EXTRAS

2.1K 259 31
                                    


"Dude, you went on a meeting now you came home drunk?! Are you kidding me?"

"Evening, sweetheart," Bryan merentangkan lengannya lebar-lebar dan hendak mengurung gue dalam dekapannya, namun refleks gue sudah terbiasa bergerak menghindari kontak fisik dari pemuda itu.

"The hell Bryan?!" Gue mengacungkan ponsel sebagai ancaman. "Gue laporin lo ke Mami sekarang."

"Tadi itu banyak investor asing yang datang dan tiba-tiba acaranya ditutup dengan wine party, so yeah. Hey, don't treat like I'm underage!"

"Bukan soal itu! Besok pagi kita kan ngajuin proposal ke rektor kampus. Kalau lo masih teler gimana, bodoh?"

Bryan menyandarkan kepalanya di pintu, menerawang ke langit-langit sejenak dengan wajah kian memerah. "Oh? Itu jadwal besok, ya?"

"Whatever."

Tak akan ada habisnya berseteru dengan orang tipsy. Meskipun toleransi alkohol Bryan cukup tinggi, dia tetap saja akan menimbulkan masalah jika minum diluar pengawasan gue. Iya, gue mempunyai aturan sangat strict terhadap konsumsi apapun yang menyebabkan candu; nikotin, alkohol, even physical intimacy.

Meskipun gue dan Bryan telah sah dimata hukum sebagai sepasang suami-istri, kita tetap berdiri di belakang border masing-masing karena beberapa alasan.

Pertama, masih harus fokus meraih gelar sarjana dua semester lagi. Kedua, gue keberatan jika harus menjadi full time ibu rumah tangga di usia sekarang. Terakhir, gue masih terus mempertanyakan bagaimana perasaan gue terhadap Bryanㅡyang notabenenya adalah (still) my enemy.

Sebelumnya, gue selalu menolak peduli dengan semua kegiatan Bryan. Tapi semenjak insiden beberapa bulan silam terkait Ezra, hati gue sedikit melunak entah mengapa.

I hate to admit that Bryan Elskandar is a good guy sometimes.

Most of times? A real satan.

"Ini minuman lo kenapa gak dihabisin?" Bryan yang baru usai mencuci wajah menanyakan intensi sebuah cangkir di mini bar.

"Minum aja itu madu hangat," sahut gue tanpa sedikitpun berpaling dari layar laptop. Tugas-tugas sialan ini terus datang membanjiri hari rehat gue tanpa henti.

Terlalu konsentrasi membuat gue kehilangan momen cengiran Bryan di seberang sana. Lalu tiba-tiba saja kepalanya telah sejajar di sebelah wajah gue, ikut memandangi layar.

"Ngerjain apa?"

Gue spontan menarik diri ke arah berlawanan dari posisi Bryan. "Jangan ganggu."

Seolah ocehan gue hanyalah angin menumpang lewat, Bryan malah meraih mouse yang masih gue pegang, sengaja menumpuk tangan kita bersama.

Dia memindai hasil pekerjaan gue dengan tenang dan teliti. Benci gue akui, kecerdasan Bryan memang patut dilestarikan. Kadang gue sendiri gagal paham bagaimana kinerja otaknya bekerja begitu cepat dan akurat.

"Lo makan dulu sana. Gue yang revisi ini," Bryan kembali menegap setelah membungkuk lama untuk menyamai tinggi gue di kursi.

The Devil Wears Bandana [DAY6 YoungK]Where stories live. Discover now