamu dipanggil guru!" ucap Ervin yang baru saja datang, bersama saudaranya yang bernama Ervan.

"Iya, Afzal disini dulu ya jangan kemana-mana. Alfa usahakan gak lama Afzal." ucap Alfa sebelum dimana dirinya pun berlalu meninggalkan mereka bertiga.

"Dasar buta! Harusnya Alfa itu bersama kami, bukan bersama kamu, Afzal." ucap Ervan sambil menatap Afzal yang sedang terdiam, karena ucapannya.

"Heran ya, kenapa disekolahan ini mau menerima kamu Afzal. Jelas-jelas sekolahan ini terkenal karena elitnya, tapi bagaimana bisa disekolahan ini menerimamu Afzal? Kamu sadar gak sih, karena kamu nama sekolahan ini jelek Afzal. Karena kamu, nama sekolahan ini dipandang sebelah mata oleh murid-murid baru disini." ucap Ervin sebelum dimana dirinya pun beralih menatap seisi kelas yang sedang menatap mereka.

"Benar gak guys?" lanjutnya yang dibalas anggukan kepala serempak oleh seisi kelas.

"Benar tuh, dasar buta gak tau diri!" ucap salah satu siswa mendukung Ervin dan juga Ervan sambil melemparkan kertas yang sudah diremasnya.

Begitupun dengan yang lainnya, karena melihat salah satu teman mereka melemparkan sebuah kertas kearah Afzal, mereka semua pun ikut-ikutan melemparkan kertas itu kearah Afzal, membuat Afzal yang dilempari kertas oleh teman-teman sekelasnya pun hanya bisa tersenyum, sangat berbeda dengan hatinya sekarang.

"Aku sekolah untuk mencari ilmu, kalau kalian sendiri merasa begitu, aku minta maaf." ucap Afzal yang sayangnya tidak dipedulikan oleh seisi kelas.

"Maaf katamu? Maaf saja gak cukup untuk kami, asal kamu sendiri keluar dari sekolahan ini Afzal." ucap Ervin, mewakili semuanya.

"Kenapa aku harus keluar? Aku sekolah di sekolahan milik grandpaku, Ervin." ucap Afzal yang dibalas tawaan dari semuanya, seolah-olah apa yang diucapkan olehnya itu adalah sebuah lelucon untuk mereka.

"Grandpa? Jangan pernah bermimpi Afzal. Jelas-jelas nama belakangmu Douglas, bukan Valentino. Jadi bagaimana bisa kamu mengaku-ngaku seperti itu?" tanya Ervin di sela-sela tawanya, dengan tatapan tidak percayanya, menatap Afzal.

"Apa yang pantas untuk diterima oleh orang buta sepertinya ya? Yang sudah beraninya mengaku-ngaku keluarga Valentino, keluarganya juga. Bangun woi Afzal, keluarga Valentino itu gak mungkin keluargamu Afzal, mimpimu terlalu ketinggian." ucap Ervan sebelum dimana dirinya dan juga Ervin pun bersepakat menyeret kasar Afzal, tanpa mempedulikan lagi bagaimana tatapan Afzal sekarang kepada mereka.

Sesampainya mereka bertiga di gudang sekolah, Ervin dan juga Ervan pun langsung mendorong Afzal sampai terjatuh, membuat Afzal yang didorong oleh mereka berdua pun hanya bisa menundukkan kepalanya.

"Tempat yang pantas untukmu itu disini! Bukan di kelas. Ingat Afzal jangan sampai siapapun itu tau soal ini, sekalinya kamu kasih tau ke siapapun itu soal ini, maka jangan salahkan kami akan bertindak lebih kasar lagi dari ini, sesuai yang sering kami katakan padamu." ucap Ervin sebelum dimana dirinya pun berlalu bersama saudaranya, meninggalkan Afzal sendirian yang sedang menangis terisak karena perbuatannya.

"Papi mami, Afzal dimana pi mi? Afzal gak tau dimana keberadaan Afzal sekarang." lirih Afzal sebelum dimana dirinya pun buru-buru menghapus air matanya, saat dirinya sendiri teringat kembali dengan janjinya kemarin.

"Afzal gak boleh sedih, Afzal gak boleh nangis. Afzal harus kuat, sesuai janji Afzal kemarin ke grandpa." lanjutnya dengan penuh kesungguhannya, berharap ada kedatangan seseorang yang bisa membantunya.

Berbeda tempat, berbeda juga situasi Alfa yang sudah kembali ke kelasnya pun menatap bingung kearah sebelah tempatnya, dimana disebelahnya merupakan tempat saudaranya tadi berada.

Kemana saudaranya itu?

Bagaimana bisa menghilang?

"Ada yang tau kemana perginya, Afzal?" tanya Alfa dengan tatapan cemasnya, yang dibalas gelengan kepala oleh mereka semua.

"Gak tau deh Afzal kemana, mungkin saja ke toilet, Alfa." ucap salah satu siswi, dengan tatapannya yang tidak teralihkan sedikitpun dari hpnya.

"Cari apa, Alfa?" tanya Ervin dengan tatapan bingungnya, lebih tepatnya pura-pura bingung.

"Kamu tau dimana keberadaan Afzal, Ervin?" tanya Alfa dengan pertanyaannya yang sama, yang dibalas gelengan kepala oleh Ervin.

"Gak tau Alfa, bukannya sudah biasa ya Afzal hilang-hilangan begitu? Sudahlah Alfa, nanti juga Afzal kembali lagi dengan sendirinya, tanpa harus kamu cari lagi." ucap Ervin dengan nadanya yang terdengar santai, membuat Alfa yang mendengar sendiri ucapannya itu pun merasa geram.

"Bagaimana bisa aku gak mencari keberadaannya, saat aku sendiri gak tau dimana keberadaan saudaraku sendiri, Ervin." ucap Alfa tidak habis pikir dengan pikiran Ervin, sebelum dimana dirinya pun memilih berlalu meninggalkan Ervin dan juga Ervan, untuk mencari keberadaan saudaranya itu.

"Bagaimana ini Vin, kalau Alfa sendiri sampai berhasil menemukan keberadaan Afzal?" tanya Ervan dengan tatapannya yang terlihat takut, yang dibalas gelengan kepala oleh Ervin.

"Gak bakalan bisa ketemu Ervan, kamu tau sendiri bukan Afzal buta, jadi mana bisa dia keluar dari tempat itu. Apalagi kunci itu kan ada di tangan kita sekarang, Ervan." ucap Ervin dengan senyumannya, yang dibalas anggukan kepala oleh Ervan.

Ya, sebelum dimana mereka berdua bersepakat menarik Afzal ke arah gudang sekolah berada. Mereka berdua terlebih dulu mengambil kunci gudang sekolah, yang dimana kunci itu sebelumnya dipegang oleh kepala sekolah mereka.

Mereka mengambilnya pun saat kepala sekolah sendiri sedang tidak berada di ruangannya, karena adanya rapat yang mengharuskan dirinya untuk hadir, termasuk Aldric, Jesslyn dan juga Andre selaku orang terpenting di Valentino'Sch.

Tepat dimana mereka berdua keluar dari ruangan kepala sekolah, mereka berdua pun tidak sengaja bertemu dengan ibu mereka sendiri, dimana ibu mereka sendiri meminta mereka untuk memanggil Alfa, ke ruangannya.

"Selamat menderita di gudang itu, Afzal."

***
A/N : Jangan lupa untuk meninggalkan jejak kalian disini
VOTE+KOMEN+SHARE

07082020
-Tetap jaga kesehatan ya 🖤
My Dosen Is My husband

-My Note-
Apakah Alfa berhasil menemukan keberadaan Afzal? Atau tidak?

Apa yang akan terjadi selanjutnya, mengingat Afzal kesayangan keluarganya?

Bagaimana dengan part ini menurut kalian?

Tanggapannya yaa biar bisa diup..

Bagi yang silent reader tetap meninggalkan jejak ya, meski gak komentar vote pun boleh.

Dan bagi yang sudah meninggalkan jejak, terima kasih yaa.. dan jangan lupa terus untuk tinggalkan jejak kalian... sayang kalian 💕

My Dosen Is My Husband 3 √ [END]Where stories live. Discover now