11 : Here we go

720 115 12
                                    

Suasana berubah menjadi canggung usai Enam Hari membawakan lagu Adu Rayu. Gue memilih untuk diam daripada terjadi perang di area reuni malam ini. Gue tahu, sebenarnya dari tadi baik Jae, Bayu, Brian mau coba ngomong ke gue, tapi gue terus menghindar dengan main hp sampai waktunya pulang.

Awalnya gue mau pulang bareng Bang Sungjin, karena udah terlalu malam juga, gue kasihan sama Jae yang harus nyetir sendirian. Mana dia juga matanya minus kan. Tapi, Bang Sungjin malah maksa gue buat pulang bareng Jae. Dari lagaknya dia mau ngasih gue dan Jae space buat ngomong berdua.

"Gue baru tau kalo lo pernah sama Bayu," ujar Jae tiba-tiba sambil melambatkan laju mobilnya.

Biasa. Kebiasaan dia tuh kalau udah mau deket rumah gue, pasti baru ngomongin sesuatu sambil mengurangi laju mobil.

"Udah lama kok. Waktu SMA doang," jelas gue sambil menoleh ke arah Jae yang sedang fokus menyetir.

Anjir, deg-degan banget gue.

"Kalo sama Brian?" tanya nya lagi sambil tetap fokus menyetir.

Gue menggeleng cepat, "Enggak! Gue ga pernah ada hubungan spesial sama dia."

Jae menghentikan mobilnya, ya emang udah sampai rumah gue sih, tapi dia juga melepas sabuk pengaman dan merubah posisinya menghadap gue.

"Lo sadar nggak gue suka sama lo?" tanya Jae setelah menghela napas panjang.

Dari sorot matanya gue bisa lihat kalau dia serius ngomong begini. Dia sering bercanda soalnya jadi takut kena prank.

"Rada berasa sih, tapi gue gak mau gede kepala, gue berusaha denial kalo gue udah baper."

"Lo udah baper sama gue?"

"Menurut lo?"

"Kenapa nggak bilang sih, Fe?"

"Ya masa gue harus confess ke lo kalo gue baper sama lo? Ya kalo lo emang suka sama gue, kalo nggak? Anjir, malu Jae, harga diri gue," ujar gue berapi-api, "Toh gue juga takut berhubungan sama lo,"

"Emang ke--"

"Karena lo terkenal, semua orang tau lo siapa. Lo sempurna, dan gue gak ada apa-apanya. I don't deserve you. Ada yang lebih baik di luar sana buat lo. Bukan gue."

Jae nampak terkejut mendengar pengakuan gue. Ya, sama seperti dia, gue juga terkejut kok bisa aja kelepasan ngomong ini semua. Yaudah lah, mungkin emang waktunya dia tahu.

"Gue insecure parah tau gak? Tiap kita jalan selalu ada yang manggil lo karena sangking terkenalnya. Tiap kita jalan gue ngerasa jomplang banget. Berasa gue lagi nemenin majikan gue. Sejak kita deket juga gue suka merhatiin temen-temen lo di kampus, termasuk yang cewek. Mereka hebat-hebat, dan secara terang-terangan suka sama lo. Gue jadi mikir, apa hebatnya gue? Apa yang bisa gue banggain sampe lo mau sama gue. Gue juga gak siap nerima hujatan dari fans lo kalo semisal gue pacaran sama lo."

Kedua ibu jari tangan Jae bergerak menghapus air mata gue yang keluar. Jujur gue capek banget. Selama ini beban yang baru gue ceritakan selalu gue pendam sendirian. Karena gak ada orang yang mengerti apa yang gue rasain, gue jadi males cerita ke orang-orang. Lagi pula, lingkungan gue juga kayaknya cuma kepo doang, bukan peduli.

"Thanks Fe, udah mau speak up. Biar gue jawab satu-satu ya keraguan lo. Gue suka lo apa adanya. Lo yang cerewet, lo yang moody, lo yang galak, lo yang jutek, dan segala sifat dan kelakuan yang ada di dalam diri lo. Gak perlu menonjolkan sesuatu hal karena apapun yang ada dalam diri lo, gue suka itu. Gak perlu takut sama fans gue, karena gue yakin mereka ngerti, bahkan banyak yang DM lo kata-kata positif kan bukan nyerang?"

Gue mengangguk. Ya iya sih, tapi kalo lama-lama ada yang nerror atau nyerang langsung gimana?

"Nah, makanya, udah ya insecure-insecure-nya. Gak baik loh, nanti dahi lo makin berkerut!" ujarnya bergurau

Gue mendengus, "Apaan sih!"

"Jadi gimana sekarang?"

"Apanya yang gimana?"

"Ya kita? Pacaran nggak?"

"Yang barusan lo nembak gue? Dih ga romantis amat!" pekik gue. bercanda sebenarnya.

Jae tergelak, "Oh, lo mau yang romantis?" Gue mengangguk.

"Oke, tunggu tanggal mainnya."

🐥🐥🐥

Untungnya hari ini gue ada kelasnya siang sampai sore, bukan pagi. Jadi gue ke kampus sendiri naik motor gak bareng Jae. Gila, malu banget gue. Setelah kejadian semalam itu, gue jadi ngerasa aneh aja. Gue bukan tipikal cewek yang doyan clingy gitu loh, dan kayaknya Jae juga gitu. Jadi kalau kita berdua menye-menye saling bilang sayang atau suka tuh gue jadi geli-geli aneh.

Mulai bulan ini Bang Sungjin sama Jae udah masuk fase-fase sering bimbingan setelah seminar proposal minggu kemarin. Kayaknya sih Enam Hari juga bakal lama nih comeback-nya.

"Mbak, itu standar-nya kurang naik." Gue yang lagi berhenti di lampu merah, auto nengok bagian bawah motor gue. Setelahnya gue mendengar suara tawa, yang berasal dari pengendara motor disebelah gue, yang tidak lain tidak bukan adalah Jae.

"HAHAHAHAHAHA."

"Apaan sih ngeselin banget!!" gue membuka kaca helm lalu memukul lengannya.

"Kenapa sih ga minta gue anter aja? Daripada panas-panasan gini. Kepanasan kan lo?"

"Dih, sotoy lu. Kesian Rio udah lama gak dipanasin."

Iya Rio, nama skuter matic gue.

Untung ini lampu merah lama banget, jadi bisa ngobrol-ngobrol dikit lah. Berasa di ruang tamu.

"Habis ini makan yuk, Fe? Gue pengen pecel lele deket perumahan lo," ajak Jae.

"Masih jam 5, belom buka itu warung."

"Yaudah, tinggal tunggu di rumah lo aja dulu."

"Males ah ketemu lo." Sebenernya gue gak males, malu aja anjir. Ini kita termasuk udah pacaran belum sih?

"Gak menerima penolakan. Bye pacar. See you di rumah!!" pekik Jae yang kemudian menancapkan gas bersamaan dengan berubahnya lampu lalu lintas menjadi hijau.

Sial, gue salting.

Convocation • Jae Day6Where stories live. Discover now