PROLOG

338 9 0
                                    

Setiap orang pasti punya mimpi, begitu pula Citra Amelia. Seorang anak perempuan,yang lahir dilingkungan yang menterbelakangkan perempuan. Namun, sekarang telah pindah ke kota.
Dalam hal mimpi, beberapa orang mungkin akan berusaha mewujudkannya. Meskipun, mungkin beberapa mimpi itu terdengar konyol. Namun, beberapa orang lainnya memilih untuk tetap menjadiknnya impian.
Citra adalah salah satu dari beberapa orang yang berusaha mewujudkan mimpinya. Sejak kecil, Citra bermimpi  menjadi seorang penulis terkenal, siswa terbaik disekolah, penyanyi, lalu mengelilingi dunia. Terdengar rakus bukan?. Namun dibanding semua itu, impian terbesarnya adalah, dapat diterima dan diakui oleh ibunya.
Citra menulis semua impian-impian itu dalam buku diarynya. Agar dia selalu ingat untuk ewujudkan mimpi-mimpi itu.  Sejak kecil, dia sudah berusaha keras, dan tidak pernah menyerah pada apapun. Jika gagal, maka dia akan mencobanya lagi sampai bisa. Alhasil, Citra selalu juara kelas, jadi siswa teladan dan disukai guru-guru disekolah. Selain itu Citra sering ikut lomba nyanyi antar sekolah, sedang tulisannya sering kali masuk surat kabar.
Awalnya semua berjalan sangat mulus, Citra begitu bahagia. Hingga akhirnya adiknya lahir, dia laki-laki, dan Citra begitu menyayanginya. Namun, sejak saat itu, sikap ibunya semakin dingin. Meski begitu, Citra selalu memberitahu apapun yang telah ia raih. Walaupun ibunya sama sekali tidak menghiraukannya. Semua ini karena neneknya. Dia selalu memarahi ibunya Citra, karena melahirkan anak perempuan. Sebab baginya, anak perempuan itu tidak berguna. Sejak dulu neneknya tidak pernah setuju jika perempuan lebih menonjol dari laki-laki. Ini sudah menjadi tradisi dikampungnya.
******
Sekarang ini Citra sudah duduk dibangku SMP. Tapi, masih dengan mimpi yang sama. Ayahnya adalah orang pertama yang selalu dimintai pendapat, dan memang satu-satunya yang mendukungnya.
Sejak kecil, neneknya selalu menentang kalau Citra sekolah. Menurutnya, perempuan itu gak perlu sekolah tinggi-tinggi, gak ada gunanya, nanti juga akan menjadi ibu rumah tangga saja. Tapi Ayahnya, tetap pada pendiriannya, dia ingin masa depan Citra cerah.
Di tempat tinggal Citra yang dulu, memang jarang anak perempuan lanjut sekolah. Setelah lulus SMP orang tua  mereka langsung menikahkan mereka dengan orang yang usianya jauh dari usianya. Setelah menikah merekapun merantau bersama suaminya. Beberapa diantara mereka pasrah, dan yang lainnya kadang terpaksa, bahkan menangis. Citra merasa prihatin dengan keadaan itu tapi tak mampu melakukan apapun.
******
Setelah kelas 2 SMP, neneknya sudah mengusulkan beberapa pria untuk dijodohkan dengan Citra, dan usia mereka terlampau jauh dengannya. Beruntung Ayahnya tidak pernah menghiraukan bujukan neneknya, bahkan terkadang Ayahnya marah. Berbeda dengan ibunya yang selalu menyetujui apapun yang neneknya bilang.
Setiap hari Citra harus bangun lebih awal dari yang lainnya untuk membersihkan rumah, halaman dan masak untuk sarapan. Jika semuanya tidak selesai Citra tidak diperbolehkan mandi oleh neneknya. Citra sangat tertekan dengan sikapnya. Citra kadang cemburu, karena Ibu dan neneknya selalu bersikap hangat kepada adiknya, sementara dingin layaknya es terhadap Citra. Ketika air matanya akan jatuh, ia selalu menyekanya dan berkata " Citra tidak apa-apa selama ada Ayah".
******
Hari ini Ayahnya tiba-tiba harus pergi keluar kota selama beberapa bulan. Citra sedikit khawatir, bagaimana kehidupannya nanti setelah ayahnya pergi, dia memang anak kandung dikeluarga ini, tapi tau sendirikan dia diperlakukan layaknya anak tiri. Neneknya terus menatapnya dengan senyuman sinis, sedang Ibunya seperti biasa tidak pernah memerhatikannya, seakan-akan Citra itu tidak ada, atau hanya sebuah hiasan saja. Apa karena dia perempuan?, sehingga dia diperlakukan seperti ini.
Kadang Citra berharap kembali kemasa lalu saja, dan meminta agar terlahir menjadi anak laki-laki agar mendapat kasih sayang dari mereka sedikit saja. Bahkan sekarang adik laki-lakinyapun juga tidak menghormatinya lagi. Adiknya kadang mengambil barang Citra tanpa izin, juga pernah merusak piagam miliknya karena dia tidak punya.
Meskipun Citra anak yang berprestasi, ibu dan neneknya tidak pernah  peduli, bahkan menyuru Citra menyimpan piala maupun piagam dilemarinya, agar tak terlihat oleh mereka. Mereka mengancam akan membakarnya jika melihatnya. Makanya biarpun adiknya merusaknya Citra tetap tidak bisa berbuat apapun.
******
Dua hari sudah ayahnya pergi, dan selama itu pula keadaan Citra semakin memburuk. Tidak ada seorangpun yang tau tentang keadaannya yang menyedihkan ini. Rasanya dianak tirikan oleh ibu sendiri.
Jika emosinya mulai memuncak. Citra ingin menelpon Ayahnya dan mengatakan semuanya. Tapi, nenek selalu mengawasi, sehingga Cinta tidak bisa berbuat macam-macam.
Neneknya selalu  mencari-cari kesalahan agar bisa memarahinya, sehingga dapat alasan agar Citra tidak bisa kesekolah. Sudah dua hari dia selalu mengurung Citra dikamar dan ibunya sama sekali tidak peduli. Setiap kali ayahnya menelpon, neneknya selalu bilang kalau Citra belum pulang dan suka keluyuran. Tapi, ayahnya tidak pernah percaya. Perut Citra terus berbunyi karena lapar , jatah makannya hanya sekali dalam sehari. Itupun kalau dia tidak berulah.
Citra selalu kabur lewat jendela selama dua hari ini, meskipun sampai sekolah dia harus dapat hukuman karena terlambat. Pak satpam dan guru-gurupun heran karena selama ini Citra adalah murid yang paling mematuhi aturan. Diapun dipanggil keruang guru. Namun, setiap kali ditanya, Citra membuat alasan yang bisa membuat mereka percaya, ini demi Ayahnya. Citra tidak mau orang-orang mengusik keluarganya, karena jika itu terjadi, Ayahnya akan sedih.
******
Malam ini suasana begitu dingin, tiba-tiba Citra teringat ayahnya, dia begitu merindukan Ayahnya. Tanpa ayahnya, Citra seperti tidak ada, dan diperlakukan layaknya makhluk halus yang tak terlihat. Bahkan hidupnya lebih tersiksa daripada burung didalam sangkar. Perlahan butiran bening terus menetes dipipi putih dan halusnya yang semakin tirus, dengan selimut yang menutupi tubuhnya yang semakin kurus. Tidak ada lagi nyanyian yang keluar dari mulutnya akhir-akhir ini, penanya masih utuh, kertasnyapun masih kosong, "Ayah cepat pulang, aku rindu ayah." Citrapun akhirnya tertidur.

Antara Nyaman Dan Cinta (Cinta segi tiga)Where stories live. Discover now