Chapter 36 - Magelang

1.3K 77 0
                                    

36. Magelang

Kepergian Jati sudah hampir satu jam lamanya. Rembulan dan juga Caca duduk berdua sembari bersenda gurau dan saling bertukar cerita.

"Oh, jadi kamu guru?" Rembulan berucap dengan manggut manggut. "Iya mbak, saya tadinya bekerja jadi guru di Magelang."

Rembulan terkejut mendengar kata 'Magelang'. "Beneran kamu kerja di Magelang?" Caca mengangguk dua kali.

"Iya, masalahnya di Bandung dulu udah pernah ada kejadian yang nggak mengenakkan hati mbak!" ia tersenyum tipis dan menatap Rembulan.

"Ceritain sedikit boleh?" pinta Rembulan.

Caca mengangguk, "Dulu di Bandung, saya udah pernah kehilangan seseorang yang amat sangat saya cintai mbak. Dia gugur dalam bertugas di medan pertempuran. Dia sesorang yang sangat baik, namun pada awalnya dia adalah orang yang sangat saya benci karena sifatnya yang galak dan sok tegas. Namun, pada saat saya udah benar-benar mengenalnya, sifatnya jadi lembut dam penuh kasih sayang. Dia tentara kopassus. Waktu saya kelas sebelas SMA, dan dia sersan dua. Pergi pendidikan waktu saya kelas dua belas, pulang dan kembali ke saya waktu saya kuliah semester enam." jelasnya dengan menundukkan kepala.

"Tapi, dengan sisa kekuatan yang saya punya, trauma itu hilang. Hampir lima tahun saya enggak mau untuk mengenal seorang tentara, bahkan untuk sekedar lewat batalyon atau akademi militer disana saya merasa takut." Caca kembali mengungkit masa lalu suram itu.

"Tapi dengan kedatangan Mas Oka, semuanya berubah. Pada awalnya dia sangat ingin mengenal saya, tapi saya menjauh dan menjauh, tapi Mas Oka selalu mendekati saya. Pada akhirnya dia mungkin sudah lelah mengejar saya yang terus lari. Dia hampir pergi dari Magelang, dia mau pindah penugasan."

Rembulan memegang bahu Caca dan mengusapnya pelan. "Tapi satu hari sebelum dia pergi, saya merasa sangat kehilangan dia."

"Dan, ya seperti itu lah." Caca meneteskan air matanya bersamaan dengan tawanya yang ia terbitkan.

Rembulan merasa masa lalunya juga terulang, "Maaf ya, jadi kaya gini?" Rembulan menepuk bahu Caca.

"Gapapa mbak, lagi pula udah berlalu juga." Caca mengusap jejak air matanya dan menampilkan senyum manis.

"Saya itu hampir mirip sama kamu." Caca mendongak menatap Rembulan. "Mirip?" Rembulan mengangguk.

"Dulu saya ditinggal sama orang yang saya sayangi selama delapan tahun. Dia ditembak sama tunangan kakak saya gara-gara dendam."

"Dia nggak ada di samping saya selama delapan tahun, dan datang saat pernikahan saya. Dia sudah menggandeng seorang dokter rumah sakit pusat di Bandung, yang nggak lain dokter yang saya kenal." Rembulan terkekeh.

"Tapi alhamdulillahnya, saya diberi Mas Jati yang sangat menyayangi dan mencintai saya layaknya ayah. Lada awalnya dia juga galak, nyebelin pula." ia tertawa kecil.

"Tapi dibalik semua itu, dia punya hati yang lembut dan sangat sayang kepada apa yang sudah menjadi miliknya."

"Kita beruntung punya laki-laki abdinegara. Selain cinta tanah air, dia juga sangat mencintai orang yang mendampinginya!"

"Tapi saingan terbesar kita adalah negara, dan kita harus siap di nomor duakan setelah negara!"

.

Diluar dan diambang pintu sana, ada 2 orang yang tengah menyimak pembicaraan mereka sedari tadi. Salah satunya Jati. Ia tersenyum tipis hingga lengkungan itu terbit secara indah.

"Tenyata yang terbaik bukan hanya yang baik, tapi juga yang selalu mengerti." laki-laki disebelahnya ikut tersenyum.

"Semuanya selalu mengerti, tinggal kita yang membuat mengerti itu jadi sebuah kata kunci untuk kepercayaan." ujarnya.

Tentangmu, Abdi Negaraku ( END - SUDAH TERBIT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang