•prolog

29.6K 2.7K 937
                                    

Dimohon bersikap bijak karena cerita ini mengandung kata dan adegan kasar yang tidak patut ditiru.


Visualisasi Tokoh

Visualisasi Tokoh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

○○○

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

○○○

"Anjing!"

Itu suara Ian yang cukup memekakkan telinga. Peluh membanjiri pelipis pemuda bersurai cokelat yang sejak tadi gak berhenti mengumpat. Menuangkan semua kata kasar yang ia tahu.

Terik matahari seakan diabaikan. Masih sibuk melempar apa saja yang bisa dijangkau oleh penglihatan. Maklum. Dia dan kawannya sedang terdesak. Pasukan yang sudah ia siapkan matang-matang selama dua minggu ini gak seberapa jika dibandingkan sang lawan yang jumlahnya hampir limapuluh lebih. Sendirinya cuma sepuluh orang. Sepuluh.

Niatnya tadi Ian mau nyerang beberapa anak SMK 61 yang lagi nongkrong di alun-alun kota. Gak taunya ternyata mereka beranak-pinak sampai puluhan. Jadinya kewalahan.

Meskipun Ian ngajakin kawan yang jago kelahi, kalau dihadapkan sama pasukan begini juga kalang kabut. Apalagi mereka ngelawan gak dengan tangan kosong.

"Bangsat! Ayo mundur!"

Ajak Ian pada kawan-kawannya. Dia gak ingin mati konyol. Babak belur dalam tawuran yang memang sudah jelas akan membuatnya kalah. Sang penguasa taekwondo ini juga tau batasan.

Persetan dengan julukan pengecut yang mungkin akan disematkan padanya karena sudah melarikan diri dari pertempuran.

Dia gak masalah. Asalkan semua kawannya selamat.

Ian bisa lihat kalau beberapa kawannya itu terluka parah. Si Axcel kepalanya bocor, kena hantaman gear. Sementara Dio wajahnya sudah bengkak semua. Yang lain sama, bahkan kawannya yang katanya jago silat juga sudah terkapar.

Dengan keadaan yang begitu, Ian dan kawannya mencoba menjauh. Berlari pontang panting mendekat kearah motor yang sejak tadi mereka parkir. Gak jauh dari gang sepi dan sempit tempat terjadinya pertumpahan darah.

"Kamu mau lari kemana?"

Kerah seragam bagian belakang milik Ian ditarik. Membuat pergerakannya terhenti. Hampir saja ia terjungkal ke belakang kalau saja gak ada badan besar yang menahan.

Kawan-kawan Ian sudah bersiap. Sudah pada naik motor masing-masing. Ada yang sendiri pun boncengan.

Lalu nunggu Ian yang masih ketinggalan jauh di belakang mereka.

"Duluan aja! Nanti aku nyusul"

Seru Ian berteriak lantang. Menatap kawannya itu dengan mantap. Lalu memberikan seulas senyum tengil tanda dia akan baik-baik saja.

Dengan ragu mereka pergi. Tentu merasa tidak nyaman meninggalkan sang pentolan sendirian disana.

Tapi disisi lain mereka yakin Ian pasti bisa ngelawan. Dia juga punya taktik buat kabur. Atau mungkin siasat untuk bernegosiasi dengan cara damai. Banyak akal pokoknya.

Motor-motor dengan suara berisik itu pun perlahan pergi. Meninggalkan Ian yang berdiri membelakangi puluhan lawan.

Sesekali kawan Ian sengaja menolehkan kepala ke belakang. Masih ingin tau dengan keadaan Ian yang sedang sendirian disana.

"Jangan jadi pengecut yang nyerang dari belakang. Sini lawan satu-satu"

Ucap Ian mencoba tenang. Dia membalikkan badannya menghadap lawannya yang banyak itu.

Ian gak takut sama sekali. Lagipula dari awal bukan dia atau kawannya yang cari masalah.

Salahkan saja bangsat yang tega menusuk Hito sampai dia koma di rumah sakit. Dan kebetulan saja si bangsat itu satu sekolahan sama orang-orang yang lagi berdiri di depannya ini.

"Sok ngejago! Lawan gue sini"

Satu dari mereka maju. Dia yang tampangnya paling sangar. Kulitnya cukup hitam dan juga badannya lebih gede dari Ian. Belum tau namanya siapa.

Ian senyum ngejek. Mandangin lawannya remeh.

"Pengecut! Beraninya main pisau!"

"Jancok!"

Berandal itu menerjang Ian. Mengayunkan pisau yang memang sudah ia genggam erat di tangan kanannya. Nafasnya memburu tanda ia sedang kesetanan.

Ian menatap tajam. Bersiap menerima serangan. Gak lupa memasang kuda-kuda bertahan. Dengan senyum miring penanda dia juga sudah siap melawan.

Sampai dia gak sadar kalau salah satu dari mereka sudah nahan pergerakan laki-laki hitam itu. Mencekal pergelangan tangan kanannya yang dua senti lagi mungkin berhasil menusuk pundak Ian.

"Sudah. Biar dia sama saya"

Itu ucapan seseorang yang nahan pergerakan barusan. Dia juga yang tadi narik kerah Ian. Ian tau dia itu salah satu pimpinan mereka. Sama lah kayak Ian.

Namanya Aditya Pradikta Gunawan. Panggilannya Dikta. Siswa SMK 61 yang ngambil Jurusan Otomotif dan masih kelas sebelas. Ian dapat info dan fotonya dari informan terpercaya. Kemarin sebelum mereka nyerang.

Si hitam nurut. Ngelangkah mundur gabung lagi ke gerombolan.

"Saya lepasin kamu tapi dengan satu syarat"

Ucap Dikta. Dia kelihatan tenang banget. Ekspresi wajahnya bahkan terkesan datar. Tapi bikin meremang. Auranya terlalu mendominasi.

Pantas saja kalau dia ditakutin lawan. Pentolan SMk 61 memang gak bisa dianggap remeh.

"Apa?"

Sahut Ian cepat. Ian bukan lagi mengalah. Apalagi menciut. Dia cuma lagi nyelametin diri. Lain kali dia pasti balas lagi ngajak kawannya yang banyak buat ikutan. Dendam mereka belum tuntas.

"Jadi pacar saya"


bersambung..

25 Agustus 2020

tawuranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang